Curhat geje egeeennn....
kali ini eke dilanda kebingungan sangat. habis ini puasa, tapi bab-bab di KK akan ada eroronya (biar bagi sebagian orang mungkin gak ero, buat eke itu erooooo... wekekekekekekekekk). jadi apa yang harus eke lakukan? di cut, atau sementara gak aplot dulu? eke tatuuuutttt dosaaaa....
*ketika ngetik sambil galau....
BAB 14
ENDO
“Aku
jemput dia sekarang!”
Endo
menjawab Diva dengan gusar, tapi kemudian yang terjadi dia semakin kecewa.
Dengan kasar dia menutup ponselnya dan menjatuhkan tubuhnya ke sofa. Diambilnya
kembali rokok dari saku kemejanya dan menyulutnya untuk yang kesekian kali.
Tapi sebanyak apapun dia menghisap semua rokok itu, rasa kalut di hatinya masih
terus ada dan semakin membesar setiap waktunya.
Dia
mengingat lagi semua kejadian tadi siang dan kembali merasa gusar ketika
teringat akan sosok pria yang mengejar Rima. Pria itu sudah membuangnya bahkan
menyakitinya, kenapa Rima masih terus bersedia menemuinya. Kenapa dia tidak
ingin bersamanya dan lebih memilih Diva? Sekali lagi Endo menyesali dirinya
yang tidak langsung berlari mengejar Rima.
“Sori
Sof, tapi aku nggak balik kantor!” ingatan Endo kembali kepada siang tadi
disaat Rima berlari semakin menjauh dan dia terjebak bersama Sofi.
“Ndo,
kamu mau kemana?” tanya Sofi sembari memegang lengan Endo erat.
Sekali
lagi Endo tertahan mengejar Rima. Raut wajah Sofi terlihat sedikit bingung dan
juga mengharapkan Endo tetap di sisinya.
“Istriku
butuh aku, Sof!”
“Terus
aku gimana? Kamu mau ninggalin aku sendirian di sini? Kamu yang ngajak aku,
Ndo!” ujar Sofi kesal.
Endo
mendengus marah kemudian mengambil ponselnya yang tersimpan di saku celananya.
Dia memencet tergesa nomer di ponselnya dan bicara dengan nada kesal dengan
seseorang di seberang sana.
“Lukas
akan menjemputmu! 10 menit lagi dia sampai, jadi maaf aku harus pergi
sekarang!” ujar Endo sembari pergi meninggalkan Sofi sendiri.
Sosok
Rima sudah tidak terlihat, bahkan ketika Endo mencarinya di halaman parkir. Dia
berusaha menghubungi ponsel Rima, tapi hanya nada sambung saja yang terus
menjawab. Begitu juga dengan ponsel Diva.
Hingga
akhirnya Diva menghubunginya sore ini, setelah dia berkali-kali mencoba
menghubungi Rima dan harus menerima kenyataan bahwa panggilannya tidak
diacuhkan. Kenapa Rima melakukan semua itu? Apakah dia masih mencintai pria
yang sudah menyakitinya itu? Apakah sosok Rima masih belum bisa menerima
dirinya? Apa yang harus dia lakukan lagi?
“Ya
Lukas!” jawab Endo ketika mengetahui Lukas menghubunginya.
“Saya
sudah dapat semua data soal pria itu, Pak!”
“Katakan!”
“Satrio
Tranggono, umur 25 tahun tapi masih belum lulus dari jurusan akutansi.
Sepertinya dia terlalu sibuk dengan band yang dia punya, Pak. Informasi
terbaru, sedikit mengejutkan,” ujar Lukas.
“Katakan!”
Endo mengambil nafas mendengar semua penuturan Lukas di telepon kemudian
mengangguk perlahan sebelum membalasnya, “Baiklah, terima kasih atas semua
informasimu!”
Sekali
lagi Endo menghisap rokoknya kemudian menancapkannya di asbak di depannya.
Pikirannya kembali teringat akan Rima dan itu membuat hatinya terasa nyeri. Dia
akan melakukan apa saja, apa saja untuk mendapatkan gadis itu. Melakukan
apapun, hingga cara yang paling kotor untuk membuat gadis itu tetap bersamanya.
Endo memikirkan semua itu, hingga dia tertidur karena kelelahan.
****
Sofi
membanting pintu kamarnya kemudian mulai terisak, menangis. Seumur hidupnya,
dia hampir tak pernah ditinggalkan, dan Endo kali ini meninggalkannya. Sekali
lagi dia mempertanyakan semua perasaan Endo kepadanya. Kalau dia memang tidak
menginginkan Sofi, kenapa Endo harus terus memberi harapan pada Sofi? Bahkan
lebih beberapa hari ini. Endo menatapnya seakan penuh harap, menerima semua
ajakannya dan juga menyemangatinya untuk mengejar cintanya. Sofi mengambil
ponselnya dan menekannya kasar, kemudian menelpon seseorang.
“Kau
bilang mereka dijodohkan!” teriak Sofi saat seseorang menerima panggilannya.
“Mereka
tidak pernah pacaran dan tiba-tiba menikah. Lagipula gadis itu juga masih
memiliki kekasih saat mereka hampir menikah. Kemudian dia tampak menjauhi
kekasihnya saat mereka menikah. Dia juga bukan berasal dari keluarga yang tingkat
ekonominya seperti dirimu dan Endo!” jawab seorang wanita setengah ketakutan di
seberang sana mendengar suara Sofi.
“Maksudmu,
wanita itu memanfaatkan Endo?” tanya Sofi penasaran.
“Mungkin
saja, aku tidak tahu,” jawab wanita itu lagi.
Sofi
terdiam mencerna semua perkataan informannya.
“Kau
bilang Endo pernah bertunangan dulu,” ujar Sofi
“Hampir
bertunangan, dia memutuskan meninggalkan tunangannya saat pesta kejutan
pertunangannya. Keluarga tunangannya masih menganggap mereka bertunangan sampai
Endo menikahi wanita itu. Kemudian mereka akhirnya mulai berusaha membatalkan merger-nya dengan salah satu anak
perusahaan milik Endo.”
“Tunangannya
ini, apa aku mengenalnya? Siapa dia?”
“Sepertinya
tidak. Dia salah satu adik kelas Endo ketika SMA. Salah satu Ratu di SMA-nya,
Tiara Hakim.”
“Baik,
kirimkan aku segera nomer gadis itu.”
Sofi
menutup ponselnya kemudian berpikir keras. Jadi Rima selama ini memanfaatkan
keberadaan Endo. Meninggalkan kekasihnya dan langsung menikahi Endo yang jauh
lebih kaya dan sukses. Dan Endo bersedia menikahi gadis seperti itu. Semua itu
membuat Sofi merasa sangat geram. Suara pesan masuk membuatnya terkejut dan
sederet nomer muncul di layarnya. Dengan beberapa sentuhan, nomer itu kini
sudah tersambung dengan ponsel Sofi.
“Halo,
Tiara?”
****
Endo
terbangun saat hari sudah menjelang malam. Badannya terasa sedikit linu karena
dia tertidur di Sofa. Bau rokok masih memenuhi badannya dan juga penampilannya
sungguh acak-acakan. Dia melihat jam yang tertera di ponselnya dan sudah
menunjukkan jam 8 malam. Endo terkejut dan segera bangkit dari sofa,
memperhatikan seluruh ruangan di apartemennya dan masih menemukan bahwa dirinya
masih sendiri saat ini. dengan gusar dia menelpon Diva kembali.
“Dia
baru saja turun dari mobilku!” sentak Diva saat Endo menanyakan Rima dangan
kasar di telepon.
“Kenapa
malam sekali!”
“Masih
untung ku antarkan! Inget, selesaikan malam ini masalah kalian!”
Endo
segera berlari menuju pintu depan dan melihat sosok Rima yang hampir saja
mendekati pintu apartemen ketika dia membukanya. Baik Rima maupun Endo
sama-sama tampak terkejut. Tak lama Rima tertunduk kemudian terlihat
mencari-cari sesuatu di belakang Endo.
“Ya,
dia sudah datang. Makasih, Di!” ujar Endo sembari menurunkan ponselnya.
Ketegangan
di wajah Endo sedikit mengendur ketika melihat Rima berdiri di hadapannya. Sementara
Rima masih terdiam di depan Endo. Dari jarak sedekat ini, Endo bisa melihat
mata Rima yang sembab dan juga hidungnya yang memerah. Apa Rima baru saja
menangis? Apa dia menangisi pria keparat itu?
“Kamu
nggak masuk?” tanya Endo bingung.
Rima
terlihat sedikit kebingungan dan itu membuat Endo tersadar bahwa sosoknya
menghalangi pintu masuk. Dengan segera Endo memberi ruang untuk Rima melewati
pintu dan ketika tanpa sengaja kulit mereka bersentuhan, hati Endo terasa
berdesir. Suasana di dalam ruangan begitu sepi dan ada bau rokok terasa
memenuhi ruangan. Rima menatap cukup lama pada sebuah asbak yang penuh dengan
puntung rokok berada tepat di pinggir meja. Beberapa abunya tampak bertebaran
di sekelilingnya.
“Bajumu…,”
Rima menoleh mendengar suara Endo yang tiba-tiba muncul. Endo terdiam kemudian
berbicara lagi, “Bajumu beda dengan yang tadi.”
“Aku pinjam Diva,” jawab Rima singkat.
“Kamu…”
Endo menarik nafas sejenak, “Kenapa panggilanku nggak dijawab?”
“Aku…”
“Jadi
kalau telpon dari pria itu kamu mau mengangkat, tapi enggak dari aku?”
Rima
mengernyit mendengar perkataan Endo barusan.
“Pria
siapa?” tanya Rima bingung.
“Cowok
brengsek yang sudah ninggalin kamu! Kenapa kamu masih mau hubungan sama dia!”
suara Endo meninggi.
“Aku nggak tahu apa maksudmu, Ndo!” ujar Rima
sengit.
“Terus,
kenapa kamu tadi mau ketemuan sama dia?”
“Aku
nggak pernah mau ketemuan sama dia! Aku dijebak sama Lea!”
“Kenapa
kamu nggak bilang sama aku? Kenapa harus Diva yang tahu lebih dulu?”
“Jadi
menurut kamu aku salah?” nada Rima mulai meninggi.
“Aku
suamimu, Rim!”
“Terus
kenapa kamu jalan sama Sofi?”
Endo
menelan ludah. Dia menatap Rima seakan tidak percaya.
“Kamu
ngikuti aku sama Sofi, Rim?” tanya Endo lirih.
“Maaf,
itu nggak sengaja, dan nggak akan pernah aku ulangi lagi!”
Tidak.
Semua
itu terasa seperti angin segar di telinga Endo. Apakah Rima cemburu? Apa itu
juga tanda bahwa Rima juga memiliki perasaan yang sama dengan Endo? Wajah Rima
memerah dan matanya mulai berkaca-kaca, dan itu membuatnya segera memalingkan
diri dan hendak beranjak pergi. Sebuah tarikan di lengan Rima menahannya. Endo
mendekat dan berdiri tepat di belakang Rima. Endo merasakan kehangatan dari
punggung Rima yang mulai merangsek mengisi dingin di dadanya, berusaha
melepaskan semua ketegangan yang Endo rasakan.
“Jangan
pernah temui pria manapun lagi,” bisik Endo di belakang telinga Rima. Merasakan
belaian rambut Rima di kulit wajahnya.
Tak
ada penolakan.
Rima
membiarkan Endo dan membuat Endo memeluk tubuh tubuh Rima lembut. Memberikan
belaian lembut di lengan Rima yang Endo genggam. Endo merasakan tubuh Rima
bergerak pelan, dan samar-samar terdengar suara isakan, membuat Endo memeluk
tubuh Rima lebih erat. Begitu ketakutan untuk melepasnya.
“Itu
bukan urusanmu, Ndo!” ujar Rima sembari berusaha melepas pelukan Endo, tapi
Endo semakin erat memeluk Rima.
“Aku
suamimu, Rim,” ujarnya lagi.
“Sofi…”
“Dia
cuma temanku dan juga rekanan bisnisku. Semuanya itu nggak lebih.”
“Itu
bukan urusanku, Ndo. Kamu bebas memilih siapapun yang mau kamu dekati. Aku
nggak lebih cuma sandera hutang keluargaku,” jawab Rima ditengah isak
tertahannya. Lengan Endo merasakan tetesan air mata Rima mulai menetes.
Endo
merasa menjadi pria yang paling lemah ketika merasakan air mata Rima menetes
melewati lengannya. Sebuah sentakan dan Endo membalik tubuh Rima. Mendorongnya
hingga memunggungi dinding kemudian mengurung Rima dengan tubuhnya. Dengan
cepat Endo mencium bibir Rima lekat. Merasakan setiap sentuhannya, merasakan
setiap kelembutannya sebelum akhirnya
melepas dan menatap wajah Rima dengan pandangan sedih.
“Aku
cinta kamu, Rim! Berapa kali harus kubilang baru kamu percaya? Bahkan aku sudah
mengatakannya semenjak kita masih sekolah. Aku menikahimu karena aku mau kamu
jadi istriku. Apapun caranya yang penting kamu di sampingku, Rim. Apa yang
harus aku lakuin supaya kamu percaya kalau aku bener-bener cinta sama kamu?” sentak
Endo hampir putus asa.
“Aku
nggak pantes buat kamu, Ndo. Cewek seperti Sofi lebih kelihatan sepadan jalan
sama kamu,” jawab Rima separuh terengah, setelah mendapatkan serangan yang
tiba-tiba.
“Sofi
cuma teman. Dia sama sekali bukan apa-apa!”
“Bohong!”
teriak Rima
“Nggak!”
balas Endo.
“Berhenti
memberiku harapan, Endo! Berhenti beri aku harapan dan…” Rima mulai terisak
lebih keras dan itu membuat Endo terdiam.
“Dan
apa?”
Rima
menatap Endo dengan matanya yang sudah dibanjiri air mata. Rima menggigit bibir
bawahnya, berharap bisa menahan tangisnya.
“Aku
tahu, kalau aku cuma…” sebuah isakan, “…cuma mainan untukmu. Pengisi waktu
kosongmu. Bahkan cuma sandera dari hutang keluargaku.”
“Tidak!”
tukas Endo.
“Aku
tahu kalau Sofi jauh lebih baik dari aku. Kamu tenang aja, keluargaku akan
tetep bayar semua hutang kami meskipun kamu nggak jadi suamiku lagi. Kami…”
“Nggak!”
tukas Endo lebih keras.
“Berhenti
menolak semua kenyataan itu! Sudah kubilang, berhenti membuatku berharap!”
“Karena
itu semua bukan kenyataan! Kenyataannya aku mencintaimu, Rim! Cuma kamu! Kalau
kamu mau aku berhenti berhubungan dengan semua wanita di dunia ini akan
kulakukan! Kalau kamu meminta aku membenci semua wanita di dunia ini, juga akan
kulakukan!”
“Bohong!
Lepaskan aku dan kamu bisa dapetin lagi semua hidup kamu, Ndo!” teriak Rima
histeris.
Endo
tercengang. Hatinya terasa tertembak pistol hampa ketika Rima memintanya
meninggalkannya.
“Kalau
satu-satunya cara membuatmu berada di sisiku adalah memperkosamu dan
menghancurkan semua orang di sekelilingmu sampai kamu tak bisa kemanapun
kecuali kembali ke aku, maka akan kulakukan. Aku akan melakukan cara tergelap
sekalipun demi membuatmu terus berada di sisiku,” ujar Endo dingin, menatap
mata Rima tajam. Membuat bayangan ketakutan di wajah Rima dan itu membuat Endo
menyesal kemudian memeluknya,”Tahukah kamu kalau aku bersedia melakukan semua
itu? Aku begitu takut kehilanganmu, Rim.
Selama
bertahun-tahun merindukanmu, mencoba menggantikanmu, tapi semua itu sia-sia.
Rasanya begitu menyakitkan dan lebih menyakitkan saat kamu menolakku seperti
saat ini. Katakan Rim, apa yang harus aku lakukan supaya kamu bersedia
menerimaku? Apa yang harus kulakukan?”
Rima
terdiam dan itu membuat Endo semakin frustasi. Hingga dia merasakan sebuah
pelukan hangat melingkar di punggungnya. Merasakan bahwa Rima menyandarkan
badannya lebih erat ke dadanya.
“Aku
mencintaimu Rima, cuma kamu!” ujar Endo sembari memeluknya erat.
Rima
mempererat pelukannya.
“Aku
juga, Ndo,” jawab Rima lirih.
Jawaban
yang membuat Endo terkejut. Ditengadahkannya wajah Rima dan terlihat wajah yang
bersemu merah dengan bekas air mata.
“Katakan
sekali lagi,” pinta Endo.
“Aku
juga cinta kamu, Ndo,” jawab Rima malu-malu.
Endo
mencium bibir Rima cepat setelahnya. Menciumnya lama dan begitu dalam. Tangannya
membelai wajah Rima dan juga memeluknya secara bersamaan. Semua beban berat
yang selama ini terasa menumpuk di hatinya seakan menguap. Menyisakan rasa
manis dari bibir Rima yang masih terus dia pagut, seakan-akan tak akan puas
sampai seluruh bibir itu larut di dalam mulutnya. Sampai sebuah suara perut
yang lapar menghentikan itu semua.
Sialnya
suara itu berasal dari perut Endo.
Mereka
berdua terdiam kemudian tertawa bersama.
“Maaf,”
ujar Endo.
Rima
tersenyum kemudian mengusap perut Endo.
“Aku juga
belum makan malam. Biar kumasak sesuatu untuk makan malam kita,” ujar Rima
sembari melepas pelukan Endo dan berjalan ke arah dapur.
“Tadi
aku sudah masak nasi, malam ini kamu mau makan telur dadar?” tanya Rima dari
arah dapur. Tangan Rima sibuk mengambil penggorengan dan menyalakan kompor.
“Ya,
terserah kamu,” jawab Endo yang datang dan memeluk Rima dari belakang. Membuat
sebuah getaran di tangan Rima.
Pelukan
itu baru terlepas saat mereka duduk di meja makan dan menyantap makan malam
mereka. Endo menatap Rima sembari memakan maka malamnya dan itu membuat Rima
salah tingkah. Beberapa kali dia menjatuhkan sendok dan juga menumpahkan air
karena salah tingkah. Semua tingkah yang membuat Endo selalu tersenyum dan juga
semakin tak mampu mengalihkan pandangannya dari Rima.
“Jadi
sekarang kita pacaran?”
Endo
terkejut mendengar suara Rima yang tiba-tiba.
“Untuk
apa pacaran?” tanya Endo dan itu membuat raut wajah Rima berubah menjadi sangat
kecewa. Endo tersenyum, “Kita sudah menikah.”
Rima
tertegun mendengarnya danwarna merah mulai menyebar di wajahnya.
“Kenapa?”
“Apanya?”
“Anu…kenapa
kamu nggak mau bicara sama aku beberapa hari yang lalu? Apa aku punya salah?”
tanya Rima cemas sembari terus menatap piringnya.
Endo
menelan ludah getir.
“Itu…aku…
maaf, Rim!”
Rima
menatap Endo heran dan dia bisa melihat semburat merah muncul di wajah Endo.
“Aku…kamu…
kamu boleh bilang aku cowok mesum atau suka berpikiran ngeres!” ujar Endo
panik.
“Maksudmu,
Ndo?” tanya Rima bingung.
“Aku…”
Endo mengambil nafas kemudian menatap mata Rima langsung, “…aku terus
memikirkanmu dan seringkali hampir kehilangan kendali atas diriku untuk
tetap…membiarkanmu.”
Wajah
Endo semakin bersemu merah.
“Aku
nggak ngerti, Ndo!” ujar Rima semakin bingung.
“Ini
soal komitmen awal kita. Aku bersedia menunggumu hingga kamu siap. Sayangnya,
beberapa hari kemarin, aku seringkali hampir kehilangan kendali diriku untuk
tidak menyentuhmu…lebih.”
Endo
menelan ludah sementara Rima tercenung. Wajahnya terlihat sedikit terkejut dan
semburat merah muncul juga di wajah Rima.
“Aku
sudah selesai,” ujar Rima salah tingkah.
“Aku
juga,” sambung Endo sembari membawa piringnya ke arah Rima yang sedang mencuci
perkakasnya.
Mereka
berdua kemudian mencuci dalam diam. Ketika pada akhirnya saling berpandangan,
mereka saling tersenyum dan terkekeh.
Betapa
Endo merindukan wajah bahagia Rima. Membuat seluruh hatinya seakan meleleh.
Membuat seluruh waktu setelahnya terasa begitu indah. Membuatnya ingin selalu
menyentuhnya, berada di dekatnya dan melihat Rima tersenyum sepanjang hari.
Betapa semua itu begitu menyenangkan.
“Kurasa
lebih baik kita siap-siap untuk istirahat. Ini sudah larut malam,” ujar Rima
malu-malu.
Endo
menuruti Rima dan berjalan ke arah kamar mereka.
“Kamu
atau aku dulu yang ke kamar mandi?” tanya Rima lagi.
“Kamu,”
jawab Endo sembari membelai rambut Rima yang terasa halus.
Sial.
Dorongan
hasrat itu tiba-tiba memuncak setelah sekian lama Endo menahannya. Segera
setelah Rima memasuki kamar mandi, Endo meringkuk di atas ranjang. Berusaha
mengendalikan dirinya dari dorongan hasrat yang memaksanya. Rima masih belum
menyatakan kesediaannya dan dia tidak mau merusak hari ini. Membuatnya menahan
libidonya yang semakin memuncak.
“Endo,
kamu nggak apa?”
Endo
tekesiap mendengar suara Rima. Dia segera berbalik dan melihat sosok Rima
dengan wajahnya yang masih separuh basah, kerah piyamanya yang juga basah dan
terlihat menampilkan lekuk tubuh Rima lebih jelas dari biasanya. Kenapa semua
terlihat sangat jelas malam ini?
“Aku
ke kamar mandi dulu!” ujar Endo sembari bergegas ke kamar mandi.
Guyuran
air cukup membuatnya tersadar dan meredam hasratnya kepada Rima, tapi ternyata
itu semua tidak bertahan lama. Saat dia keluar dari kamar mand dan melihat Rima
yang berdiri menata selimut, hasratnya kembali muncul perlahan. Memaksanya
untuk menyentuh Rima. Apalagi ketika Rima memberikan senyumannya yang indah
kepada Endo. Sedikit saja, Endo ingin menyentuh gadis yang sudah
memporak-porandakan hati dan juga seluruh pertahanannya.
Dengan
perlahan Endo meraih tangan Rima dan membelainya dengan ujung ibu jarinya.
Ketika pandangan Rima tertuju kepada mata Endo, di saat itulah Endo mencium
lembut bibir indah Rima. Bibir yang selalu dia harapkan untuk tersenyum dan
memanggil namanya. Sedikit saja Endo ingin menikmati kulit Rima lebih lama.
Rima memejamkan matanya dan membiarkan Endo melumat bibirnya lembut. Membiarkan
Endo menyusuri lengan dan juga wajahnya dengan kedua tangannya. Kemudian
sesuatu yang tak pernah Endo bayangkan terjadi. Rima membalas ciumannya.
Membalasnya sama seperti yang Endo lakukan.
Dan
itu buruk.
Itu
membuat hasrat Endo semakin besar dan bertindak serakah. Membuat libido Endo
semakin memuncak. Membuatnya ingin menyentuh Rima lebih dari yang dia lakukan
sekarang. Dan itu terlarang bagi Endo saat ini. Endo mendorong Rima menjauhinya
dan membuat Rima sedikit terkejut.
“Maaf,
sepertinya lebih baik aku tidur di luar sekarang,” ujar Endo sembari tersenyum
kemudian bergegas menuju pintu keluar kamarnya.
“Endo!”
panggil Rima cepat dan itu menghentikan langkah Endo.
Endo
menoleh ke arah Rima dan gadis itu mendatanginya perlahan. Membuat jantung Endo
berdetak lebih cepat dari biasanya. Dan ketika gadis itu sudah berada di
dekatnya, dia terlihat kebingungan dan wajahnya yang memerah semakin merah.
Membuat hasrat Endo semakin sulit untuk dibendung.
“Rima,
kamu masih ingat soal pembicaraan kita tadi kan?”
Rima
mengangguk pelan dan tidak berani menatap Endo.
“Jadi
lebih baik aku keluar sekarang,” lanjut Endo.
Sebuah
tarikan di lengan baju Endo menahan langkah Endo. Endo melihat tangan Rima yang
sedikit gemetar memegang lengan bajunya.
“Rima,
akan sulit mengakhirinya kali ini apabila aku sudah memulainya, meskipun kamu
menolak seperti sebelumnya,” ancam Endo.
Tapi
yang terjadi malah tidak seperti harapan Endo. Rima semakin mempererat
genggamannya dan berusaha menghentikan getaran tangannya.
“Rima,
aku sudah memperingatkanmu. Kalau kita bersama lebih lama lagi, aku tidak bisa
menahannya. Apa kamu yakin?” sekali lagi Endo memperingatkan Rima.
Sebuah
anggukan kecil dan perlahan meruntuhkan semua pertahanan terakhir Endo. Membuat
Endo menendang pintu kamar untuk menutupnya dan menarik Rima ke atas ranjang
kemudian menciumnya beringas. Membuat Rima tak mampu melawan sama sekali.
“Sial,
apa ini benar maumu, Sayang? Setelah ini meskipun kamu menolak, aku nggak akan
menghentikannya!” sekali lagi Endo memperingatkan.
Rima
mengambil nafas dalam dan memberikan jawabannya.
****
jengrik..uploadnya next chapternya pas abis buka aja hihihi...
BalasHapustereng tereng haha horeee makasih ya mba rike sayang :D
BalasHapusakhirnya rima menyadarinya juga haha seneng deh , endo oh my god kamu keren haha :D
mba saran aja nii yaa, publishnya pas buka puasa aja kan udah ga dosa tuh eh mksudnya ga bikin batal hhe
kentang......pas mau uhuk2 bersambung.....gitu dong rim ngk usah muna lagi wakakaka thanks mbk ike ;)
BalasHapusEaaaaaaa....akhirnya sadar jg si rima..kayanya si rima yg G̲̮̲̅͡åк̲̮̲̅͡ tahan jauh2 dr endo..hahahaa :p
BalasHapusAduuuuhh. G sbar ngu bab 15, mumpung sblum puasa mba ike ayo cpt d post..wakakakaa
Thks y mba
asiiiikkk akhirnya ada lanjutannya! tapi kenapa di stop pas lagi seruuu heheheh.
BalasHapusiya mba, di post chapter selanjutnya abis buka puasa aja yaa biar ga batal :P
makasi banyak mbaaa :)
-fina
Aduhhh...jangan di tahan dong uploadnya lagi kentang mbak rike..
BalasHapusBenerr tuh uploadnya abis buka aja yah...yah...yah *kedipkedip*
post skrg aja jeng.. mumpung belum puasa. wkekekekkee....
BalasHapushah apaaan nih.
BalasHapusawas aj g jd uhuk2 karna ad gangguan.
ckckck
makasih mbak rike.. nanti postingnya malam aja mbak.. ^_^
BalasHapusJawabanya adalah iya...iya...iya aku mau Ndo
BalasHapusckckckkc
bersambungya itu lho yang bikin kepo selama 1minggu ke depan
tq mbak
betul tuh kata jeng shin haido mumpung belum puasa
Waduuuuhhhhh,,kentaaaaaanggggggGggggG......
BalasHapusWah,,wah,,Sofi mulai brtndak,,siap2 skit atiiii lht klakuannya...
Mba Ikeeeee part pcarannya dbykn yaakkzzz,, xxixixi *maksa*
Hehehe,...akhirnya,bs jujur sm hati apa yg d mau I,mbk puasa ttp update kan??? D tunggu y klanjutan e
BalasHapusmba ike kok kentang? hiks benerr.
BalasHapusyahh udah mau puasa nihh..eh puasanya kan lusa
part selanjutnya update besok aja mbaa, kan besok belom puasa jd gapapa hihi *maksa* :p
yeyyy.........smoga jadi deh.
BalasHapusmbak di next chap jgn smpe mreka ada yg ganggu y, kasihan endonya ntar klo batal lgi. *sok ngatur ne y. :D
hehehee
smangat mbak..
^_^
Asyyik... Akhir Πγª Rima pasrah jga. Tpi jgn tiba2 pingsan lgi yach. Heheh.
BalasHapus