Rabu, 17 April 2013

Kawin Kontrak - Bab 3

Muncul lagi...
Kali ini bisa cepet muncul gara-gara bab 4 sudah hampir selesai.
wowowowowowwowowowowowwow....
Eke lagi keranjingan nulis dan itu bikin rajutan eke rada terbengkalai.
belum lagi novel-novel terjemahan (yang masih aseli belum di terjemahin) yang ngantri buat di baca. 
FYI lagi keranjingan sama Wallbanger (padahal baru 1 bab doang bacanya!) dan agak berharap segera di post di +Portal Novel: Baca Cerita Online versi terjemahannya, tuluuunggg....tuluuung... mas +Yudi portalnovel , segerakanlah wujudkan impian eke. satu lagi bacaan yang bikin penasaran dan penasaran itu beneran gak enak (rasanya kayak kebelet tapi kamar mandi lagi mampet. gak enak banget kan?) SIYA alias Surrender In Your Arms, punya jeng +Shin Haido , kenapa author yang satu itu demen bener bikin eke penasaran. Apa gak kasian sama rasa kebelet eke....(nangis sambil nari keliling toilet). satu lagi blog yang ngantri buat eke baca, apalagi kalau bukan Gadis pengasong fiksi. eke masih nunggu apdetan terbarunya juga.
Tuh kan bener, banyak banget yang reading list eke yang blom sempat terjamah (dan belum sempat terupdate! cepet apdeeetttt!!!)
Jadi sodara-sodaraaa.... seperti biasa... bab 4nya ntar hari senin ya. wekekekekekekekekekekekekek.....
sulamat munikmati kawin kontraknya....




BAB 3
ENDO

“Perusahaan itu sebetulnya bukan urusanku lagi. Dia sudah memiliki manajemennya sendiri.”
Wanita di ponsel itu masih saja terus merajuk. Endo mendesah pelan mendengarnya memohon di ponselnya hingga sebuah nama yang mengusik ingatannya di masa lalu muncul.
“Rima?”
“Kau masih ingat kan? Rima adik kelasmu dulu. Bukannya kalian juga sempat dekat?” ujar wanita itu di ponselnya.
“Toko itu milik Rima?” tanya Endo lagi memastikan.
Wanita itu mendesis sebal mendengar Endo mengulangi lagi pertanyaannya. Dia segera mengucapkan sebuah alamat untuk tempat pertemuan mereka agar Endo bisa bicara empat mata dengannya.
“Baiklah, kita ketemu di tempat itu,” Endo menyetujui penawaran wanita itu dan menutup ponselnya.
Rima.
Nama wanita itu kembali memenuhi pikirannya. Di hempaskannya tubuhnya ke sofa hitam miliknya, kemudian dia menghisap dalam rokoknya dan menghembuskannya perlahan. Asap rokok yang putih berkabut keluar pelan dari bibirnya. Ingatannya melayang kembali pada masa SMA-nya. Masa yang hampir dia lupakan karena semua tekanan pekerjaan yang dia dapat selama ini. Masa yang selalu membuatnya mengingat satu nama yang sampai saat ini selalu mengulik hatinya. Nama yang membuatnya tak sanggup menyimpan nama wanita lain di hatinya.
Rima.
Asap rokok kembali keluar dari hidung dan mulut Endo. Ketika SMA dia bukan seorang perokok seperti saat ini. Endo ketika SMA adalah anak laki-laki yang sedikit berbeda dengan pria yang sedang menghisap rokok saat ini. Endo SMA adalah anak laki-laki yang cukup ceria dan juga bebas dari semua beban masalah kecuali sekolahnya. Dan Rima, anak perempuan itu, adalah anak perempuan yang sudah membuat hati Endo SMA berlari kencang seperti Roller Coaster.
Pertemuan pertama mereka terjadi ketika Endo terpaksa harus menjadi wakil dari kelasnya untuk menjadi panitia acara sekolah. Itu membuanya terpaksa harus mengikuti acara rapat dengan siswa perwakilan dari kelas lain. Membuatnya harus bertemu dengan Rima untuk pertama kalinya ketika dia kebingungan memilih tempat duduk.
Endo tersenyum mengingat kembali masa itu. Masa dimana dia kesulitan mencari tempat duduk, bukan karena tidak ada bangku kosong yang tersedia, tapi lebih karena para wanita yang berada di sebelah bangku kosong itu seakan siap menerkamnya setap saat kalau dia memilih duduk di sebelah mereka. Sedangkan bangku para pria sudah terisi semua. Akhirnya pilihannya jatuh pada bangku sepupunya yang juga menjadi panitia acara itu bersama temannya.
“Bisa gak sih kamu cari bangku lain? Sempit banget tau!” protes Diva ketika Endo menjejalkan pantatnya ke bangku yang dia duduki.
“Tempat lain ngeri! Kamu aja gih yang pindah!”
“Ogah banget! Aduuuhh… geser dikit napa? Pantat atau buldozer sih?”
Endo tetap bergeming di bangkunya dan Diva, sepupunya, terus saja mengomel protes. Saat itu dia melihat Rima, pasangan Diva, berdiri dan pindah duduk di bangku kosong meja lain. Endo yang ketika itu tak pernah melihat sosok Rima sebelumnya tertarik memperhatikan cewek itu lebih lanjut.
“Rim, ngapain pindah? Tuh kan, kamu aja yang pindah sana Ndo! Ngerusuh aja!” protes Diva lagi.
Rima cuma tersenyum menggeleng dan mulai mengeluarkan catatannya. Dia terlihat jauh lebih tenang daripada cewek lain yang sibuk memperhatikan Endo atau bahkan menyapanya. Itu membuat Endo sangat penasaran dengan sosok Rima yang pendiam. Selama ini dia tidak pernah menyadari sosok Rima yang selalu berada di sebelah Diva. Mungkin karena dia selalu merasa sebal dengan sepupunya yang rewel itu atau mungkin karena kerewelan Diva yang menutupi sosok sederhana Rima. Anak perempuan itu benar-benar sederhana.
Tubuh Rima cenderung pendek dan juga kurus dibanding anak perempuan lain yang sibuk menarik perhatiannya. Rambutnya yang hitam lurus sebahu diikat dengan karet rambut berwarna merah. Kulitnya berwarna putih bersih dengan hidung mungil yang begitu menggemaskan. Sementara cewek lain sibuk memakai polesan make-up, Rima lebih cenderung memoles wajahnya hanya dengan bedak yang ketika siang, bedak itu sudah terlihat luntur. Sebuah tepukan keras membuatnya tersadar dari pengamatannya ke Rima.
“Jangan macem-macem! Dia sahabatku! Tempeleng kalo berani-berani!” ancam Diva sengit.
Endo merengut sebal melihat sepupunya. Umur mereka berbeda dua tahun darinya, tapi sifat sepupunya sangat kurang ajar. Dari kecil mereka selalu bertengkar setiap bertemu dan banyak hal yang menjadi penyebabnya. Kali ini Diva kembali bersikap kurang ajar dan bahkan berani mengancamnya.
“Emang yakin bisa?” tanya Endo membalas.
“Endo, jangan mulai!” sebuah desisan panjang membuat Endo dan Diva terdiam beberapa saat. Desisan itu muncul dari mulut kecil Rima. Diva tersenyum dan meminta maaf kemudian kembali berbisik mengancam Endo, “Dia sahabatku. Jangan sampai kamu bikin dia nangis kayak cewek-cewek lain!”  
“Aku gak pernah bikin cewek nangis!”
“Oci, Eva, Lulu….”
“Itu bukan salahku, mereka yang ke- GR-an!”
“Mita, Amri, Luna…”
“Mereka sendiri yang menyebar gosip soal pacaran. Aku cuma meluruskan!”
“Indah, Tata, Robi…”
“Aku sudah bilang kalau mereka yang sok mendekatiku seenaknya. Hei, Robi bahkan bukan cewek!” protes Endo keras.
Diva meringis, menertawakan sepupunya yang seakan kehabisan akal membantah semua bukti-bukti yang dia berikan. Diva tahu bagaimana Endo yang sebenarnya. Sepupunya itu memang sangat tampan untuk ukuran pria dan itu membuatnya selalu menjadi pusat perhatian. Ketampanan Endo dan juga bakatnya yang lain, membuat sepupunya dijadikan target operasi oleh banyak wanita. Diva sering menjadi korban kesalah pahaman dari para penggemar Endo yang tidak mengetahui status sepupu di antara mereka. Itu yang membuat Diva mengancam Endo untuk menjauhi Rima. Rima terlalu pemalu dan juga penakut untuk bisa menghadapi serangan penggemar Endo.
Tapi kali ini Endo bisa mengerti bagaimana rasanya terperangkap pada pesona seseorang. Endo sudah terperangkap sempurna pada pesona Rima. Semenjak pertemuan pertama mereka, mata Endo selalu mencari sosok Rima yang kadang tersembunyi di balik punggung Diva. Bagai kehilangan akal sehat, Endo mencari semua informasi dari Rima, walaupun itu berarti dia harus melewati kerewelan Diva terlebih dahulu. Hingga di suatu hari, entah darimana keberanian itu muncul, Endo menyapa Rima untuk pertama kalinya. Gadis itu awalnya sedikit kebingungan, tapi dia memberikan senyumannya yang membuat malam-malam Endo diwarnai kebahagiaan karena membayangkan senyuman itu. Itulah awal saat mereka mulai bisa bicara satu sama lain. Awal ketika Endo berusaha memiliki gadis itu dan selalu menginginkannya untuk berada di sisinya.
Deringan ponsel menyadarkan lamunan Endo tentang Rima. Dia mencibir ketika mengetahui nama yang muncul di layar ponsel itu. Kenapa Diva selalu mengganggu kedekatannya dengan Rima, bahkan di saat dia hanya mencoba berkhayal tentang gadis itu. Endo mengangkat ponselnya dan lansung menerima nada keras dari sepupunya.
“Jangan bilang kau belum berangkat!”
Bagaimana dia bisa tahu? Apa Diva sudah memasang kamera di apartemennya?
“Aku sudah siap berangkat!”
“Kau mau aku menunggu lama? Cepat berangkat dan jangan buat aku menunggu!”
Ponsel itu ditutup keras dan membuat Endo sedikit terkejut. Apa-apaan anak ini! Kenapa dia harus emosi seperti itu, dan kenapa harus Endo yang mendapatkan tulahnya. Endo mengencangkan dasi yang dia gunakan dan menarik jas-nya yang tergeletak di punggung sofa. Sebuah kacamata hitam disematkan untuk menutup matanya yang berwarna kelabu. Senyum di wajahnya tersungging membayangkan dia akan berurusan dengan Rima kembali.
****

“Jalanan macet, Diva!” sanggah Endo di ponsel ketika Diva menelponnya sekali lagi. Endo memutar setir mobilnya sedikit kekiri untuk menghindari lubang di jalan. “Kau pikir aku berbohong? Dengar, aku sudah menyediakan waktu untukmu, jadi sabar dan tunggu!”
Endo menutup ponselnya sebal. Diva benar-benar sepupunya yang sangat menyebalkan. Dia sangsi, akan ada pria yang mau hidup dengan macan gunung seperti sepupunya itu. Dengan bersungut-sungut dia mencoba mencari ruang di jalanan yang sedikit padat ini.
Sial! Jalanan ini selalu macet di waku makan siang seperti sekarang. Ini semua karena apartemen baru yang semakin menambah kemacetan di areal jalanan ini dan itu membuat mobil Endo berjalan sangat lamban. Endo mencari-cari lagi celah yang bisa dia lalui untuk mempercepat laju kendaraannya, hingga matanya menemukan sosok yang sangat menarik.
Sosok seorang wanita yang duduk dan memakan tomat dengan rakusnya di sebuah halte. Dia bisa melihat aura kesedihan melingkupi wanita itu. Diperhatikannya lekat-lekat wajah wanita itu akibat dorongan rasa penasarannya. Rambut panjang sebahunya hampir menutupi wajah wanita itu, tapi dia masih bisa melihat dua mata yang sembab dan juga hidung mungil yang memerah. Hidung mungil, dia kembali teringat dengan Rima. Mungkin saat ini Rima akan berpenampilan seperti wanita itu, begitu sederhana. Hanya mengenakan blus longgar berwarna biru dan celana jeans, bukan kaos ketat ataupn rok mini yang selalu digunakan para wanita di sekeliling Endo. Sekali lagi dia memperhatikan wanita yang mirip Rima itu.
Salah.
Itu memang Rima.
Endo menghidupkan lampu sein-nya dan membelokkan setirnya untuk menepi ke arah halte itu. Sekali lagi dia memperhatikan wajah wanita itu dan kembali memastikan bahwa wanita itu benar-benar Rima. Jantungnya berdebar keras menyaksikan kebetulan ini. Dibukanya jendela mobilnya perlahan dan di sebutnya nama gadis itu.
“Rima?”
Gadis itu terkejut dan mencari asal suara yang memanggil namanya hingga kedua matanya melihat ke arah Endo yang berada di dalam mobil. Endo tersenyum melihat wajah heran gadis itu. Mungkin Rima telah melupakan sosok dirinya semenjak kejadian terakhir sebelum mereka berpisah dan Endo tidak menyalahkan hal itu. Endo keluar dari mobilnya dan mendatangi gadis yang masih kebingungan itu. Dibukanya kacamata hitam yang menutup mata kelabunya.
“Rima,” sapa Endo lagi
Rima masih tetap sama dengan bayangannya selama ini. Tubuh kecil yang menggemaskan, rambut hitam lurus sebahu, dan juga hidung mungilnya yang selalu membuat Endo ingin menciumnya. Hanya saja, dia selalu membayangkan gadis itu tersenyum dan kali ini gadis itu terlihat seperti habis menangis. Gadis itu terlihat berusaha menelan potongan tomat yang berada di dalam mulutnya.
“Endo?”
Dia masih mengingatnya. Endo merasakan angin segar melewati hatinya yang selama ini selalu memikirkan Rima. Tanpa harus di suruh, Endo duduk di sebelah gadis itu. Gadis itu tampak sedikit salah tingkah menghadapi Endo yang tiba-tiba berada di sisinya. Sudah hampir 10 tahun mereka berpisah dan mereka bertemu di halte untuk pertemuan pertamanya. Endo masi bisa melihat sisi pemalu gadis itu. Dia jatuh cinta sekali lagi kepada Rima.
“Bagaimana kabarmu?” tanya Endo berbasa-basi. Endo tahu pasti kabar gadis itu, tokonya terlibat hutang dan dia harus segera membayar hutang itu besok lusa. Gadis itu hanya tersenyum sembari melempar sisa tomat di tangannya ke tong sampah terdekat.
“Mas Endo sendiri gimana kabarnya?” tanyanya tanpa menjawab pertanyaan Endo sebelumnya.
“Sibuk, beberapa pekerjaan meminta harus segera diselesaikan. Kebetulan yang menarik kalau aku bertemu denganmu di sini ya!”
Rima terkekeh, membuat Endo kembali merasakan hatinya seperti terkena sengatan listrik mendengar suara tawa gadis itu.
“Sekarang sudah jadi pengusaha sukses! Mana anak istrinya?”
Pertanyaan yang sangat bagus dari mulut gadis itu. Membuat Endo tak perlu berpikir bagaimana cara menyampaikan statusnya sendiri.
Single, masih jomblo di umur yang hampir kepala tiga ini!” jawab Endo tegas. Bagaimana dia bisa mendapatkan pasangan kalau gadis ini masih terus membayangi hatinya. “Kamu sendiri?”
Dia terlihat sedikit terkejut mendengar pertanyaan Endo, kemudian berusaha tersenyum. Itu membuat Endo sedikit khawatir. Apa dia sudah memiliki pasangan? Apa gadis itu sudah menikah?
“Sama, masih belum laku,” jawab Rima pelan.
Kembali lagi Endo merasakan hatinya terasa melayang. Rima masih sendiri dan itu berarti dia masih punya kesempatan. Wajah Rima kembali memenuhi dada Endo hingga tiba-tiba raut wajah itu berubah panik. Dia seperti berusaha bersembunyi di balik tubuh Endo. Mata gadis itu seperti melihat ketakutan ke arah lain. Endo melihat ke arah pandangan Rima dan menemukan seorang pria yang sepertinya sedang kebingungan. Siapa pria itu?
Rima terlihat begitu ketakutan dan dia berusaha menyembunyikan dirinya lebih dalam di balik tubuh Endo. Tanpa banyak bertanya, Endo melepaskan jasnya dan memakaikannya ke tubuh Rima, membuat gadis itu sedikit kebingungan.
“Mas Endo?”
Endo mendesis, menghentikan pertanyaan Rima. Kemudian dia memakaikan kacamata ke wajah gadis itu dan mengambil bungkusan plastik yang dibawa Rima. Endo menggapai lengan Rima dan  menggandengnya memasuki mobil sedan miliknya yang terparkir tepat di depan mereka. Rima terlihat sedikit enggan, tapi pria yang sedang kebingungan itu semakin mendekat ke arah mereka. Itu membuat Rima tak bisa menolak ajakan Endo untuk memasuki mobilnya. Dari dalam mobil mereka bisa melihat pria itu berlalu dan masih terlihat kebingungan mencari sesuatu. Endo menyalakan mesin mobilnya dan berlalu meninggalkan pria itu sendiri di halte.
“Kamu kenal dia?” tanya Endo dari dalam mobil.
Rima melepas kacamata Endo dan meletakkannya di dashboard mobil. Dia tampak sedikit kebingungan menjawab pertanyaan Endo, tapi Endo memaksanya dengan pandangan mata yang dia berikan.
“Mantan pacar semenjak dia selingkuh,” jawab Rima singkat. Nada suaranya mengandung kesedihan dan itu membuat Endo ingin kembali kemudian menghajar pria itu.
“Kamu pantas dapat yang lebih baik!” jawab Endo geram.
Rima tersenyum dan mengusap matanya. Sepertinya dia baru saja kembali menangis. Sial! Endo benar-benar ingin kembali dan menghajar pria keparat itu. Pria itu mendapatkan keberuntungan menjadi kekasih Rima, tapi dia berani meninggalkannya. Seandainya Endo yang mendapatkan kesempatan itu, maka dia akan selalu menjaga Rima di dalam pelukannya.
“Mas Endo…”
“Endo!”
“Hah?”
“Panggil aku Endo saja. Tanpa embel-embel ‘Mas’ di depannya. Bahkan Diva saja tidak pernah memanggilku dengan embel-embel itu!” ujar Endo.
Rima terkekeh, sepertinya dia sangat mengerti kelakuan sepupu Endo yang kurang ajar itu. Jelas sekali kalau umur Endo jauh lebih tua, tapi tak pernah sekalipun Diva memanggilnya dengan sebutan ‘Mas” atau panggilan penghormatan lain.
“Baik,” Rima menarik nafas sebentar sebelum melanjutkan kalimatnya. Sedikit ragu diamencoba memanggil Endo tanpa embel-embel, “Endo, aku lebih baik turun di sini saja,” ujar Rima. Endo merengut heran.
“Kau tak mau kuantarkan ke rumahmu sekalian?” tanya Endo yang dijawab dengan gelengan pelan dari Rima.
“Aku harus menenangkan diri dulu sebelum sampai di rumah. Berjalan sendiri itu cara yang paling ampuh untuk menenangkan diri,” jawab Rima.
Endo setuju dengan hal itu, Rima memang perlu untuk melakukan hal yang bisa dia anggap penemuan ketenangan. Sekali lagi Endo menepikan mobilnya dan menurunkan Rima di trotoar. Sebelum Rima turun, Endo mengambil dompet di saku celananya kemudian terlihat mencari sesuatu di dalam dompetnya.
“Rima, tolong hubungi aku,” ujar Endo sembari memberikan kartu namanya. Rima menerima kartu nama itu dan memasukkannya ke dalam tas yang dia bawa sebelum keluar dari dalam mobil Endo.  
“Rima, bawaanmu!”
“Bawa saja! Aku sudah tidak butuh itu lagi!” jawab Rima. Endo melirik ke arah kantong plastik di jok belakang dan menebak-nebak apa isinya.
“Trims Mas…err…sori..Endo!” ujar Rima sebelum menutup pitu mobil Endo dan Endo membalasnya dengan sebuah senyuman.
****

 “Kamu telat! Aku sudah lumutan nunggu di sini!” ujar Diva bersungut-sungut melihat Endo yang baru datang.
Endo menyeret kursi yang terdekat dengan Diva kemudian duduk dengan tenang. Tak lama seorang pelayan datang dan menanyakan pesanan Endo sembari menyerahkan daftar menu kepadanya. Pelayan itu terlihat sesekali melirik terpesona pada Endo dan tidak menyadari Diva yang terlihat sangat marah
“Kopi panas, segelas!” ujar Endo sambil menyerahkan daftar menu itu kembali ke pelayan yang masih terpesona itu.
“Macet? Bisa kasih alasan lain?” tanya Diva sebal.
Endo menghela nafas, diambilnya rokok dan pemantik dari saku celananya dan kemudian menghidupkan sebatang rokok. Sebuah hembusan pelan membuat asap putih melayang keluar dari bibirnya. Diva menyerahkan lembaran berkas penagihan yang dia dapat dari Rima. Endo menerima berkas itu dan membacanya perlahan.
Dia melihat nama perusahaan konveksi miliknya tertera di kop surat itu. Sebuah angka bernilai ratusan juta akibat pelanggaran kontrak menarik perhatiannya dan membuatnya berpikir apa yang dilakukan Rima hingga tokonya bisa melanggar kontrak.
“Dia ditipu!” jelas Diva ketika Endo menanyakannya.
“Kau bisa memberiku nomer ponsel Rima?”
“Tidak! Aku hanya memintamu membantunya, memberi perpanjangan waktu pembayaran ataupun mungkin juga keringanan denda kontrak!” sanggah Diva.
Endo melihat sebal ke arah Diva.
“Aku ketemu Rima!”
“Kamu ketemu siapa?” tanya Diva tak percaya.
“Rima! Tidak bisa selamanya menyembunyikan dia, huh?” ujar Endo sebal.
Diva tercekat, menelan ludahnya getir.
“Aku punya alasan untuk menyembunyikan dia! Apa kau lupa dengan yang sudah dilakukan penggemarmu terhadapnya? Dia tak pantas mendapatkan itu semua!”
“Kau bukan ibunya!” protes Endo, kemudian menyesap rokoknya kembali.
“Aku sahabatnya, dan aku berhak melindungi dia dari sepupu berbahaya sepertimu!” jawab Diva. “Lagipula dia sudah punya pacar!”
“Lalu, kemana kau ketika dia berpacaran dengan pria yang sudah berani mengkhianatinya?”
“Apa?”
“Aku menemukannya menangis dan dikejar pacarnya yang bajingan itu. Seandainya Rima bersamaku, dia tak akan pernah mendapatkan pengkhianatan seperti itu!” jawab Endo sebal. Diva selalu menjadikan masa lalu sebagai alasan untuk menjauhkan Rima dari dirinya.
“Apa yang terjadi?” tanya Diva panik.
“Bagaimana aku tahu? Kau yang sahabatnya!” sanggah Endo. “Sekarang, biarkan aku mendekati Rima atau aku melupakan semua ini!”
“Kau tak akan bisa melakukannya,” jawab Diva tak percaya.
“Kau sudah membuatku kehilangan Rima selama 10 tahun terakhir. Apa kau masih yakin, aku tak mampu melakukan semuanya sendiri saat ini?”
Diva menyumpahi Endo sembari memberikan ponselnya yang berisi nomer Rima. Sebuah senyum kemenangan terkembang di wajah Endo.
****

Kawin Kontrak Bab 4
Index Kawin Kontrak

 

23 komentar:

  1. Makasih Jeng Rike ...

    bab 4 nya ntr malem aja ya.... Hahaha

    BalasHapus
  2. aw aw Endo udh cinta toh.. Bguuuuuuuss!
    Tnggal nunggu rima jatuh cinta *.*

    Mksih mba rike.. #kecup basah

    BalasHapus
  3. Aw aw aw
    Mba ike ŜãÝåňĢ bisa G̲̮̲̅͡åк̲̮̲̅͡ d percepat bab 4nya, msh kepo nih "kedip2 mata"

    BalasHapus
  4. waw waw waw

    makin seru.
    ayo endo berjuang teruz bwt dpt rima,.

    wah pokoknya haruz hapend nh.
    klo g ntr ayah dara aq culik.
    wkwkwk kabuuuurr.


    *balik lg bwt ngucpin makash mb ike


    kabuuur lg.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ini kenapa si bapak jadi target penculikan si eka mulu...
      wekekekekekkekekekekekke

      Hapus
  5. JengRik....mana lanjutannyaaaa??? #ngrusuh sambil bawa golok !

    Apa yang dilakukan fans Endo pada Rima sampe m'buat Diva harus mnyembunyikan Rimaa????

    Cuusss..dposting..

    Klo nggak, aq lapor masYud jangan teelin Wallbanger !! *hellooww,,emangya lu sapa, Riska??? #pletaak..

    BalasHapus
    Balasan
    1. ampuunnn nyonyaaa.... ampuuunnn...

      entar hari senin laahhhh... wekekekekekkekekek
      sek jeng... nie WB bahasa nginggris aelom katam-katam...

      Hapus
  6. mba ike kentang bgt. Tapi thanx y

    BalasHapus
    Balasan
    1. ntar nambah wortel sama sayur kol-nya juga yuaaa.... weekekekekekekekekekkkekek

      Hapus
  7. asikk... kok jd cinta ya diriku sama Endoo.. mas Endooo.... endaaangg....... cium eike donkkk... :logat bencis: wkwkkw

    duh jeng ike.. sering2 aja bikin cerita kyk gini... eike seneng deh cin.. mwah.... gk sabar nunggu Rima di"mainin" ama Endo.. ehememmmm....

    BalasHapus
    Balasan
    1. eike juga cinta jeng sama dirimyuuu wakakakakkakakakakakakak
      appuaaahhhh... di'mainin'?
      *mikir keras
      **sok mikir keras
      wekekekekekekkekekek

      Hapus
  8. Balasan
    1. kasiiihaaannnn buuuukkkk.... beraaaaatttt buuuukkkk...
      wakaakakakakakakak

      Hapus
  9. mbk ike.....bab selanjutnya jgn lame2 :)*kpn kawin kontraknya....

    BalasHapus
    Balasan
    1. seninnnnn...seniiinnnn...
      isniiiiinnnnn...(kayakpilem upil ipil)
      mau cepet? mana WB?

      Hapus
  10. mba rike..hari senin itu masih lama banget, kan bab selanjutnya nya udah mau kelar, langsung posting aja setelah kelar ya mba, sebelum hari senin kan kelarnya? hihi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. pukulaaaannnn petiiiiiirrrrrrrr....
      yak dez....

      *kabor sebelum ditangkep boboboy....

      Hapus
  11. sini Endo,, aku kasih nomor ponselku aja gimana?? hahaha....
    boleh kan ante yah? ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. yak dipileh..dipileeehh...dipileeeehhhh... wekekekekekekekkekekekekek

      Hapus
  12. Wuahhhhh ntu kenapa blog eik nangkring? Nyahahahaha... Ish ada yg mau bantuin saya untuk bahasa banci? Aye lagi berkutat dengan cerita dengan maincast banci nieh. Muahahahahahaha...

    Endoooooooo <3 <3 <3

    *tendang Rima ke jurang! Muahahahahaha

    *cerita ini berakhir dengan adegan kekerasan yg tidak baik untuk kesehatan jantung #eh?

    Aye tunggu next-nya.

    *cipok macho mbak Rike*

    *melipir pergi

    BalasHapus