BAB 22
ENDO
“Jadi,
apa yang mau Anda bicarakan?”
Seorang
pria dengan perut buncit menyapa Endo yang baru saja datang di tempat pertemuan
mereka. Endo yang datang bersama Lukas hanya tersenyum melihat pria itu duduk
bersebelahan dengan asistennya yang sangat seksi. Bahkan Endo bisa menduga
kalau asistennya itu sebenarnya kekasih gelap pria di depannya ini. Sebelum
duduk, Endo mengulurkan tangannya demi menyapa dan sekedar berbasa-basi dengan
pria itu.
“Pak
Burhan, terimakasih sudah mau memenuhi pertemuan ini,” ujar Endo sembari
menjabat tangannya kemudian duduk di depan pria itu.
Burhan
terkekeh mendengar sapaan Endo.
“Apa
yang Anda inginkan, Mr Endo? Sepertinya masalah yang sangat penting, mengingat
asisten anda sudah membuat janji dengan saya sekitar 2 minggu yang lalu. Kenapa
kita tidak sekalian langsung bertemu di rapat pemegang saham saja? Kapan itu
jadwalnya Mit?” tanya si gendut Burhan kepada asisten wanitanya.
“Dua
minggu lagi pak!”
“Itu
dia, 2 minggu lagi,” lanjut Burhan.
Endo
tersenyum mendengar semua perkataan Burhan. Dia menoleh sebentar ke arah Lukas
ketika seorang pelayan datang dan mengatakan pesanan yang dia mau.
“Saya
kesini mau membahas tentang anak anda, Pak Burhan” jawab Endo sembari
membetulkan letak duduknya.
“Anak
saya? Bima atau Tiara?”
“Saya
mau membahas tentang Tiara.”
Burhan
tertawa keras dan itu sempat membuat kaget asistennya, begitu juga Lukas.
Sementara Endo tetap terlihat sangat tenang dan menatap Burhan tanpa gentar.
“Kamu
mau kembali dengan Tiara? Apa ini salah satu rencanamu untuk memintaku
memihakmu saat rapat pemegang saham, Mr. Endo?”
Lukas
mendesis kesal mendengar kata-kata Burhan barusan. Pria ini merasa berada di
atas angin saat ini. Pertunangan Diva dan juga Bima membuatnya menjadi salah
satu pesaing berat Endo. Belum lagi, hasutan-hasutannya kepada para pemegang
saham yang lain yang bisa saja membuat posisi Endo semakin terancam.
“Saya
sama sekali tidak memikirkan hal itu, Pak. Buat saya, posisi saya saat ini
tidak akan bisa digantikan siapapun saat ini,” jawab Endo dengan sedikit
kesombongan dan itu membuat Burhan sangat gusar.
“Kau
jangan lupa, kebocoran model di perusahaan konveksi itu bisa membuat posisimu
hilang. Apa kau tahu berapa kerugian yang akan kita terima? Sangat besar!
Perusahaan itu menyumbang hampir 35% dari keuntungan grup kita. 35% bukan
jumlah yang sedikit! Dan bagaimana bisa kau masih sombong seperti itu?” ujar Burhan
sangat gusar.
Endo
tersenyum sinis mendengar semua perkataan Burhan. Bahkan saat pelayan datang
membawakan pesanannya, Endo masih tetap menatap Burhan dan tersenyum kepadanya.
“Apa
itu yang anda katakan pada setiap pemegang saham? Saya dengar Anda mendatangi
para pemegang saham dan menyebarkan desas-desus itu kepada mereka.” Ujar Endo
saat pelayan itu sudah menyingkir pergi.
“Kau
punya bukti?” tanya Burhan percaya diri.
“Tidak,”
jawab Endo tenang dan sebuah senyuman kemenangan muncul di wajah Burhan, “Tapi
saya punya bukti lain tentang usah merugikan perusahaan yang dilakukan anak
Anda.”
Senyum
kemenangan itu menghilang dari wajah Burhan berganti dengan rasa terkejut.
“Apa
maksudmu?” tanya Burhan dengan nada kalut.
“Apa
anda tahu bagaimana bisa model yang akan muncul dari perusahaan bisa bocor?”
tanya Endo dan di jawab dengan keheningan. “Ada orang dalam yang berkhianat dan
menjual semua model itu kepada perusahaan konveksi kecil lain. Itu membuat
model kami akhirnya sdah bocor terlebih dahulu di pasaran. Setelah penyelidikan
hampir selama sebulan yang lalu, akhirnya kami menemukan siapa pengkhianatnya.”
“Itu…”
“Seorang
wakil manajer bagian desain, atau bisa saya sebutkan namanya, Tiara Hakim. Dia
yang menjual semua model itu dan banyak saksi yang mengetahuinya. Dia punya
kekuasaan untuk membawa semua contoh model dan juga menjualnya kepada
perusahaan lain seandainya model yang di keluarkan dirasa tidak relevan,”
lanjut Endo.
“Kau
menggertakku, Mr Endo!” jawab Burhan ketakutan.
Endo
mengulurkan tangannya ke arah Lukas dan tak lama sebuah map berisi
berkas-berkas sudah berada di genggamannya. Dengan satu ayunan, Endo melempar
map itu ke atas meja, persis di depan Burhan.
“Itu
semua berisi copy laporan tentang
masalah ini, juga bukti-bukti yang bisa memberatkan semua kesaksian anak Anda
nanti di pengadilan.”
“Pengadilan?
Kau mau membawa masalah ini ke pengadilan?” Burhan terpekik mendengar perkataan
Endo.
“Kenapa?
Apa Anda takut kalau masalah ini terbongar? Anda takut kepercayaan semua relasi
anda berkurang karena masalah ini?” tanya Endo mengejek.
Burhan
menggeram marah mendengar semua perkataan Endo. “Apa maumu?”
“Mau
saya?” Endo terkekeh perlahan, “Apalah arti saya, Pak Burhan. Saya cuma seorang
CEO yang kata anda sedang terancam posisinya saat ini di dalam perusahaan.”
Sekali
lagi Burhan menggeram. Kali ini keringat mulai muncul dari por-pori wajahnya.
“Katakan maumu!”
Lukas
membisikkan sesuatu kepada Endo, dan itu membuat Endo melihat ke arah jam
tangannya. Kemudian dia kembali menatap Burhan.
“Saya
tidak menginginkan apa-apa. Kemajuan perusahaan ini lebih penting bagi saya
saat ini. Apalagi perusahaan in merupakan amanah almarhum Kakek dan juga Ayah
saya,” jawab Endo. Dia membenahi jas yang dipakainya sebelum berdiri, “Maaf,
saya harus pergi. Masih banyak hal yang harus saya lakukan.”
Endo
berdiri dan bersiap untuk pergi dan diikuti Lukas di belakangnya.
“Tunggu!”
panggil Burhan Hakim, “Aku sangat mengerti maksudmu. Aku akan melakukan apa
maumu!”
Endo
menoleh ke arah Burhan kemudian kembali tersenyum, “Terimakasih atas pengertian
Anda, Pak! Salam untuk Bima dan juga Tiara.”
****
Endo
terkejut melihat Diva duduk di dalam ruangannya. Gadis itu tampak lega melihat
Endo yang ahirnya muncul. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya dia bisa
bertemu dengan Endo.
“Kalau
kamu memintaku untuk kembali ke Rumah Sakit, aku menolak! Aku sudah sangat baik
sekarang!” ujar Endo sembari berjalan ke arah mejanya.
Diva
mencibir ke arah Endo.
“Nggak
usah GR! Aku malah seneng kamu nggak ada di Rumah Sakit! Aku ke sini cuman mau
bilang kalau kamu nggak perlu khawatir Papa bakalan berusaha ngelawan kamu dan
bersekutu sama keluarga si Burhan!”
Endo
menatap Diva heran.
“Gimana
mungkin itu terjadi?” tanya Endo.
Diva
tersenyum lebar memperlihatkan deretan giginya yang putih dan teratur.
“Mama
kemarin pulang dan coba kamu tebak!”
“Tante
bawa oleh-oleh obat saraf buat otakmu,Di?”
“Kampret!
Bukan!” sentak Diva kesal, “Mama mengamuk waktu tahu Papa seenaknya mau
menjodohkanku sama si Bima itu! Bahkan ngancem Papa buat misahin saham bagian
Mama dari saham Papa. Dan sekarang, akulah pemegang saham atas nama mereka
berdua!”
“Oooh,”
jawab Endo santai.
“Kamu
nggak seneng, Ndo?” tanya Diva penasaran melihat ekspresi sepupunya yang datar
itu.
“Biasa
aja. Si Burhan nggak akan berani macem-macem sama aku selamanya mulai saat ini.
Kita tadi bahkan sudah ketemuan.”
“Kok
bisa?”
Endo
melirik ke arah Diva dan tersenyum mengejek. Itu membuat Diva semakin emosi dan
matanya makin melotot menatap Endo.
“Katakan
saja, aku memegang rahasianya!” jawab Endo seadanya dan mulai duduk di
kursinya. “Sekarang sana keluar, aku mau lanjut kerja lagi!”
“Awas
aja kalo kamu nggak kasih tau aku nanti!” ancam Diva sembari mengambil tasnya
dan melangkah menuju pintu keluar.
“Diva!”
panggil Endo sebelum Diva membuka pintu kantornya. Diva menoleh ke arah Endo
dan melihat sepupunya terlihat kebingungan. “Maaf…”
“Untuk
apa?” tanya Diva bingung.
“Untuk
semua yang sudah aku katakan. Sepertinya kamu benar, aku adalah sosok egois,”
jawab Endo. Diva tersenyum dan memutar ganggang pintu ruangan Endo. “Katakan
pula pada Rima.”
“Aku
nggak tahu dia dimana, Ndo. Aku sudah pernah bilang kan?” jawab Diva.
Endo
tersenyum miris.
“Aku
cuma berharap.”
****
Seorang
wanita dengan gaun panjangnya menyanyi dengan suaranya yang sangat merdu malam
itu. Hanya ditemani dengan seorang pianis, wanita itu mampu menghipnotis
seluruh pengunjung Cafe malam ini. Sesekali wanita itu memejamkan matanya
ketika mencapai nada-nada tinggi dan kembali membuka membuka matanya sembari
tersenyum ketika selesai menyelesaikan nyanyiannya.
Dan di
sinilah Endo terdampar malam ini. Di tengah Cafe yang cukup lengang dan
menunggu tim dari divisi kreatif di perusahaan konveksinya. Sebetulnya waktu
untuk pertemuan itu masih cukup lama, tapi Endo memutuskan untuk datang lebih
dahulu. Menghabiskan waktunya di cafe daripada di apartemennya. Hampir 2 bulan
dia tidur sendiri di apartemennya setiap pulang dari kantor. Selama 2 bulan itu
dia memilih untuk pulang dalam keadaan sangat lelah dan juga larut agar
terlepas dari waktu mengulang semua kenangan bersama Rima di apartemennya. Dan
hari ini semua urusannya selesai sangat cepat.
Penyanyi
di atas panggung itu menyelesaikan nyanyiannya kemudian mengucapkan terimakasih
untuk kemudian turun dan meninggalkan panggung untuk setengah jam ke depan.
Ketika penyanyi itu turun dari panggung, Endo melihat pianisnya juga mengikuti
penyanyi itu, tapi kemudian dia berbelok ke arah Endo.
“Bagaimana
kabarmu?”
Endo
melirik sepintas ke arah pianis itu dan kemudian teringat akan wajah yang ada
di depannya.
“Kamu
kerja di sini?” tanya Endo sinis melihat pianis itu.
Tanpa
di suruh, pria itu duduk di depan Endo dan tersenyum. Seakan sama sekali tidak
masalah dengan semua perlakuan Endo.
“Bagaimana
kabar Rima?” tanya pria itu lagi.
“Itu
bukan urusanmu sama sekali sekarang ini…Tio!” jawab Endo malas dan berpikir
cara untuk mengusir pria di depannya.
“Iya,
kamu bener! Aku cuma mau minta maaf buat semua kelakuanku dulu. Sepertinya aku
sudah buat banyak masalah buat keluarga kalian, terutama istrimu. Sekarang aku
sudah menikah dengan Lea. Kamu tahu kan? Lea…”
“Wanita
yang sudah kamu tiduri kemudian hamil itu? Yang mengaku sebagai sahabat Rima,
tapi ternyata…”
“Ya…ya…Lea
yang itu. sekarang dia sudah berubah. Aku juga berharap demikian. Maaf, mungkin
aku mengganggumu. Hanya saja aku tadi melihatmu dan kupikir inilah saatnya
untukku meminta maaf kepadamu dan juga Rima.” ujar Tio merendah, kemudian
matanya seakan mencari-cari, “Mana Rima? Apa dia kabur dariku lagi? Tolong
katakan padanya bahwa aku minta maaf dan tidak akan pernah mengganggunya lagi.”
Endo terdiam mendengar semua ucapan Tio yang
baru saja dia katakan. Mata pria itu terlihat jujur dan itu sangat
menggoda Endo untuk bertanya, “Kamu
serius?”
Tio
mengerling ke arah Endo kemudian tersenyum. Sekali lagi Endo merasakan kejujuran
dari semua bahasa tubuh pria itu.
“Sangat
serius. Aku mulai mencari pekerjaan yang mapan, berusaha menyelesaikan kuliahku
dan bekerja part-time untuk menambah simpanan persalinan Lea nanti, setelah
semua kekacauan akan hidupku dulu. Maaf, sepertinya aku membuat Rima sulit
kembali saat ini. mungkin sebaiknya aku pergi.”
“Dia
sedang tidak bersamaku,” jawab Endo lugas. Hatinya kembali nyeri memikirkan
Rima. “Aku menunggu stafku di sini.”
“Oh
ya? Selamat menikmati malammu kalau begitu,” ujar Tio sembari bersiap berdiri
meninggalkan Endo.
“Tunggu!”
sergah Endo saat Tio hendak meninggalkannya. Endo berharap untuk tidak
menanyakan hal ini, tapi dia begitu penasaran, “Apa kamu bener-bener cinta sama
Rima?”
Tio
menatap Endo tak bergeming beberapa saat, seakan tak percaya akan pertanyaan
Endo. Kemudian dia menarik nafas panjang sebelum menjawabnya.
“Dia
wanita yang sangat pantas untuk di cintai pria. Aku sangat bodoh melepaskannya
dan berpikir fisik adalah segalanya,” jawab Tio.
“Dia
cantik!”
“Sangat
cantik. Wajahnya sangat sulit dilupakan ketika dia sudah pergi meninggalkanku.
Membuatku menjadi pria yang terjebak dengan depresi dalam beberapa saat,” ujar
Tio yang membuat Endo tertegun. “Tapi aku sudah sadar sekarang, kalau dia
berhak bahagia dengan pilihannya. Bagaimanapun juga, aku harus membahagiakan
wanita lain yang sudah menjadi tanggung jawabku.”
“Kamu
rela melepaskan dia?” tanya Endo ragu-ragu.
“Dia
wanita yang baik. Dia berhak mendapatkan pria baik sepertimu,” jawab Tio
kemudian pergi meninggalkan Endo sendiri. Tak lama dia berbalik dan melambaikan
tangannya, berpamitan kepada Endo.
Endo
membalas lambaian tangan itu singkat dan berbisik, “Tapi dia pergi
meninggalkanku juga.”
Hampir
saja Endo kembali memikirkan Rima seandainya saja beberapa anak muda yang
diikuti Lukas, tidak menyapanya dan mendatanginya. Ketika mereka datang,
seketika cafe yang sepi berubah menjadi sangat ramai.
“Kita
berhasil Bos! Cara yang Bos instruksikan bener-bener bisa menyelesaikan semua
masalah ini!” ujar salah seorang diantara mereka kegirangan.
“San,
yang sopan! Panggil Pak Endo, jangan Bas-Bos-Bas-Bos! Maaf Pak, Sandi memang
mulutnya nggak ada rem-nya!” jawab satu-satunya wanita di kelompok itu.
Endo
hanya membalas dengan senyuman dan menunggu
ketiga pria maupun satu wanita itu untuk duduk.
“Jadi,
gimana hasil kerja kalian?” tanya Endo santai dan tak lama salah seorang pria
lain mengeluarkan sebuah map dari ranselnya kemudian memberikannya kepada Endo.
“Respon
pasar sangat menerima produk ini, Pak! Bahkan sejauh ini, produk kita sudah
jadi target PO!”
“Analisismu
sangat menarik, In! Bagaimana dengan contoh model yang kemarin aku setujui,
Tika?”
Satu-satunya
wanita di dalam kelompok itu memberikan tablet yang dia punya dan Endo langsung
mengambilnya. Tampak beberapa foto model dan juga pakaian-pakaian yang membuat
Endo sangat puas ketika dia selesai menggeser-geser layarnya.
“Saya
dan Sandi kemarin sudah menyelesaikan salah satu peragaan busana dan hasilnya
sangat menakjubkan. Sangat sesuai dengan laporan yang Indra buat, Pak!” jawab
Tika, satu-satunya wanita di dalam tim itu.
“Sepertinya
tim desainermu sangat bertalenta. Kalian semua akan mendapatkan promosi. Aku
jamin itu!” balas Endo sembari kembali melihat lembaran analisis dari Indra.
“Itu
karena anda sudah memberi kami kesempatan besar, Bos! Saya kira, hidup kami
akan berakhir menjadi kacung ketika di bawah kepemimpinan Bu Tiara, “ lanjut
Sandi tiba-tiba. Tak lama terdengar suara mengaduh ketika Tika menyodok perut
Sandi.
“Pak,
boleh saya bertanya?” tanya Tika tiba-tiba dan Endo langsng menengadahkan
kepalanya dari berkas-berkas milik Indra, “Kenapa Anda tidak memakai desainer
kawakan saja? kenapa malah memilih kami?”
“Memang
tim kalian bukan desainer kawakan?” tanya Endo tak acuh dan kembali membaca
berkas-berkas di tangannya lagi.
“Kita
masih anak bau kencur, Bos!” jawab Sandi cepat kemudian sekali lagi mengaduh
karena injakan Tika di kakinya.
“Pak!
Panggil Pak Endo, San!” bisik Tika.
Endo
terkekeh, kemudian menggeleng.
“Panggil
saja aku sesukamu!” jawab Endo kemudian mengambil tablet milik Tika, dan
menunjukkannya ke arah mereka, “Bagian mana menurut kalian yang merupakan
rancangan dari anak bau kencur? Aku memiliki HRD yang sangat kompeten di tiap anak perusahaanku, dan
kalian adalah orang-orang yang sangat kompeten bagiku.”
Senyum
terkembang dari wajah-wajah di depannya. Sekali lagi, Endo mampu mengambil
langkah yang menurutnya sangat tepat. Dan hasilnya melebihi dari yang dia
pikirkan selama ini.
“Lu
sih, pake nanya segala alesan Bos pake desain kita!” seloroh Sandi sembari menyorong kepala Tika.
“Lu gak liat waktu Pak Endo nolak tawaran
rekanan bisnisnya sih! Dia nawarin Joe Tan, San! Joe Tan desainer
terkenal itu!” jawab Tika sebal.
“Hah?
Bos nolak Joe Tan dan lebih percaya sama kita-kita ini?” tanya Sandi tidak
percaya dan dibalas senyuman Endo. “Bos, biarkan saya ngikutin Bos sampai akhir
hayat saya!”
“Lebay Lu!”
potong Indra sembari mengejek ke arah Sandi.
Perkataan
Sandi membuat Endo kembali teringat akan wajah kecewa Sofi. Beberapa kali Sofi
memaksanya menerima tawarannya, tapi dia masih menolak. Instingnya memaksa dia
menolak tawaran dari Sofi dan sepertinya instingnya menuntunnya menemukan
orang-orang yang tepat dari dalam perusahaannya sendiri.
“Lukas,
gimana hasil penyelidikanmu soal logo stempel yang aku berikan itu?” tanya Endo
kepada Lukas yang sedari tadi duduk diam memperhatikan anak-anak muda di sekitarnya.
“Sudah
saya selidiki,” ujar Lukas sedikit terperanjat, “Dan tepat seperti dugaan anda,
Pak! Logo itu memang milik salah satu anak perusahaan dari perusahaan keluarga
yang Anda maksudkan.”
Endo
menghela nafas berat mendengar semua perkataan Lukas.
“Besok,
buatkan aku janji sebelum rapat pemegang saham dimulai.”
****
yaaaahhhh koq udah abis lg...hiikkkssss pendek amat rasanya mbak rik...#reader tak tau trima kasih# maapkan hehehe makasih mbak postingnya tp tetep kurang mbak...tambah...tambah...tambah#demo depan rumah mbak rike dilempar sapu...kabooorr...
BalasHapusWah makin seruuuuuu..... Ayo lagi mbak update..
BalasHapusMba , Rima-nya mana sih? , penasaran bet nih aku
BalasHapusMbak, ak biasanya silent reader aja...salam kenal ya...suka banged ama cerita ini...tapi penasaran banged nih :-s menunggu seminggu lagi aw~ *super penasaran...
BalasHapusEniwey tengkiyuh :)
Kok pndek?:(:'(
BalasHapusKmna Rima???:'(
Rimanyaaaaa manaaaaa..hiks3
BalasHapusrimax blm ada juga...kangen sama rima....
BalasHapusbacanya sambil bengong.. maklumlah mbak, aku gak paham sama sekali tentang bisnis, saham, kerja perusahaan, dll.. hehe.. ;D
BalasHapusmakasih mbak rike, selalu dinantikan kelanjutannya.. ^_^
mbak......
BalasHapuslanjutanya dunk...
sgera dipost...
*nglunjak*
ke..rike...
BalasHapuslanjutannya mana yak?
Mbak, kok msih blm ad lnjutanny?:(
BalasHapuslagi mbak rikeeeeeeeeeeeeeeeee....... aku menunggguuuuuuuuumuuuuuu
BalasHapusKangen berat baca novel ini T.T
BalasHapus