BAB 16
RIMA
“Kamu
siapa?”
Aku
terdiam, menelan ludah getir.
Ketakutan
mulai merambatiku kembali. Semua kenangan tentang masa SMA-ku yang suram
kembali muncul. Semua teriakan-teriakan dan juga perlakuan kasar dari
segerombolan nenek sihir yang dia ketuai kembali teringat. Membuat bulu kudukku
kembali merinding saat melihatnya di hadapanku saat ini
“Bisu?
Kamu siapa?!” sentaknya dan kembali membuatku merinding.
Sungguh
aku mau menjawab pertanyaannya, tapi suaraku seperti menghilang dielan bumi.
Yang terjadi malah aku terlihat seperti ikan yang baru saja tertangkap, megap-megap.
. Seharusnya saat ini aku berlari kabur melewati pintu masuk. Kabur
meninggalkan nenek sihir ini bersama Diva. Mereka lawan yang sepadan. Sedangkan
aku nggak lebih dari ayam yang siap untuk disembelih dan dicabuti bulu-bulunya.
Nyaliku benar-benar menciut saat ini.
“Keluar
kamu, Ti! Ini bukan rumahmu! Selesaikan urusanmu dan Endo di tempat lain!”
sentak Diva dan hanya dibalas cibiran oleh Tiara.
“Aku
tunangannya!”
Apa?
Tiara
tunangan siapa?
Diva
melirik bingung ke arahku, dan bisa kulihat ada rasa kalut di matanya.
“Mantan!
Kamu mantan tunangan Endo!” sergah Diva, kemudian melirikku lagi. “Dia mantan
tunangan Endo!”
“Kamu
bicara sama siapa?” tanya Tiara angkuh.
“Dengar
ya Nona sombong, statusmu sekarang bukan siapa-siapa. Endo sudah punya istri
dan kamu nggak lebih dari perempuan yang dulu sempat hampir bertunangan sama
dia. Jadi, karena tadi aku sudah menelpon Endo, silahkan pergi sebelum Endo
datang dan mengusirmu sendiri! Kamu masih punya waktu sekitar 10 menit,” ujar
Diva ketus.
“Aku
nggak akan pergi sebelum bertemu wanita keparat yang sudah merebut Endo!”
Aku
terkesiap mendengar pernyataan Tiara. Masih berdiri di tempat yang sama,
menatapnya bertengkar dengan Diva, membuatku berpikir satu hal. Aku sama sekali
tidak tahu masa lalu Endo. Selama 10 tahun perpisahan kami, aku sama sekali
tidak tahu apapun tentang Endo.
“Kenapa
kamu nggak buatin aku minum, Pembantu Bodoh!” teriak Tiara sembari menunjuk ke
arahku.
“I..iya!”
“NGGAK!”
teriak Diva dan itu menghentikan langkahku menuju dapur. “Rima, kenapa kamu
mau-maunya disuruh nenek lampir ini?!”
Kenapa
Diva menghalangiku? Seharusnya tadi menjadi kesempatanku untuk kabur,
menyelamatkan diri. Paling tidak bersembunyin di bawah meja sebelum perang
dunia terjadi. Apa dia tidak tahu kalau aku sangat ketakutan?
“Rima?”
alis Tania terangkat seakan berusaha mengingat sesuatu.
Aku ulangi.
Aku
amat sangat ketakutan.
Dan
kumohon, jangan sampai Tiara mengetahui siapa diriku sebenarnya. Jangan sampai
dan jangan pernah demi keselamatanku di dunia ini. Aku merapal doa yang Ayah
ajarkan dan Ayah praktekan setiap menghadapi kemarahanku dan Bunda. Doa
menghalau anjing!
“Kamu
lupa siapa dia?”
Diva,
kumohon berhenti bicara. Darahku mulai terasa naik secara cepat ke kepala dan
detak jantungku terasa begitu cepat.
“Apa
pentingnya?”
Syukurlah
dia lupa. Darahku kembali turun perlahan, begitu pula detak jantungku kembali
melambat.
“Penting!”
Hentikan!
“Apa
kamu lupa sahabatku yang pernah kamu bully
ketika SMA, hanya karena Endo lebih dekat dengannya?”
Darahku
kembali naik dengan cepat ke atas kepala, begitu juga jantungku, berdetak
sangat cepat. Kenapa Diva harus mengatakan semua itu? Aku berusaha bersikap
tenang, tapi aku tahu pasti saat ini wajahku seperti orang yang menahan buang
air selama 3 hari. Tiara melihatku dengan tatapan mengintimidasi, berusaha
mengembalikan ingatannya.
“Oh,
si pecundang nggak tahu diri itu? Yang sok ke-pede-an ngedeketin sama gangguin
Endo?” ujarnya mengejek. “Sekarang apalagi? Jadi pembantu Endo?”
“Sayangnya,
pecundang nggak tahu diri yang sok pede dan ganggu itu kamu, Ti,” ujar Diva. “
Dan sayangnya lagi, dia wanita yang kamu cari!”
Jantungku
terasa meledak, pandanganku hampir terasa samar-samar. Selamat datang neraka
dunia. Selamat datang penderitaan. Tunggu aku menikmati itu semua.
“Apa
maksudmu?” tanya Tiara bingung.
“Mau
minum apa?” aku berusaha membelokkan percakapan. Kumohon Tuhan, biarkan dia
mengetahuiku hanya sebatas pembantu saja.
“Dia
istri Endo!”
Suara
Diva menimbulkan keheningan sesaat, kemudian aku melihat raut wajah cantik yang
perlahan-lahan mulai berubah menjadi menakutkan, diiringi suara teriakan
histeris dan juga serangan yang hendak diberikan kepadaku.
Tiara
berusaha menyerangku, dia berteriak, berusaha meraih tubuhku dan memukulnya
ataupun menendangnya. Untung saja Diva menghalangi Tiara dan berusaha
melindungiku. Sekuat apapun Diva berusaha menghalau, Tiara yang seperti
kesetanan mampu meringsek semakin maju. Aku begitu ketakutan, sangat ketakutan
dan tidak tahu harus berbuat apa. Di tengah ketakutanku, aku hanya mampu
membeku di tempatku berdiri. Tidak berusaha melawan dan hanya ketakutan melihat
Tiara yang terus berteriak histeris juga berusaha menyerangku. Hingga
pandanganku menjadi gelap, terhalang sesuatu. Wangi yang kukenal samar-samar
masuk melalui hidungku dan membuatku sadar bahwa aku sudah berada di pelukan
seseorang.
Endo.
“Lukas,
pegangi dia!”
Aku
mendengar teriakan Endo yang memerintahkan Lukas, dan tak lama, Lukas sudah
menarik perut Tiara dan menariknya menjauh dariku ataupun Diva. Aku masih
terdiam, ketakutan. Tubuhku seakan secara otomatis membeku bahkan tidak mampu
menangis karena kembali teringat kejadian di saat SMA. Tiara beserta teman satu
gengnya menyeretku ke dalam toilet dan mengguyur tubuhku berkali-kali dengan
air. Sesekali mereka menghajarku dan meneriakkan kata-kata kasar kepadaku.
Satu-satunya yang membuatku bersyukur saat itu adalah kehadiran Diva yang
langsung menyelamatkanku. Bahkan menghajar beberapa dari mereka, tapi tidak
dengan ketuanya, Tiara. Saat ini, Tiara kembali muncul dan akan memperlakukanku
seperti dulu.
“Sayang,
ada aku…ada aku…” bisik Endo di telingaku dan kemudian mencium lekat keningku.
Disaat
itu aku baru bisa mengambil alih kembali kesadaran tubuhku dan merasakannya
gemetar. Air mata bisa keluar perlahan melalui mataku. Aku menangis, menangis
tersedu di pelukan Endo. membuat Endo semakin mempererat pelukannya.
“Pak,”
Lukas mendekati kami dan itu membuat Endo sedikit terkejut. “Nona Tiara
pingsan.”
“Buang
aja ke laut!” teriak Diva kesal di belakang kami sembari mengusap lengannya
yang tadi sempat terkena serangan Tiara.
****
“Aku
nggak apa-apa!”
“Aku
harus memastikan sendiri.”
“Diva
tadi menghalau Tiara supaya nggak nyerang aku.”
“Sudah
kubilang harus kupastikan sendiri.”
“Tapi apa
perlunya kamu ngebuka bajuku, Ndo!”
Kali
ini aku berhasil menepis tangan Endo dan menyelamatkan kancing-kancing bajuku
yang sedari tadi berusaha dia buka. Aku tahu maksud sebenarnya dari suamiku
ini. Baru saja semalam dan tadi pagi dia ‘menyerangku’, saat ini dia kembali
ingin melancarkan aksinya. Padahal, aku baru saja menghadapi bahaya dari salah
satu gadis yang memujanya – mantan tunangannya, Tiara. Dengan alasan
menenangkanku, dia membawaku masuk ke dalam kamar, mendudukkanku di ranjang dan
meninggalkan Lukas, Diva dan juga Tiara yang masih tidak sadar di sofa.
“Siapa
tahu ada luka dalam yang tidak terlihat di balik bajumu, Sayang!” Endo masih
berusaha meyakinkanku.
“Nggak,
Endo kita perlu bicara…”
Endo
kembali meringsek mendekatiku. Bibirnya menyapu bibirku dan tangannya memelukku
erat. Aku tidak bisa menolak. Bagaimana caraku menolak? Pria di hadapanku
begitu menawan dan mempesona. Pria di depanku ini mampu menghalau semua akal
sehatku (dan tentu saja mampu mengambil Hati Kecilku, untuk terus memaksaku
mencintainya). Tangan Endo sudah berpindah menelangkup rahangku dan membelai
pipiku dengan ibu jarinya.
“Maafkan
aku,” bisiknya pelan sebelum kembali menciumku.
Hidungnya
yang mancung terasa bergeser di sisi hidungku (yang tentu saja tetap tidak
berubah, tetap mungil). Bibirnya terus melumat bibirku dan membuatku tak mampu
untuk menolaknya. Aku hanya bisa terpejam dan merasakan semua sentuhannya.
“Cintaku,”
ujarnya lagi sambil terus menciumku.
Endo
terus menciumku dan semakin lama terasa semakin panas. Dia sedikit demi sedikit
mulai menguasaiku dan membuatku terbuai. Membiarkannya menidurkanku di ranjang
dan menciumi belakang telingaku. Nafasku mulai tersengal, merasakan tubuhku
merespon setiap sentuhan Endo. Ketika tangannya mulai merambati dadaku, sebuah
ketukan terdengar.
“Pak, Nona
Tiara sudah sadar.” Suara Lukas terdengar dari balik pintu.
“Biarkan
saja dulu,” bisik Endo di belakang telingaku sembari terus menyentuh seluruh
bagian tubuhku.
Keheningan
kembali terjadi dan Endo kembali mencium setiap sudut leherku. Hingga akhirnya
kembali terdengar ketukan di pintu. Endo masih setia tetap dengan
‘kegiatannya’.
Ketukan
kedua yang lebih keras.
Kali
ini sebuah gedoran dan teriakan Diva di balik pintu, membuat semua akal sehatku
muncul. Aku mendorong Endo menjauh dan mulai merapikan diriku. Melepaskan semua
rasa yang membuaku terbuai dan kembali ke alam sadarku.
“Woi,
si manja sudah sadar tuh!” teriak Diva di balik pintu kesal.
Endo
menggeram marah dan kemudian beranjak bangun. Dia merapikan kemejanya yang kusut
sebelum membuka pintu.
“Kamu
mau kemana?” tanyanya saat melihatku ada di belakangnya, mengikutinya.
“Ikut
sama kamu,” jawabku singkat.
Mata
Endo tampak terlihat kebingungan menatapku. “Aku akan menemui Tiara, Sayang.”
“Aku
ikut.”
“Kamu
yakin?”
Aku mengangguk
dan kehangatan dari jemari Endo menyentuh jemariku. Dia menggenggam erat
tanganku dan menggandengku menuju ruang tamu. Diva tampak berdiri kesal
bersandar pada dinding, sementara Lukas duduk dengan tenang memperhatikan kami
yang baru saja keluar kamar. Dan di sofa itu aku melihat, sosok nenek sihir
yang selama ini aku takuti menangis tersedu-sedu. Wajahnya menunjukkan seakan
seluruh dunianya baru saja hilang darinya.
Endo
melepaskan genggamanku saat kami melewati Diva dan bersimpuh di depan Tiara.
Tiara yang baru menyadari kedatangan Endo tampak sedikit terkejut dan menangis
semakin keras.
“Bisakah
kamu berhenti menangis sebentar sebelum aku mulai bicara?” tanya Endo lembut sembari
terus menatap Tiara yang menangis.
Tiara
terlihat berusaha mengendalikan dirinya. Dia mulai mengatur nafasnya dan masih
dengan sedikit tersedu, dia menatap Endo, seakan memohon belas kasihan.
“Maafkan
aku,”kata-kata itu meluncur pertama kali di bibir Endo. Sekelumit nyeri muncul
di dadaku ketika mendengarnya.
“Aku cinta
kamu, Ndo! Cinta…” Tiara masih tersedu mengatakan perasaannya.
Entahlah,
bagiku Tiara adalah wanita yang sangat menakutkan. Dia kejam, sombong dengan
semua kecantikan dan kekayaannya juga, tapi kali ini dia terlihat sangat rapuh.
Amat sangat rapuh mengharap cinta dari Endo. Aku tahu kalau dia sudah menyukai
Endo semenjak kami pertama kali bertemu. Sangat menyukainya hingga membuatnya
menjadi sangat kejam kepada setiap wanita yang dekat dengan Endo, tapi jauh di
dalam hatinya dia betul-betul ketakutan kehilangan Endo.
“Maaf
Ti, aku punya wanita lain yang aku cintai, istriku.”
Hatiku
cukup melambung ketika Endo mengatakan hal itu. Itu aku, Rima, istri Endo.
Tiara menangis semakin keras. Dia menutup kedua wajahnya dengan kedua tangannya
kemudian menangis sejadi-jadinya.
“Kamu
harusnya cinta aku, Ndo! Aku sudah suka sama kamu sejak kita SMA. Kenapa kamu
tega, Ndo?” ucap Tiara dalam tangisnya.
Endo
berdiri dan menatap Tiara. “Kamu sebaiknya pulang. Supirmu sudah menunggu dari
tadi di parkiran. Biar Lukas mengantar ke bawah.”
Tiara
tiba-tiba berdiri dan memeluk Endo dan itu membuatku sangat terkejut. Darahku
seakan terkesiap naik ke atas kepala melihatnya. Endo berusaha melepaskan
pelukan Tiara, tapi gadis itu memeluknya sangat erat. Dan tepat saat Tiara menyorongkan
wajahnya mendekati Endo, terjadi satu hal yang tak pernah kubayangkan.
PLAK…!
Semua
orang di ruangan ini seakan berhenti bernafas sejenak. Mereka melihat satu
titik dan seakan tak percaya.
Mereka
melihat ke arahku.
Melihatku
menampar Tiara.
Aku pasti
sudah gila. Aku pasti sudah sangat gila! Tiara memegang pipinya yang kali ini
memerah dan bisa kurasakan juga tanganku berdenyut setelah menampar pipi
mulusnya.
“Jangan
pernah mencium suamiku!”
Aku
pasti kesurupan. Itu tadi pasti bukan aku. Seseorang, tolong bawa aku ke pria
bersorban putih yang biasanya mengusir setan. Bagaimana bisa kata-kata seperti
itu muncul dari bibirku? Dan sekarang jauh di dalam hatiku, aku gemetar
ketakutan. Bagaimana seandainya Tiara kembali membalasku?
Tapi
tidak, tidak ada balasan. Tiara seperti termangu menatapku sembari terus
memegang pipinya yang tercetak bekas merah. Kemudian tak lama dia mundur dan
pergi meninggalkan kami semua diikuti Lukas di belakangnya. Pintu tertutup dan
hanya tersisa aku, Endo dan Diva dalam keheningan dan juga perhatian yang
tertuju kepadaku. Tepukan tangan Diva memecah semua keheningan itu, kemudian
dilanjutkan dengan tawa tertahan Endo.
“Aku
pasti gila!” aku mulai meracau dan gemetaran.
Endo
yang masih berusaha menahan tawanya mendekatiku dan menunjukkan wajah sedikit
cemas, tapi tetap tidak bisa menutup tawa di wajahnya.
“Sayang,
itu tadi hebat. Jangan menyesal, Sayang!” hiburnya sembari memelukku dan
memberikan kecupan di keningku.
“Heiyooo!
Di sini masih ada jomblo yang cukup merana karena nggak punya cowok! Bisa
berhenti dulu nggak acara sayang-sayangnya?”teriak Diva tiba-tiba.
“Pulang
sana!”
“Kamu
ngusir aku, Ndo?”
“Ganggu!”
“Aku
belum balas dendam soal tadi pagi!”
“Trus,
masalah?”
“Kamu
mau ku hajar, Ndo?”
Dan semua
acara balas membalas sumpah serapah itu semakin menjadi-jadi. Membuatku terheran
akan sifat Diva dan Endo. Selama merekasaling berbalas ‘pantun’, otakku terus
berputar membayangkan semua kemungkinan yang aan terjadi. Apa setelah ini akan
ada segerombolan wanita yang mendekatiku dan kembali memangsaku seperti dulu? Apa
aku akan kembali menjadi bulan-bulanan Tiara dan kroninya? Tiba-tiba aku teringat
sesuatu.
“Ceritakan
aku tentang Tiara dan Sofi, Ndo!”
*****
Kuraaaaaaaannnggg mau lagi :D
BalasHapusIissshhh itu tiara pke pengsan lg, ganggu endo n rima mw indehoy aj,xixixixixi
Yaaakk rima setan kesurupan udh bkin tiara kabur...bgus2, teruskan kesurupannya yak..mhahahaahaa
º°˚˚°º♏:)Ą:)K:)Ä:)§:)Ǐ:)♓º°˚˚°ºea mba ike
Mohon maaf lahir bathin jg ya *salaman
horeeeee makasih ya mba rike :D asikkkkk endo woww wow
BalasHapusngebayangin tiara kalap nyeremin banget deh, diva bener" sahabat yang keren banget, tapi kelakuannya hadeuchh ahaha
rima horee horeee akhirnya kamu berani , mba ada kata-kata yang bikin aku ngakak banget pas lagi serius-seriusnya ya pas baca kalimat yang "seseorang tolong bawa aku ke pria bersorban putih yang biasanya ngusir setan" sumpah mba kocak banget dah ahaha mba bisa aja deh . . semangat mba aku sabar menunggu hingga tgl 12 agustus huwaaaa *peluk endo* semangat ya mba sama kerjaan yang lain :D
emake doraaa kok liburnya panjang amat.
BalasHapusEaaaaaaaaaa,,,, akhrnyaaaaa akhrnya sodaraaa sodaraaaaa Rima membalas!!! Catat!!! MEMBALAS!!!! *lebay*
BalasHapusAseeeeeeekkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk bab slnjtny psti kdu mesti haruuuuusssss lbih seru lg,,mgkn bkln d adegan Rima gntian nglbrak sofi,, wakakakakak ngayaalll ktggian
tapiiiiii Mba Ikeeeee knp updateny kdu 12 agstus???huaaaaaaaaaaaaaaa...endooooooo mudik dtmpt Vie ajjah gmn??klmaan km nongolny ru tgl 12.. Hukz..hukz..hukz....
Mksh Mba Ikeeeeeeeee....
wwooowww..........applause buat rima deh.hahaaa
BalasHapusnah....gitu dong rim jgn mlempem lagi wakakakaka (:) mbk ike hbs ini rima hamil ya??*sotoy thanks mbk ike :)
BalasHapusAaaaaa kepoooooooooooooo
BalasHapustanggal 12 agustus itu kurang lebih 3 minggu lagi ya mbak.. berarti ntar tanggal 12 postingnya langsung 3 bab kan mbak.. makasih mbak rike.. ^
BalasHapusAhhhh krg mbaaakkkkk!!!
BalasHapus:'(
Aduh.. Mreka sbenerny sweet sih.. Tpi sllu aj ad pnganggu.. Ckckck
Hrusny dri awal tu Endo crita, biar ga ad slah pham jga..
Tpi syukur deh mreka udh sdar klo sling cinta..
Mbak, klamaan bgt postny, bru tgl 12..:'(
Udh pngen nmbah lgi nih..:'(
Met lahir batin jg mbak. ..dtgg kelanjutannyaaa...
BalasHapusHidup endo n rimaaa..hiiihihiii....
Wahhh penasaran endingnya, semoga sesuatu yg baik terjadi pada rima Ganbatte (ง •̀_•́)ง
BalasHapusMenanti kelanjutan rima + endo dg setiaa .. :d
BalasHapus-̶̶•̸Ϟ•̸Thank You•̸Ϟ•̸-̶̶
mba.. lanjutannya kpn yaa....???
BalasHapus