Selasa, 29 Januari 2013

Relias : 1A. Sebuah Awal


ini salah satu cerita genre fiksi fantasi aku. Baru bisa poting sekelumit dari satu Bab, melihat apa banyak yang cukup tertarik membacanya. Kalau banyak yang tertarik kemungkinan akan aku teruskan. kalau enggak ya mungkin ckup sampai disini dulu saat ini. paling enggak aku bisa lebih konsen ke cerita aku yang lain lebih dulu. hope you will enjoy it...,

Malam itu hutan sangatlah sepi dengan hanya ditemani suara-suara makhluk malam. Langit gelap begitu mencekam membuat semua kehidupan di hutan itu serasa mati. Sampai suara derap kuda memecah kesunyiannya.
Seekor kuda hitam berlari secepatnya tanpa memperdulikan beban yang dia bawa. Warna hitamnya membuat sosok kuda  itu tak tampak dalam kelamnya malam. Di atasnya sesosok manusia dengan menggunakan jubah hitam mengendarai kuda itu. Jubahnya yang begitu besar menutupi sekujur tubuhnya. Jubah itu berkibar-kibar terkena terpaan angin dan memperlihatkan bungkusan kulit yang membelit dada sosok penunggang kuda itu.
Sesekali penunggang itu menoleh ke arah belakang seakan menakutkan sesuatu. Tanpa mengurangi kecepatan lari kudanya penunggang itu mengikatkan bungkusan yang dia bawa pada leher kudanya. Sebuah bungkusan berwarna coklat yang tampak membebat sesuatu di dalamnya. Bungkusan itu bergetar karena derap lari dari sang kuda. Sang penunggang memeriksa kembali ikatan dari bungkusan itu kemudian memeluknya kembali. Tubuhnya yang terbungkus jubah itu disorongkannya maju ke arah telinga kuda itu. Setelah membisikkan sesuatu penunggang itu menepuk leher kudanya kemudian meloncat turun tanpa terjatuh dari kudanya yang tetap berlari. Badan penunggang itu seakan begitu ringan sehingga ketika dia menapak permukaan tanah tampak seperti terbang.
Sementara itu sang kuda hitam terus berlari bahkan seakan menambah kecepatan tanpa sedikitpun menoleh ke arah penunggangnya yang sudah jauh tertinggal di belakangnya. Lehernya sedikit di tegakkan demi menjaga bungkusan kulit yang diikatkan penunggangnya pada lehernya. Dia tetap menjaga kecepatan larinya, demi penunggangnya yang telah meninggalkannya, demi sesuatu dalam bungkusan kulit yang ditinggalkan penunggangnya tadi. Terus berlari dengan pasti menuju tengah hutan Adasia yang gelap dan mencekam.
Penunggang itu berdiri menatap kegelapan didepannya. Suara angin yang menderu menghamburkan suara-suara lain di hutan itu. Suara derap kudanya yang telah semakin menjauh tidak terdengar lagi. Dia menghela nafas lega tetapi tetap cemas menatap sekelilingnya. Dia berdiri menahan degupan yang makin kencang dari dadanya. Tak lama kemudian terdengar suara teriakan teriakan disertai cahaya-cahaya obor yang bergerak-gerak mendekat.
Seorang pria yang sangat tinggi tiba-tiba berada di sebelah penunggang itu. Penunggang itu terkejut dan berjingkat mundur. Ditatapnya pria itu lekat-lekat. Tak berapa lama datang segerombolan prajurit yang memakai baju besi dan menggenggam obor. Cahaya obor yang bergerak gerak menerangi bagian dari hutan itu. Terlihat wajah pria tinggi yang bergerak mendekati sang penunggang. Wajahnya tampak sangat tirus ditambah lagi dengan cekungan di kedua pipinya. Bajunya yang terbuat dari bulu beruang tetap memperlihatkan kedua lenganya yang sangat kurus seperti tulang berbalut kulit saja. Rambutnya yang tipis berwarna kecoklatan menempel pada kepalanya yang kecil. Dan kedua matanya yang begitu besar berwarna hitam melihat tajam pada sang penunggang kuda. Bibirnya yang tipis tiba-tiba tersenyum yang tampak seperti menyeringai.
“Mari kita pulang! Paduka sudah menanti anda!” suara serak pria itu memecah kesunyian. Sang penunggang berjalan mundur dan hendak lari tapi terhadang para prajurit di belakangnya. Para prajurit tersebut hendak menangkap penunggang kuda tetapi tiba-tiba tercekat suara serak si pria.
“Jangan ada yang menyentuh dia! Tak ada seorangpun yang pantas menyentuh dia kecuali paduka raja..”dia melirik si penunggang yang berdiri di depannya sembari menyeringai lagi. ”...dan juga orang yang sudah diijinkan oleh paduka raja!”
Penunggang itu menatap sekelilingnya kemudian menatap pria di depannya.    
“Anda tentu tak akan membiarkan harga diri anda terusak karena tersentuh oleh saya bukan? Mari ikuti saya dan kita kembali ke kerajaan!” ujar pria kurus itu. Dia memanggil salah seorang prajurit yang kemudian datang dengan membawa sebuah peti kayu kecil. Dibukanya peti kayu itu dan terlihat sebuah jubah berwarna putih bertabur berlian. Disodorkannya peti kayu itu pada sang penunggang.
Penunggang itu membuka jubahnya dan melemparkannya pada pria kurus didepannya. Terlihatlah wujud seorang wanita berambut pirang yang begitu panjang hingga diujung pinggangnya. Rambut itu terikat dengan tali berwarna merah. Kulitnya yang begitu putih seakan mengeluarkan cahaya. Bola matanya memancarkan warna hijau menatap tajam pria kurus itu. Semua prajurit di sana langsung menunduk memberikan hormat padanya.
“Sejauh apapun anda berlari tetap saja akan paduka raja ketemukan lagi paduka ratu Aranthis!” ujar pria kurus itu sembari tersenyum sinis.
Ratu Aranthis memakai jubah putih yang diambilnya dari peti sembari menatap tajam pria kurus itu. Bibirnya yang tipis dan berwarna merah itu tersenyum sinis, “ Itu semua karena pengkhianat sepertimu Dan!”
Tiba-tiba terdengar suara derapan kuda yang membawa kereta di belakangnya. Sebuah kereta yang berwarna keemasan telah tersedia di dekat Ratu Aranthis. Salah seorang prajurit membuka pintu kereta itu dan mempersilahkan sang Ratu untuk masuk. Ratu Aranthis menaiki tangga emas kereta itu dan duduk di dalamnya dengan begitu anggun.
“Tunggu dulu! Dimana Pangeran! Dimana putra anda!” tiba-tiba Dan berteriak keras. Ratu Aranthis menatap Dan dengan tajam.
“Bukankah raja hanya membutuhkan diriku? Dan lagi anak itu tak akan pernah kau temukan seperti diriku!”. Ratu Aranthis menutup mulutnya dengan tangannya. Menguap.” Bisakah kita segera berangkat? Aku lelah!”   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar