betewe kemaren tiba-tiba banyak yang minta si Diva dibikinin ceritanya. hiii... ini kan soal Rima sama Endo, kenapa si Diva lebih banyak pens-nya? wakakakakakakakkak... mungkin eke mau bikin setelah Kawin Kontrak tamat, tentang si DIva ini. Mengingat beberapa bab lagi sudah tamat.
aiyooyuuuu....oll mai preeennn.........
BAB 19
RIMA
Ini
sudah ke-3 kalinya Endo tertidur di sofa sepulang bekerja. Wajahnya terlihat
sangat kelelahan dan dia bahkan terkadang tidur dengan perut kosong karena
tidak sempat makan malam. Sepertinya masalah ini benar-benar berat baginya.
Sudah
hampir 2 minggu belakangan ini, Endo selalu lembur dan pulang larut malam dan
itu membuatku sangat khawatir. Seringkali dia tidak makan apapun dalam sehari
seandainya aku tidak meminta Lukas mengingatkan waktu makan dan juga
membawakannya bekal. Sama seperti malam ini, ketika Endo langsung tertidur
tanpa sempat membuka sepatunya sama sekali.
Dia
benar-benar terlelap bahkan ketika aku melepaskan sepatu dan juga dasinya, Endo
sama sekali tak berkutik. Sampai ketika aku menepuk lembut pipinya dan menawarkannya
segelas air, matanya terbuka perlahan.
“Maaf,
aku ketiduran lagi,” ujar Endo sembari meminum airnya.
“Kamu
sudah makan?” tanyaku cemas dan Endo mengangguk lemah.
“Makan
dimana? Tadi bekalnya sudah habis?” tanyaku terus memaksa sebelum Endo tertidur
lagi.
Endo tersenyum
menatapku kemudian tangannya membelai pipiku perlahan.
“Lukas,
sudah jadi asisten terbaikmu sekarang. Dia terus menerus mengingatkanku untuk
memakan bekal yang kamu bawakan. Bahkan dia berani memeriksa bekalku untuk
memastikan aku menghabiskannya,” ujar Endo sembari terpejam perlahan, kemudian sebuah
senyuman muncul di bibirnya. “Aku penasaran, siapa yang memintanya melakukan
semua itu?”
Itu sebuah
sindiran.
Sebuah
sindiran dari mulut Endo untukku. Jelas aku yang meminta Lukas melakukan itu
semua. Setelah mendapatkan nomer ponsel Lukas, aku memintanya untuk memperhatikan
pola makan Endo di kantor. Lukas pula yang memberitahuku kalau Endo jarang mau
keluar dari kantornya untuk sekedar makan siang. Itulah yang menyebabkan aku
membuatkan Endo bekal untuk makan siang dan makan malamnya. Bahkan aku selalu
menghubungi Lukas untuk memintanya memeriksa bekal Endo saat suatu ketika aku
menemukan bekalnya masih belum tersentuh.
“Oh
ya, kata Lukas makasih untuk bekalnya. Dia suka,” ujar Endo sembari terpejam
kemudian alisnya tiba-tiba bertaut, “Sayang, untuk apa kamu buatin Lukas bekal
juga?”
“Memang
kamu mau dia cuma ngelihat kamu makan, Ndo? Kan kasihan?”
Endo
menyorongkan kepalanya sampai menyentuh pundakku.
“Aku
nggak suka! Gimana nanti kalau Lukas suka sama kamu?”
“Ngayal!”
“Masakanmu
bisa buat pria jatuh cinta, Sayang!”
“Yang
penting…” aku kemudian berbisik mengatakan kelanjutannya.
Endo
tiba-tiba membuka matanya dan menatapku dengan pandangan sayu
“Apa?”
“Apanya?”
tanyaku.
“Barusan kamu bilang apa?” tanya Endo lagi.
“Apaan?”
tanyaku seakan-akan aku tidak tahu apa-apa.
“Rima,
jangan pura-pura lupa!”
“Lupa
apanya?”
“Rima,
ulangi lagi atau aku perkosa kamu sekarang!” ancam Endo dan sebuah seringai muncul di wajahnya yang
kelelahan.
Aku menelan
ludah. Hati kecilku seakan terbangun mendengar tantangan Endo dan mengatakan, “Ayo…ayo..aku
sudah siaapp! Ayoooo siniiii…!” (apa-apaan semua rayuan mesum ini?). Endo
meringsek maju dan akal sehatku langsung menyuruh bibirku bicara
“Yang
penting, aku cuma cinta sama kamu!” jawabku cepat.
Endo
tersenyum penuh kemenangan, kemudian mencium bibirku cepat
“Aku
mau mandi sebentar sebelum tidur,” jawab Endo lagi sembari meninggalkanku
sendiri.
Suara
air yang turun dari pancuran terdengar saat Endo memasuki kamar mandi.
Sementara itu aku mempersiapkan pakaian gantinya dan membersihkan ranjang. Di
saat aku sibuk seperti itulah, kurasakan punggungku basah dan sebuah pelukan
yang erat datang dari Endo yang hanya menggunakan handuk di pinggangnya.
Rambutnya masih meneteskan air dan tubuhnya yang menempel padaku membuat bajuku
menyerap semua air yang masih tersisa.
“Endo,
pakai bajumu dulu! Nanti masuk angin,” ujarku sembari berusaha melepaskan
pelukan Endo.
“Aku
mau kamu, Sayang. Kita sudah lama nggak melakukan…”
“Tapi
kamu kan masih capek!” tolakku sembari memotong ucapannya.
Di
saat itu aku merasa Hati Kecilku kembali berontak dan berteriak, “ini
kesepatanmu, Bodoh!”
Tapi
bagaimana bisa aku melakukan itu dan memaksakan tenaga Endo yang tersisa? Dia
terlihat sangat lelah dan aku tidak sampai hati meluluskan permintaannya yang
satu ini. Walaupun sesungguhnya aku sangat menginginkannya (hey, kami suami
istri! Aku berhak mendapatkan semua itu. Dan aku ini protes pada siapa?)
Endo
memaksa mendorongku sampai kami sama-sama di atas ranjang. Air masih menetes
dari sela-sela rambutnya yang basah. Wajahnya terlihat sangat lelah dengan
lingkaran hitam di bawah matanya. Saat Endo mencium leherku dan berusaha
membuka kancing bajuku, gerakannya tiba-tiba berhenti. Tiba-tiba saja nafasnya
terasa berhembus teratur dan perlahan. Dadaku masih berdesir mengharapkan
sesuatu terjadi dari Endo sampai aku mendengar suara itu.
Itu
suara dengkuran.
Endo
tertidur saat aku sudah benar-benar siap!
Haiiisssshh…!
****
Suara
kaki yang berlari terburu terdengar dari kamar saat aku sedang berusaha
membalik telur dadar untuk bekal Endo nanti. Tak lama Endo muncul dengan wajah
terlihat cemas dan hanya menggunakan celana training yang sepertinya baru dia
pakai setelah semalam tadi aku siapkan. Ini sudah kesekian kalinya dalam minggu
ini semenjak kejadian dia meninggalkanku meradang sendiri setelah siap untuk
melakukan…olahraga kami.
“Maaf…semalem
aku…”
“Ayo sarapan,”
ujarku sembari tersenyum untuk menghentikan ucapannya yang selalu sama setiap
hal ini terjadi.
Endo melengos
perlahan dan menutup wajah dengannya jemarinya yang panjang. Kemudian menarik
jemarinya sampai di belakang kepalanya dan itu menyebabkan otot dadanya
tertarik dan memperlihatkan otot dada dan perut yang sempurna. Dengan 6 kotak
di perutnya, dan dada yang bidang. Memperlihatkan sesuatu yang ingin kupeluk
setiap saat. Dan aku menyumpahi pikiran mesumku pagi ini. Dengan segera aku mengalihkan
perhatianku dari Endo untuk segera mengambil kentang untuk sarapan kami. Dan sebuah
pelukan yang terasa hangat menghampiriku.
“Maaf,
aku benar-benar minta maaf,” ujarnya perlahan di telingaku dan membuat wajahku
memerah. “Bagaimana kalau kita lakukan sekarang?”
IYA
“Enggak
bisa, Ndo!” sergahku dan terdengar suara hatiku meneriakkan kata-kata, ‘munak…munak…munak..’
bergema di kepalaku.
Aku mau!
Sangat
mau!
Tapi
itu memalukan!
“Tapi
ini sudah…”
“Endo!”
sergahku.
“Kamu
sudah…”
“Endo!”
“Tapi
aku mau, Rim!”
Aku tersentak
mendengar kata-katanya barusan. Endo membalik tubuhku dan menatapku penuh
harap.
Endo mau!
Dia menginginkanku!
Dia benar-benar
menginginkanku!
Dan kenapa
aku sebahagia ini?
“Kamu…mau?”
Endo
menempelkan dahinya ke dahiku dan kemudian mengangguk perlahan.
“Aku
sudah merindukanmu dari semenjak kita terakhir bersama,” ujarnya sembari
punggung jemarinya mengusap kulit lenganku dan kurasakan dadaku berdesir
perlahan.
“Kamu
nanti kesiangan…” ujarku perlahan menahan setiap keinginan yang tiba-tiba
muncul.
“Masih
ada sedikit waktu.”
“Sarapannya…”
“Bawakan
saja, nanti kumakan di perjalanan. Nanti Lukas yang mengantarkanku.”
Bibir Endo
mencium bibirku dan dadanya juga perutnya yang begitu menggoda itu menempel
erat ke tubuhku saat dia mulai memelukku. Ketika tangannya mulai melepas ikatan
apronku, ketika tubuh bagian atasku mulai terekspos dan ketika dia mengangkatku
menuju ranjang, aku teringat sesuatu.
Sudah tanggal
berapa sekarang?
****
“Beneran
tuh? Yakin gak ketuker pipis orang lain?”
Aku melotot
mendengar Diva mengatakan itu di ruang prakteknya.
“Emangnya
bisa?” tanyaku sebal.
“Siapa
tahu!” jawab Diva sembari menimang benda di tangannya.
“Di…”
“Ya?”
“Bagian
yang kamu pegang itu bekas pipis lho!”
Diva berhenti
menimang-nimang dan memegang ujung lain.
“Aku
sudah tahu! Aku ini dokter, Rim!” jawab Diva sembari secara sembunyi-sembunyi
mengusap jarinya ke bawah dudukan kursi.
“Jadi
ini artinya?”
Aku menatap
benda yang Diva berikan kepadaku kemudian. Sebuah kertas kecil dan panjang
dengan 2 strip berwarna merah tercetak di sana.
“Kamu
hamil. Ya ampuuun…Rima, kamu hamil! Endo tokcer!” jawab Diva riang.
Aku tersenyum
mendengar semua sorak sorai Diva. Dia tampak jauh lebih bahagia daripada
diriku. Sementara aku merasa sedikit bimbang. Jauh di dalam hatiku, aku sangat
bahagia. Amat sangat bahagia. Tapi bagaimana dengan Endo?
Apa dia
mengharapkan aku hamil? Apa dia akan senang dengan berita ini? Apa dia akan
bersorak kegirangan seperti Diva saat aku memberitahunya? Apa aku harus
memberitahunya di saat dia sedang berjuang dengan masalahnya saat ini?
“Jadi
kapan kamu ngabari Endo?” tanya Diva tiba-tiba.
Au sempat
termangu sesaat.
“Nanti.”
“Aaaahhh…”Diva
tersenyum manis menggodaku, “Mau bikin kejutan ya? Makan malam romantis, lilin,
trus amplop yang isinya testpack ini?”
Aku tersenyum
mendengarnya. Itu rencana yang sangat manis, tapi akan sulit di lakukan. Endo
selalu pulang larut malam dan tertidur setelahnya seperti beberapa minggu ini.
apa mungkin aku bisa melakukan hal semacam itu? Atau aku cukup memberitahunya
melalui telepon?
Dan ketika
aku memikirkan soal memberitahu Endo lewat telepon, ponselku mendapat
panggilan.
****
Gantungggggg!!!
BalasHapusBtw makasi mbak postingannya :)
Wakakakaa. Kasian endo sangking capenya G̲̮̲̅͡åк̲̮̲̅͡ sadar tidur dy..kocak
BalasHapusYeyeyeyee tokcer si endo hamil jg si rima, slamat y mw dpt baby
Iyah gantuuungg, lagi lagi lagi
º°˚˚°º♏:)Ą:)K:)Ä:)§:)Ǐ:)♓º°˚˚°ºea mba ike
Eh ho oh seru tu bkin crita diva
:) makasih mbak rike udah di posting. tinggal 1 bab trus itu tamat
BalasHapuspenasaran siapa yang tlp RIMA jangan sampai di kampret
gantung mbk crtnya,...lagi...lagi
BalasHapusJangaaaaaaaaannnnnn blg nyang telp ntuh duo nenek sihiiirrrrr or jgn2 jstru mntannya Rimaaaa... Aaaakkkkkkk...
BalasHapusRimaaaa awaassss ajjah klo g jd ngmg k Endo,,nnti Vie ambl Endonyaaa :p
Hahahaha
Mksh Mba Ikeeeeeeeee
Tp kykny seruuuu jg Diva dbkin crta.. Xixixixi
Kocak mbak! Wkwkwk
BalasHapusYah.. Sygny nanggung..--"
Smoga aj deh si Endo ga mrah/jdi stres stelah tw Rima hmil..:(
Soalny lgi bnyk msalah..:(