di curhat Geje eke....
kali ini eke bakalan bahas event yang namanya Cerminalias Cerpen Mingguan.
bukan..bukan di blog ini, api di blog punya jeng +Shin Haido apalagi kalau bukan My own drama story.
jadi para pembaca curhat geje eke, yang mungkin juga suka nulis cerpen, kalian bisa kirim cepen kalian sesuai dengan tema yang tersedia tiap minggunya.untuk minggu ini temanya soal 'cinta lama yang datang kembali ketika masing-masing dah punya pasangan' untuk syarat dan ketentuannya bisa lihat di sini
bonusnya, cerpen kalian bakal di baca sama blog cerita paling nge-HITZZZ saat ini. wakakakakakkakakakakak....
selain itu, buat yang belum pernah mampir ke sana, semua eke saranin buat baca cerita di sana macem KSDH atau SIYA. eke kasih jempuooolll buat cerita ntu.
eh ada cerpe eke lho yang dah nangkring di sana untuk tema mingguan cermin kemarin. mampir ke sini ya... muaaaahhhhh
ai yop yu olll mai reader
BAB 8
ENDO
Ini
keterlaluan.
Mungkin
lebih tepatnya sangat keterlaluan.
Endo
sangat mengerti bahwa Rima sangat pemalu, tapi dia menggodanya hingga batas
akhir yang mampu diterima Rima. Kemudian inilah yang harus dihadapinya, wanita
cantik itu pingsan di ranjangnya. Kenapa dia lebih memilih pingsan dibandingkan
meronta ketakutan? Kenapa dia harus pingsan di ranjangnya? Kenapa dia tidak
pingsan ketika Endo menggendongnya tadi? Kenapa dorongan gairah ini terasa
sangat menyiksa?
Endo
segera berlari menuju kamar mandi dan menyiram tubuhnya dengan air yang keluar
dari shower. Dia berharap suhu air yang terasa dingin itu mampu menyadarkan
semua pikiran mesumnya. Air itu mulai membasahi rambutnya, tubuhnya, dan juga
celananya yang masih terpasang di sana. Mulai saat ini, dia harus lebih bisa
mengontrol semua hal yang bisa saja membahayakan Rima karena dorongan
perasaannya yang menggebu. Air dari shower masih terus mengucur dan menenangkan
pikiran Endo yang mulai goyah semenjak dia menatap Rima sebelum pesta pernikahan
mereka.
Endo
tercekat melihat sosok itu keluar dari kamar rias. Selama ini dia selalu
terkunci dengan pesona Rima, tapi kali ini dia seakan tak mampu berkutik
menerima semua pesona itu. Semua keindahan itu terasa sangat nyata di mata
Endo, dan dia tidak mampu menolaknya lagi. Rima seakan-akan menyerangnya dengan
senapan mesin yang mampu memberondongnya berkali-kali tanpa henti dan
meruntuhkan semua pertahanannya.
Begitu
pula kali ini, saat sosok indah itu tertidur di atas ranjangnya. Ranjang yang
akan mereka tempati berdua mulai hari ini. Endo berjalan keluar dari kamar mandi
dengan tubuh yang masih basah kuyup. Air menetes dari rambutnya yang pendek,
kemudian terjatuh di dadanya yang bidang dan mengalir melewati alur perutnya.
Dia mengambil handuk yang tersampir dan mengusap rambutnya yang basah. Sekali
lagi dia menatap Rima yang masih tertidur, tak sadarkan diri. Dia mampu
melakukan apapun pada Rima saat ini. Dia mampu melakukan itu semua, tapi dia
memilih untuk tidak melakukannya.
Diusapnya
lembut kepala Rima, dengan perlahan dilepaskannya semua jepit yang tersisa di
rambut Rima. Begitu perlahan karena takut membangunkannya, kemudian memberikan
ciuman yang sangat lembut di ujung bibirnya. Cukup itu saja saat ini.
****
“Aku
akan makan malam di restoran dengan Rima,” jawab Endo pada Diva yang sedang
menelponnya.
“Aku
tahu Diva! Lagipula dia istriku, aku berhak melakukan itu,” Endo memprotes
omongan Diva di seberang sana.
Sepupunya
kembali menjadi seorang pengganggu di saat Endo ingin menikmati suasana
apartemennya bersama Rima. Seperti biasa, Diva mengamuk, meminta Endo untuk
tidak menyentuh Rima, apalagi secara paksa. Dia tahu itu, dia bukan binatang,
walaupun semua dorongan itu memaksanya untuk maju. Endo mendengus keras
kemudian menutup telepon dari Diva karena kesal mendengar semua ocehannya. Dia
berbaring di ranjangnya kembali memikirkan semua yang terjadi hari ini.
Suara
pintu kamar mandi membuat Endo terkejut dan melirik ke arah kamar mandi. Dia
melihat Rima yang terlihat malu-malu mengintip dari balik pintu. Endo tersenyum
memperhatikan sikap malu-malu Rima.
“Bisa
keluar dulu? Aku mau ganti baju,” pinta Rima malu-malu.
“Mau
kubantu?”
“TIDAK!”
jawab Rima tegas dan juga ketakutan.
Endo
terkekeh, kemudian bangun dari ranjangnya dan melangkah keluar kamar. Dia
menutup pintu kamarnya sedikit keras untuk menandakan pada Rima bahwa dia sudah
keluar. Dari luar, Endo bisa mendengar suara pintu kamar mandi yang terbuka dan
suara langkah kaki yang berjalan cepat. Betapa itu suara yang sangat menyenangkan.
Endo
melangkah menuju sofa di depan dapur, kemudian mencoba memejamkan matanya
sejenak. Kepalanya terasa berat karena selama beberapa hari ini dia tidak bisa
tidur, memimpikan hari ini. Itu sedikit memalukan karena dia bertingkah seperti
anak kecil yang merindukan hari wisata sekolah. Satu helaan nafas, kemudian
Endo mulai mendengkur.
Di
dalam mimpinya, dia melihat Rima tersenyum kepadanya di sebuah taman. Lambat
laun mereka semakin mendekat dan tiba-tiba mereka berdua sudah berada di dalam
kamar. Rima mendorong pelan tubuh Endo ke atas ranjang dan mencium leher Endo
lembut. Endo merasa sangat nyaman dan mulai memeluk Rima erat. Rima di dalam
mimpinya meliuk di atas dadanya dan mulai membuka satu persatu kancing baju
Endo. Sampai ketika Rima akan membuka kancing celana Endo, muncul Devi
berteriak menghalangi dan menarik Rima menjauh, menghilang dari mimpinya.
“Sialan!”
teriak Endo sembari terbangun dari mimpinya.
PRANG…
Endo
melihat Rima sangat terkejut hingga menjatuhkan panci yang dia bawa. Rima
berdiri ketakutan di pojok dapur sembari menatap Endo bingung. Endo merasa
sangat bersalah karena telah mengagetkan gadis itu, dia hendak berdiri dan baru
menyadari selimut yang menutup tubuhnya. Sepertinya Rima yang menyelimutinya
ketika dia tertidur. Ditatapnya gadis yang ketakutan itu dengan perasaan
bersalah, dan bayangan tentang mimpinya membuat darahnya kembali berdesir.
“Maaf,
aku mengagetkanmu. Kupikir lebih baik kita makan di rumah daripada pergi ke
restoran,” jawab Rima ketakutan. Dia segera mengambil panci yang tadi terjatuh
akibat keterkejutannya di lantai.
Endo
segera berlari mendekati Rima dan membantunya membereskan kekacauan yang
terjadi. Sekali lagi Rima merasa sedikit ketakutan berada di dekat Endo dan
Endo sangat memaklumi hal itu. Kalau saja dia bisa memeluk Rima dan meminta
maaf, pasti itu akan dia lakukan.
“Maaf,
tadi gara-gara mimpi,” ujar Endo menyesal.
“Mimpi
buruk?”
“Sangat!
Hampir bisa dibilang menyebalkan,” ujar Endo merasa sedikit kesal mengingat
mimpinya barusan. “Jadi, kamu masak apa?”
Rima tersenyum
kemudian membuka panci lain yang berada di atas kompor. Bau wangi masakan
mengingatkan Endo akan masakan rumahan yang dulu sering dia makan bersama
keluarganya.
“Aku
tadi lihat ada telur dan tomat di kulkas. Kupikir Bali Telur bisa jadi makanan
yang mengenyangkan malam ini. Tinggal menunggu nasinya matang,” jelas Rima
sembari menunjuk ke arah rice cooker yang mengeluarkan asap tebal.
“Telurmu.”
“Hah?”
“Itu
telur milikmu yang kamu berikan di awal pertemuan kita,” ujar Endo. Rima
menelan ludah getir. Sepertinya teringat sesuatu kembali. “Masih mau makan di
rumah, atau kita pergi ke restoran sekarang?”
“Tidak,
aku tidak apa-apa. Telur itu bukan masalah, apapun cerita yang pernah ada
bersamanya!” jawab Rima sambil tersenyum getir. “Atau kamu mau makan di
restoran?”
Endo
menggeleng kemudian mengambil beberapa piring dan juga peralatan makan di laci
yang tergantung. Dengan cekatan Endo menata meja makan untuk mereka berdua.
Rima berusaha melarang Endo melakukan itu, tapi Endo tak peduli. Dia menyuruh
Rima mengawasi lagi masakannya sedangkan dia mulai menata beberapa gelas dan
juga air minum. Semua tertata cepat dan ketika sudah terhidang semua di meja,
mereka mulai makan. Suara berdenting sempat mengisi keheningan di antara mereka
berdua.
“Jadi,
kamu pintar masak ya?” tanya Endo tiba-tiba.
Rima
sedikit terkejut dan menggeleng cepat.
“Tidak,
itu semua cuma masakan biasa,” jawabnya malu.
“Ini
enak, sepertinya lebih baik kalau kita selalu makan di rumah.”
Sekali
lagi Rima tersipu malu.
“Bicara
tentang rumah mungkin kita akan pindah ke rumah kita sendiri sekitar beberapa
bulan lagi”
“Lha?
Tempat ini?” tanya Rima bingung.
“Ini
apartemen, bukan rumah, Rima. aku sudah menyiapkan sebuah rumah untuk kita
tinggal.”
Endo
melirik ke arah Rima dan melihat gadis itu kembali tersipu. Apa yang dia
pikirkan di balik sikapnya yang malu-malu itu? Apakah dia tersiksa tinggal
bersamanya? Apakah dia membenci Endo? Sekali lagi semua pertanyaan itu menyiksa
pikiran Endo.
“Aku
minta maaf,” ujar Endo kembali memecah keheningan di antara mereka.
“Untuk
apa?”
“Untuk
tidak bisa membawamu bulan madu. Pekerjaan di kantor memaksaku untuk terus
masuk meskipun aku komisarisnya.”
Wajah
Rima bersemu merah dan itu sedikit membuat hari Endo melayang. Bisakah dia
berharap dari reaksi Rima yang seperti itu?
“Jadi,
nanti malam kamu tidur dimana?” tanya Rima menyelidik dengan cemas.
Endo
meminum air di gelasnya kemudian menatap Rima menggoda. Gadis itu menampilkan
kembali wajahnya yang penuh kecemasan dan Endo sangat menyukai hal itu. dia
sangat suka melihat wajah Rima yang penuh ekspresi. Dia sangat tergila-gila
akan hal itu dan dia sangat merindukan wajah Rima seperti yang ada di dalam
mimpinya.
“Menurutmu,
suami dan istri apa harus tidur terpisah?” jawab Endo separuh menggoda.
Rima
terkejut dan membuat dia tanpa sengaja menjatuhkan sendok dan garpunya. Itu
membuat kesenangan tersendiri di hati Endo.
“Apa
tidak ada kamar lain? Atau aku akan tidur di sofa, atau…”
“Aku
tidak akan memaksa,” ujar Endo sedikit kecewa mendengar pernyataan Rima. “Aku
akan menunggu sampai kamu sendiri siap, tapi aku minta kesempatan untuk kita
lebih dekat.”
“Kesempatan?”
“Biarkan
aku menjadi suamimu sampai saat dimana kamu membuangku.”
Rima
terdiam mendengar perkataan Endo barusan. Endo bisa melihat mata gadis itu
berkaca-kaca karenanya.
“Aku…aku…,”
Belum
sempat Rima menyelesaikan perkataannya, suara dering ponsel milik Endo sudah
menginterverensi. Endo mengambil ponsel yang berada di kantung celananya dan
melihat nama Lukas tertulis di layarnya.
“Sori,
aku harus mengangkat telpon ini,” ujar Endo yang dibalas anggukan Rima.
Endo
sudah berdiri meninggalkannya sendiri di meja makan dan mulai bicara dengan
Lukas. Sekali lagi dia harus disibukkan dengan masalah pekerjaan di saat dia
harusnya bisa bersantai. Endo berjalan menuju ruang kerjanya sambil terus
bicara kepada Lukas.
“Anda
kenal dengan wanita bernama Sofi?” tanya Lukas tiba-tiba
“Sofi?”
“Dia
tadi datang ke kantor dan menanyakan anda. Dia juga menanyakan bagaimana cara
menghubungi anda.”
“Kau
bilang apa?”
“Saya
bilang, nanti saya sampaikan kepada anda dan anda yang akan menghubungi dia
terlebih dahulu. Dia memberikan nomer yang bisa dihubungi kepada saya. Apa
perlu saya kirim sekarang?”
“Tidak
perlu, besok saja berikan padaku di kantor.”
Endo
menutup ponselnya dan mengambil rokok yang ada di dalam laci mejanya. Tak lama
dia meletakkan kembali rokok itu ke dalam lacinya karena terlalu takut akan
aroma rokok yang nantinya menempel di tubuhnya. Dari sela-sela pintu ruang
kerjanya, Endo bisa melihat Rima yang masih sibuk membersihkan dapur. Gadis itu
terlihat sangat sibuk dan begitu bersemangat membersihkan semua sudut dapur dan
terlihat puas ketika dia sudah menyelesaikan semua pekerjaannya. Sebuah senyum
tersungging di bibir Endo ketika dia membayangkan wajah Rima yang ketakutan
akan waktu tidur yang segera tiba.
****
10 tahun yang lalu
“Kalau
kamu cemberut terus seperti itu, tidak akan ada yang berani menyapa!”
Endo
melihat ke arah seorang gadis yang berdiri di depannya. Gadis itu bertubuh
pendek dan mengingatkannya akan sosok Rima. Endo kembali menyumpahi dirinya
yang terus mengingat Rima. Setelah kelulusannya kemarin, gadis itu tiba-tiba
menghilang, bahkan Endo tidak tahu cara menghubungi dia. Sepupunya – Diva – menolak
memberi tahu semua tentang keberadaan Rima. Apa yang sebenarnya terjadi dengan
gadis itu? Kenapa dia tidak pernah memberitahu apapun tentang dirinya sama
sekali. Membuat Endo hampir mati karena rasa penasaran. Apalagi saat ini ketika
dia harus kuliah di kota yang jauh dari tempat Rima berada tanpa tahu cara
menghubungi gadis itu. Ini semua terasa bagai siksaan bagi Endo.
Seandainya
saja Ayahnya masih hidup, dia tidak perlu melakukan ini semua. Endo masih bisa
memakai waktunya untuk mengenal Rima lebih jauh. Paling tidak mencari tahu
bagaimana cara menghubungi gadis itu, apa kesukaannya dan kenapa tiba-tiba dia
menjauhi Endo kemudian menghilang. Tapi semua ini terjadi, Ayahnya meninggal
dan dia harus segera menggantikan posisi Ayahnya untuk menanggulangi masalah
yang bisa saja terjadi karena kekosongan tampuk kepemimpinan. Ibunya sama
sekali tidak bisa di harapkan dalam hal ini. Wanita itu hanya seorang wanita
biasa yang hanya tahu cara mengurus anak dan suami, bukan sebuah perusahaan
besar. Endo adalah satu-satunya orang yang bisa diandalkan sebagai pewaris
semua perusahaan Ayahnya.
“Hei,
kamu bisu?”
Endo
kembali menoleh ke arah Gadis itu. Gadis kurang ajar, dia diam karena memang
tidak mau bicara dengan siapapun tak terkecuali dia. Endo memilih untuk meninggalkan
gadis itu sendiri sementara gadis itu terus mengejarnya.
****
“Namaku
Sofi!” ujar gadis itu sekali lagi saat ini di depannya.
Selama
berhari-hari Endo berusaha menghindari semua orang, tapi gadis yang satu ini
selalu mengejarnya. Dia hampir kehabisan akal bagaimana cara menghindari wanita
satu ini. Tiba-tiba gadis yang bernama Sofi ini sudah duduk di sebelahnya. Saat
Endo bermaksud berdiri untuk meninggalkannya, Sofi menarik tangan Endo keras. Walaupun
tubuhnya kecil, Sofi mampu menarik Endo supaya duduk kembali.
“Tunggu,
aku sudah capek mengejar kamu kemana-mana! Bisa kita duduk aja? Aku cuma mau
ngobrol!” ujar Sofi memohon kepada Endo.
“Aku
nggak ada urusan sama kamu!” jawab Endo ketus.
“Hah,
kamu bisa bicara ternyata. Aku kira selama ini kamu bener-bener nggak bisa
bicara!”
Endo
mendengus keras. Sofi adalah sosok yang paling tidak ingin ditemui Endo dari
semua orang saat ini. Sosoknya begitu mirip Rima, apalagi ketika dia
membelakangi Endo. hati Endo serasa tersayat setiap mengingat Rima yang saat
ini mungkin sudah melupakan dirinya.
“Kamu
mau apa?” tanya Endo sebal dan di bahas senyuman Sofi.
“Makasih
karena kamu sudah nolongin aku!”
Endo
mengangkat alisnya sebelah mata, kebingungan dengan semua omongan gadis itu.
Sofi terbahak melihat semua kebingungan di wajah Endo.
“Sebenarnya,
aku juga mau minta tolong lagi.”
“Aku
nggak mau!” jawab Endo singkat.
“Dengar,
ini bisa jadi menguntungkan kita berdua. Sungguh!”
Pertolongan
macam apa yang bisa menguntungkan mereka berdua? Tapi perkataan Sofi membuat
Endo menahan semua langkahnya untuk beranjak pergi. Sofi melihat kesempatan
yang diberikan Endo dan mulai menarik nafas untuk menyatakan maksudnya.
“Dengar,
aku tidak mau sombong, tapi aku sedikit kesulitan dengan semua penggemar yang
berusaha mendekatiku. Dan ketika salah satu dari mereka mencoba menyatakan
perasaan padaku, aku menolak dengan mengatakan sudah punya pacar…er…itu kamu!”
Sialan!
Gadis ini sama dengan semua gadis lain yang berusaha mendominasi Endo. Mengaku
sebagai kekasihnya dan membuat dia menjadi sosok seorang playboy ketika ada
gadis lain yang berbohong. Apa itu yang membuat Rima menjauhinya? Endo bersiap
beranjak kembali menjauhi Sofi, tapi Sofi memegang erat lengannya lagi.
“Tunggu!
Ini nggak seperti yang kamu pikirkan! Aku lihat kamu juga sepertinya kesulitan
menolak semua wanita yang sedang gencar mendekatimu! Makanya aku mau buat
kesepakatan!”
“Apa
lagi maksudmu!” sentak Endo marah. Sofi tak bergeming menatap Endo.
“Kita
pura-pura pacaran! Semua supaya tidak ada yang mendekati kita. Aku cuma butuh
ketenangan saat kuliah. Semua ini kulakukan demi perusahaan keluargaku yang
membutuhkanku nanti ketika lulus. Kamu sosok yang sempurna sebagai sosok
penolak semua pengganggu itu. Dan aku, juga tidak mengecewakan sebagai sosok ‘pacar’!”
Sofi mengangkat kedua tangannya dan menggerakkan jari telunjuk dan
kelingkingnya membentuk tanda petik.
Endo
melihat gadis itu dari ujung kepala hingga ujung kakinya. Benar-benar postur
yang sangat mirip dengan Rima. Wajah gadis itu juga cantik dan kulitnya yang
putih mengingatkannya kembali akan Rima. Sial, bayangan tentang Rima terlihat
sangat nyata di sosok gadis itu.
“Aku
tidak butuh kamu untuk menolak semua perempuan!” tolak Endo sinis.
Sofi
tertawa mengejek.
“Kamu
pikir aku nggak lihat betapa terganggunya kamu yang sibuk menghindar di semua
tempat, membuang semua surat cinta picisan ke tempat sampah yang jauh dari
kampus dan bingung menghadapi sikap cewek-cewek yang satu kelompok denganmu
ketika mengerjakan tugas? Dengar, kesepakatan ini bisa sangat menyelamatkan
kehidupan kampus kita. Tolong, aku cuma mau ketenangan, kamu juga kan?”
Endo menghela
nafas sebal mengingat semua yang dikatakan Sofi adalah kebenaran. Dia tidak
ingin menjalin hubungan dengan siapapun saat ini, terutama ketika hatinya masih
terpaku dengan Rima.
“Aku
akan ninggalin kamu kalau kamu ngejar cewek atau maupunya pacar yang satu
kampus, tapi tolong bantu aku selama kamu masih kosong!” Sofi memohon penuh
harap pada Endo dan tatapan itu kembali mengingatkan Endo kepada Rima.
“Terserah!”
jawab Endo menyerah
Sofi
mengepalkan tangannya bahagia.
****
Sebuah
pelukan di pinggang membuat Endo sedikit terkejut dan menoleh ke arah
sumbernya. Sofi terkekeh ketika Endo menatapnya dengan pandangan dan senyuman
yang dingin seperti biasa. Sofi sudah terbiasa dengan semua pandangan itu.
Bahkan semua itu sudah jauh lebih baik daripada saat mereka pertama bertemu. Sudah
3 tahun mereka bersama dan saat ini, Sofi adalah satu-satunya wanita yang dekat
dengan Endo. Bahkan menjadi satu-satunya orang yang bisa memberikan cintanya
kepada Endo.
Setelah
hampir dua tahun mereka berpura-pura pacaran, pada saat awal tahun ketiga
mereka, dia menyatakan perasaannya yang sesungguhnya kepada Endo. Endo memang
tidak menjawab apapun, tapi dia tidak melarang Sofi melakukan semua yang ingin
dia lakukan. Endo menjadi sosok kekasih sebenarnya bagi Sofi. Menerima semua
pelukannya, menerima semua rengkuhannya di lengan Endo yang kuat, menerima
semua ajakan kencan Sofi, bahkan menerima ciuman Sofi di bibirnya ketika mereka
sedang berdua menikmati sore yang indah di pantai.
Tapi ada
satu hal yang tidak Sofi ketahui dari semua penerimaan Endo. Endo tak kuasa
menolak semua bayangan Rima yang selalu muncul ketika bersama Sofi. Semakin lama
dia bersama dengan Sofi, semakin dia merasa bahwa Rima yang berada di dekatnya.
Menganggap semua pelukan dan rengkuhan yang diberikan Sofi dilakukan oleh Rima,
menganggap semua kencan yang dilalui bersama Sofi adalah kencan yang dia
dambakan bersama Rima, dan ketika Sofi menciumnya sore itu, dia membayangkan
Rima yang mengecup lembut bibirnya. Endo frustasi dan hampir gila dengan semua
perasaannya pada Rima ahirnya tak kuasa membiarkan sosok Rima muncul di Sofi. Membiarkan
semuanya terjadi hanya untuk memuaskan hatinya yang frustasi akan Rima.
“Bisa
nggak sesekali kamu yang ngajak aku kencan?” tanya Sofi sebal ketika dia sekali
lagi harus menanyakan kesediaan Endo untuk berkencan. Dan sekali lagi Endo hanya
tersenyum kecil untuk menjawabnya. Membuat Sofi harus menyimpulkan sendiri arti
senyuman itu.
Sofi
menyentuh wajah tampan Endo dan kembali mencium bibir indah Endo dan sekali
lagi dia merasakan nyeri di hatinya ketika melihat wajah Endo yang selalu
terdiam. Seakan menganggap bahwa ada ataupun tidak ciuman itu,tetap sama saja
bagi Endo.
“Sebenernya
gimana perasaan kamu ke aku, Ndo?” tanya Sofi sedih.
Sofi merasakan
kekosongan dalam hatinya. Dia memberikan semua cintanya untuk Endo, tapi
hatinya selalu ragu akan cinta Endo kepadanya. Endo memberikan semua yang dia
mau, tapi itu semua karena dia memintanya. Sofi merasa dia selalu mengejar
Endo, tapi dia tidak tahu apakah Endo menunggunya atau tidak. Dan sekali lagi
Endo hanya terdiam mendengar pertanyaan Sofi.
“Ndo,
aku sayang kamu,” ucap Sofi lirih, berharap Endo tersadar, “Tapi kenapa aku
meragukan semua perasaan kamu.”
“Maksudmu
Sof?”
“Kamu,
apa pernah kamu berpikir untuk berinisiatif terhadap semua cinta kita? Aku ngerasa
kayak pacaran sama robot. Robot yang merespon semua kenginan aku, tapi nggak
pernah berinisiatif apapun terhadapku. Bahkan aku nggak tahu ini semua cinta
kita atau hanya aku…
Ndo,
tolong kasih aku kepastian. Aku tahu kalau dulu aku bilang mau menunggu kamu,
tapi aku nggak kuat Ndo!”
Endo
hanya terdiam, tak mampu menjawab semua perkataan Sofi. Di hatinya hanya ada
Rima, dan dia menganggap Sofi sebagai pengganti Rima. Bahkan dia selalu menatap
Sofi dan mencari sosok Rima di sana. Endo tidak sampai hati mengatakan semua
itu kepada Sofi yang begitu baik kepadanya. Meskipun itu berarti bahwa dia
adalah seorang pengecut. Sofi mulai menangis dan menyadari sosok di hadapannya
tidak akan pernah mengatakan apapun tentang perasaannya.
“Lebih
baik kita putus, Ndo! Makasih buat semuanya,” ujar Sofi sembari berlalu
meninggalkan Endo sendiri sore itu.
Sebulan
kemudian Endo mengetahui berita bahwa Sofi sudah memiliki seorang kekasih dari
pembicaraan teman-temannya. Seorang pria yang berasal dari angkatan di
bawahnya. Tapi hati Endo tidak merasa sakit mendengar berita itu. Dia hanya
merasa kosong kembali seakan kehilangan sosok Rima untuk kedua kalinya.
****
Endo
terbangun di tengah malam, dia terkejut melihat posisi tidurnya yang memeluk Rima
dari belakang. Dalam posisi sedekat ini, dia bisa mencium wangi rambut dan juga
kulit Rima. Wajah Rima yang tertidur dalam pelukannya begitu terasa
menenangkan. Setelah selama 10 tahun mencoba menjalin hubungan yang baru dengan
beberapa wanita, dia masih terus merindukan sosok Rima. Sampai saat malam ini
ketika Rima sudah berada di dalam pelukannya, dia merasakan ketenangan di dalam
hatinya.
Rima bergerak
dan menggumam tidak jelas di dalam tidurnya. Membuat Endo segera memejamkan
matanya, berpura-pura untuk tidur. Tapi ternyata Rima hanya menggeser sedikit
kepalanya dan masih tetap tertidur. Sebuah tarikan di lengan Endo membuat Endo
terkejut dan kembali berdebar. Rima memeluk erat tangan Endo yang memeluk
perutnya. Meskipun itu tidak Rima sadari, tapi sudah membuat perasaan Endo
sangat senang malam ini. Sekaligus berdebar ketika Endo merasakan gairahnya
kembali merambat naik.
Di tempat
lain di sebuah apartemen yang baru saja ditempati, Sofi duduk menatap kosong ke
arah jendela kamarnya. Pikirannya teringat kembali akan sore yang paling dia
sesali sampai saat ini. Sore dimana dia meninggalkan Endo. Seandainya saja dia
bisa jauh lebih bersabar, maka Endo akan terus bersamanya. Dia tak perlu
mengulang semuanya seperti saat ini. Tapi kali ini Sofi akan jauh lebih
bersabar menghadapi semua tantangan di depannya.
Sofi menghela
nafas pelan kemudian tersenyum, mencoba memejamkan matanya dan mengingat
kembali saat bersama Endo.
****
wah.. asyik nih jadi Rima.. wkwkwkw... mau donk punya suami kyk Endo..... hihihihihihihihih.... bibirku gak bisa ilang seringainya tiap baca KK nih jeng... bery good jobbb... hihihih.. :kecup Endo: ayoo MP nya ditunggu....
BalasHapuswakakakakakak...
Hapuseaaa....
MP lagi...
wah,...makin bagus aja nih mbk ceritanya,semakin penasaran,...di tunggu y mbk klanjutannya
BalasHapusmakasiiiihhh.... ayo mampi teruusss
HapusHowaaaaa salah posting
BalasHapuswaakakakakakkakak
koplaaaakkkkkk
Wakakakakakakka rima gokil, bodoh ah, msh aj ngeles sana sni, boong sana sni ,iiihhhkk jitak2 rima
BalasHapusPotato queeeeennnnn..... Lagi dunnnkkk
Mba cin moga2 bab 9 MPnya,aseeeekkk
Kn dh beli lingerie.wakakakak
Ulang komeng ah, untuk bab 8.hahahhaaa
HapusAikhhh kasian endo ku ŜãÝåňĢ, g bsa lupain rima, cup2 skrg udh dpt kn ndo rimanya...senengnyaaaaa
itu si sofi bakal jd pengganggu tu kayanya..
lempar Ririn pake bom.
Hapuswekekkekekekekekekekek
*masih kena sindrom salting alias salah posting
wakakakaka ngakak.com tiap hari aja mbk salah pos :) potato queen....pokoknya bab 10 hrs uhuk2* emot kabur
BalasHapusthanks mbk iko
sambit nene pake klompen.
Hapuswekekekekekek nyooohh lanjutannya
Mau dong jd Rima...... Mba, thank u, makin suka ama ceritanyaaaa, lagi dunkkkkk......
BalasHapushooo sudah ada lanjutannya
Hapuskapan MP nyaaaaaaaaaaaaa... *mewek minta MP (molen pisang)
BalasHapusngok... MP???
HapusMakin Penasaran pastinya aaa...
wakakakakakakakaak
Mba Ikeeeee,,Vie mw Endooooo,,mw Endoooo dkrm krmh Vie skrg bs gaaa??mauuuuuuu.... Hukz....
BalasHapus*ngeceeessss*...
Mksh Mba Ikeeeeee...
Lha Mr. WH mau ditaruh mana dung?
HapusMalang bener nasibmu ndo...saat MP malah ditinggal pingsan Rima. Haha...mandi air dingin terusss
BalasHapusbiar seer boookk... wakakakkakaakakak
HapusPengganggu mulai berdatangan inih kayaknyaaa ihhhhh..
BalasHapushajaaarr pake obat nyamuk semprot. weekekekekekekek
HapusSabar ya Ndo.. Kuatkn iman mu brsma istri Ɣªήğ lugu ÷ polos, pemalu. Klop dech... Bsa2 tiap mlm Endo mandi air dingin nich..Heheh.
BalasHapusmumpung ledeng masih nancep. wakakakakakakaakak
HapusWhooooaaaa..... mkn seru aj..endo nakal banget.. suka dehhh... kpn nihh si rima MP (makan pisang) kiiikkkiiik.....
BalasHapusMau Perang...
Hapuswakakakakakaakk
Mbak,lanjutin dong!!! Penasaran abissss :(
BalasHapusoooo sdaahh... ayo mampir
Hapuslanjutkan yo mba.... seru banget, bikin gregetan hehe
BalasHapusoh ya mba, mba rike tahu emailnya mba maria chrisna? aku mau kirim ke emailnya buat daftar ke blognya tp gak tau apa emailnya....
wekekekekek sudah ada lanjutannya
Hapuswaahh... aku lupa imelnya.
coba hubungi via watty sama G+ aja. kalo gak salah nicnamenya ada di bab KK sebelum ini