Senin, 01 Juli 2013

Kawin Kontrak - Bab 13



 di curhat geje kali ini, eke mau curhat sesuatu...(bekson lagu syahrojak) eke baru tau kalau ternyata eke sudah jadi super gendut. ini akibat dari gak  punya cermin sebadan di rumah, yang bikin eke gak pernah sadar kalo badan eke itu dah super melar. (*nangis). pas kemaren nunut kamar mandi hotel, eke baru sadar itu. Ya Gustiiii, kenapaaaaahhh ini terjadi padakuuuuhh... kenapaaaahhhh.....
*nangis di bawah dispenser sambil bawa payung.

wakakakakakakakka... satu lagi, selamat munikmati Kawin Kontrak ya.muuaaaahhhh



BAB 13
RIMA


Harusnya aku mengikuti Endo dan Sofi, tapi aku malah terdampar di cafe ini. sebuah cafe yang masih berada di Mall yang sama dengan keberadaan Endo maupun Sofi. Tiba-tiba saja tadi Lea menelponku dan meminta kepadaku untuk bertemu saat aku mencoba mengikuti Endo. Dan bodohnya, kenapa aku mau saja menemuinya di sini? Seharusnya aku mengejar Endo dan tidak mengindahkan Lea. Tapi untuk apa aku mengejar Endo? Dia berhak jalan dengan siapapun! Bukannya semua ini aku inginkan? Tapi aku kan masih istrinya! Dan kenapa aku harus pusing berpikir seperti ini? (Hati kecilku mencibir semua perkataanku dan seakan menari-nari di atas penderitaanku)
Aku memijat keningku pelan dan berharap Lea segera datang agar aku bisa segera pulang. Kenapa juga aku masih mau menemuinya? Dia sudah mengkhianatiku dan juga menghacurkan hubunganku dengan Tio. Apalagi yang dia inginkan?
“Lama menunggu?”
Aku tersentak mendengar suara itu. Lea berdiri di hadapanku dan tetap terlihat mempesona. Cantik dengan rambut merah tembaganya dan juga wajahnya yang angkuh. Tapi kali ini penampilannya terlihat sedikit menyedihkan.
“Kamu…kenapa?” tanyaku bingung.
Dia duduk di depanku dan aku bisa melihat jelas tubuhnya yang sepertinya sedikit membengkak.
“Aku mau bicara, Rim!” ujarnya terdengar sedih.
Aku berdehem pelan dan menunggunya bicara.
“Aku mau minta maaf…”
“Baiklah, sudah kumaafkan. Aku pergi!”
“Tunggu Rim!”
“Apa lagi?” sentakku kesal.
“Aku sama Tio, aku mau dia jadi pacarku, Rim!”
Aku menelan ludah getir mendengar ucapan Lea.
“Kalau kamu mau, ambil aja! Aku sama Tio sudah nggak ada apa-apa!”
“Tapi dia masih mikirin kamu. Dia masih berharap sama kamu!” rengek Lea.
Sungguh menyedihkan. Dulu aku menganggap Lea adalah wanita yang mandiri, wanita yang tegar dan juga kuat, tapi saat ini dia merengek mengharapkan cinta si bajingan bernama Tio.
“Itu bukan urusanku, Lea! Mau kamu apa sih?”
“Kamu bilang ke dia kalau kamu nggak mau sama dia lagi!”
“Kamu pikir aku nggak pernah bilang itu ke cowok brengsek yang namanya Tio itu? tolong Lea, aku capek harus menghadapi kalian berdua! Tolong kasih aku ketenangan!”
Lea terdiam menatapku bingung.
“Kamu sudah pernah bilang ke dia?”
“Aku bahkan sudah menikah! Bisakah kalian melepaskan aku? Jangan menggangguku lagi. Aku nggak mau ketemu sama bajingan yang namanya Tio itu,” jawabku kesal.
“Terlambat!”
Apanya yang terlambat?
Oh sial!
Dari kejauhan aku melihat Tio berjalan ke arah kami. Aku melotot tajam ke arah Lea yang saat ini hanya tertunduk tak berani melihatku.
“Aku cuma mau kamu menegaskan semuanya ke dia,” ujar Lea lirih.
Bagaimana bisa dia mengkhianatiku lagi? Seharusnya aku tidak pernah percaya dengan sosok Lea. Dia sudah pernah memanfaatkanku dan juga mengkhianatiku sekali. Saat ini aku kembali terjatuh di lubang yang sama. Aku segera berdiri, bergegas meninggalkan Lea. Satu-satunya akses keluar sudah terhalangi oleh sosok Tio yang semakin mendekat. Itu membuatku harus berlari menuju ke dalam Cafe dan bersembunyi di salah satu tempat yang tidak bisa di masuki Tio.
Toilet!
Dia tidak akan bisa memaksaku di dalam sana. Aku berlari segera menerobos beberapa orang untuk mencari toilet dan untungnya aku menemukan satu. Dengan satu sentakan, aku memasuki ruangan itu. Tapi sepertinya aku menemukan tempat yang salah. Beberapa mata menatapku kebingungan dan beberapa yang lain tampak berusaha sembunyi dari kehadiranku. Aku menelan ludah dan mulai panik.
INI TOILET PRIA!
Aku berteriak menahan malu, tapi tidak mungkin juga aku keluar saat ini. Tio sudah semakin mendekat. Dengan sisa-sisa keberanian yang tersisa, aku memasuki ruangan yang lebih privat di dalam toilet pria ini, WC. Sesaat setelah aku mengunci pintu WC, aku mendengar suara seseorang memanggil namaku, itu Tio. Aku berusaha mengambil ponselku dan menghubungi Diva secepatnya.
"Di, tolong aku!” teriakku sebelum Diva sempat mengatakan halo.
“Kamu kenapa?” tanya Diva panik.
Aku berusaha menjelaskan sebisanya sambil terus menahan pintu yang berkali-kali di gedor Tio. Diva menjanjikan datang secepatnya dan segera menolongku. Ini berarti aku harus berada di dalam WC ini di waktu yang cukup lama.
Sedikit ketakutan aku bersandar di pintu WC, menahan lebih keras supaya Tio tidak bisa mendobraknya. Tanganku masih terasa bergetar dan bau pesing samar-samar masuk ke dalam hidung. Tunggu, ada bau lain yang menusuk hidungku dan ketika ku toleh, di dalam toilet itu masih ada bekas-bekas pengolahan yang sepertinya secara sadis belum di siram.
“Rima, kumohon dengarkan aku!” teriak Tio di luar sana.
Itu semakin menegaskan bahwa aku sama sekali tidak bisa keluar dari ruangan ini. perutku bergejolak dan siap untuk muntah melihat semua kebiadaban di toilet ini. Bagaimana bisa mereka meninggalkan jejaknya tanpa disiram terlebih dahulu?
“Pergi!” teriakku, berharap Tio segera pergi dan itu berarti aku terbebas dari siksaan dunia ini.
“Aku nggak akan pergi sebelum kamu kembali sama aku!” teriak Tio.
Baik, itu semakin menegaskan bahwa siksaan ini akan terus menerorku. Antara bertemu Tio dan berdamai dengan ampas manusia.
Aku lebih memilih berdamai.
Walaupun itu membuat perutku semakin mual dan akan muntah. Membuatku teringat sebuah cara untuk menanggulangi rasa mual. Ambil nafas dalam dan hembuskan lewat mulut. Tapi yang terjadi ketika aku mempraktekannya, mual itu semakin bertambah karena bau yang sebelumnya kutahan dengan tanganku langsung masuk memenuhi paru-paruku.
“Aku nggak mau bicara apapun, apalagi balik sama kamu, Brengsek!” teriakku yang semakin memperburuk keadaanku. Bau toilet ini benar-benar meracuniku.  
Ini semua bisa membunuh manusia dan seluruh peradabannya dalam waktu beberapa saat. Membuatku segera menghidupkan keran dan menumpahkan semuanya ke dalam kakus berkali-kali. Tio terus mengoceh dan aku tidak bisa mendengar apa yang dia katakan. Konsentrasiku benar-benar tercurahkan untuk menyiram toilet ini.
“Dengar Rima, aku cinta sama kamu!”
Tiba-tiba aku mendengar kata-kata aku saat semua ampas itu sudah menghilang di saluran terbawa oleh air. Kata-kata itu membuat dadaku terasa nyeri dan kembali teringat akan semua yang Tio dan Lea lakukan. Membuatku kembali menangis dan merasa terpuruk lagi. Suara ponsel tiba-tiba mengagetkanku dan tampak nomer milik Endo memanggil.
“Ya?”
“Rima, aku sekarang sedang…kamu nangis, Rim?” tanya Endo.
“Nggak, kamu mau bilang apa?” jawabku berusaha berbohong dan menahan isakan tangisku.
“Rima, kenapa?” tanya Endo makin cemas.
“Aku selalu cinta sama kamu, Rim. Tolong, kembali sama aku!” teriak Tio dari depan pintu dan membuatku terkejut. Endo terdiam dan sepertinya mendengar semua itu.
“Kamu dimana sekarang?” tanya Endo dengan suara yang terdengar marah.
“Aku…aku nggak apa-apa!”
“Kamu dimana Rim? JAWAB!” sentak Endo.
Itu membuatku tak mampu lagi berbohong dan mengatakan dimana posisiku berada. Termasuk mengatakan toilet terkutuk ini kepada Endo. Setelah Endo mendengar itu semua, dia segera menutup ponselnya.
Seharusnya tidak butuh waktu lama untuk Endo menemuiku, karena kami berada di gedung yang sama. Tapi yang kurasakan saat ini, waktu berjalan sangat lambat. Sementara itu Tio terus mengucapkan kata-kata gombalnya kepadaku.
“Kamu sudah punya Lea! Jadi tinggalin aku Tio!” teriakku berusaha mengusir Tio, “Aku sudah menikah sekarang! Kamu sama sekali nggak berhak buat ganggu aku!”
“Kamu pikir suami kamu cinta sama kamu lebih daripada aku, Rim?”
Aku terkejut mendengar perkataan Tio.
“Dia itu kaya, dia punya semuanya! Dia bisa dapat semua yang dia mau dengan mudah! Kamu pikir, apa yang bisa buat dia mau sama kamu? Kamu cuma dijadikan mainan buat dia, Rim!
Dia cuma butuh penyegaran dari rutinitasnya yang membosankan, dan kamu cewek yang tepat buat semua itu. Kamu, cewek yang selama ini nggak pernah ada di pikiran setiap pria seperti dia, bener-bener bahan yang cocok untuk melepas semua kebosanan dia! Setelah dia puas, dia bakal ninggalin kamu dan balik sama cewek-cewek dari kalangannya.”
Hatiku terasa nyeri dan kembali teringat akan kedekatan Endo juga Sofi. Sofi begitu cantik dan juga sederajat dengan Endo. Semuanya yang ada di Sofi terasa sangat tepat bersanding dengan Endo. Sementara aku, aku cuma perempuan biasa yang bahkan sama sekali tidak pantas bersanding dengan Endo. Apa aku memang ditakdirkan dengan pria seperti Tio?
“Diem kamu!” teriakku terisak.
“Itu kenyataan, Rima. Aku tahu banyak tentang pria seperti suamimu itu! Kamu, cuma mainan buat dia!”
Dadaku terasa semakin sakit dan bertanya-tanya dalam hati. Apa benar semua perkataan Tio? Bagaimana dengan semua sentuhan dan juga ciumannya? Apa penantian selama 10 tahun itu juga cuma sebuah kebohongan? Kepalaku terasa sakit memikirkan jawaban semua pertanyaanku itu.
“Rima, kamu ditakdirkan untukku. Kita harusnya bersama. Aku mau kita balik seperti dulu, Rim!” pinta Tio menghiba dan membuatku semakin merasa muak.
“Diam!” teriakku.
Sebuah gebrakan di pintu toilet membuatku terkejut dan mundur selangkah karena ketakutan. Tio mulai berani mendobrak pintu ini dan itu sangat berbahaya. Tapi pikiran itu segera berganti saat aku mendengar suara erangan dan itu suara Tio.
“Brengsek! Mau apa ka..aakk..!” teriak Tio diiringi suara pukulan yang sepertinya sangat keras.
Suara Tio merintih makin terdengar, dan itu membuatku penasaran. Beberapa kali aku mendengar suara seperti benda terjatuh ataupun suara bantingan. Setelah itu terdengar teriakan kesakitan dari Tio. Dengan sisa keberanianku, aku mencoba membuka pintu toilet sedikit dan mengintip melalui celah pintu. Keadaan mulai terdengar semakin riuh dan aku melihat Tio tersungkur dengan wajah babak belur. Darah menetes melalui sudut bibirnya dan sebuah tangan yang kuat menarik kerah kaosnya dan bersiap memukul wajah brengsek Tio lagi dengan tangannya yang lain.     
Endo!
“Berhenti!” teriakku berlari keluar dari WC dan mendekati Endo, berusaha menahan tangannya.
Endo menatap marah ke arah Tio dan itu sangat menakutkan. Wajahnya yang biasanya terlihat tenang tiba-tiba dipenuhi amarah. Membuatku ketakutan saat ingin menghentikannya. Tapi ini sama sekali tidak bisa diteruskan, Tio sudah tersungkur dan babak belur. Aku melihat di arah pintu, Lea terlihat panik, tapi tak mampu berbuat apapun. Dia berdiri terdiam dan menutup mulutnya. Sementara matanya terlihat sangat ketakutan melihat yang terjadi di depannya. Beberapa orang mulai mendekat dan berusaha mencari tahu dan itu sangat buruk.
“Endo, ayo pergi!” aku berusaha menarik lengan Endo, tapi dia masih berdiri marah menatap Tio.
Sebuah tendangan kembali bersarang ke perut Tio dan itu membuatku juga Lea memekik bersamaan. Saat Endo hendak menendang lagi, aku menarik perutnya mundur sekuat tenaga.
“Lepaskan aku, Rima!” teriak Endo marah.
“Enggak, berhenti Endo! Ayo pergi!” teriakku tetap memeluknya.
Aku bisa merasakan seluruh otot tubuh Endo menegang, juga suhu tubuhnya yang terasa panas. Samar-samar bau parfumnya yang beraroma apel segar memenuhi hidungku (menggantikan bau ampas manusia yang sebelumnya mengisi paru-paruku), punggungnya juga terasa basah oleh keringat dan merembes hingga luar kemejanya. Apa dia baru berlari? Apa Endo berlari untuk mencariku? Endo menurunkan tinjunya dan menarik bahuku. Dia menatapku mendetil dari atas hingga bawah kemudian memelukku erat.
“Aku akan membunuhmu kalau kau berani mengganggu istriku lagi!” teriak Endo keras dan menarik lenganku kuat berjalan keluar dari cafe ini. Meninggalkan Tio dan juga Lea, juga kerumunan orang-orang yang melihat semua kejadian ini.
Endo berjalan cepat sembari menggenggam erat tanganku. Aku sedikit terseok mengikutinya dan juga sedikit merasa malu dengan semua pandangan orang-orang. Tapi di dalam hatiku, terasa ada semburat perasaan bahagia melihat semua kejadian tadi. Dan semburat perasaan bahagia itu langsung menghilang, menguap seperti kentut saat aku melihatnya berdiri di depan kami. Menatap dengan tatapan cemas, lurus ke arah Endo.
Sofi.
“Kamu…kalian nggak apa-apa?” tanya Sofi cemas melihat Endo yang berjalan pelan mendatanginya bersamaku.
“Maaf Sof, aku…”
“Endo, tanganmu berdarah!” pekik Sofi sembari menarik tangan Endo yang bebas.
Aku melihat luka lecet dan juga bercak memerah di sana. Rima mengeluarkan tisu dan mulai mengusap luka Endo. Kenapa mereka pegangan tangan lama sekali? Kenapa aku sama sekali tidak tahu akan luka itu? Kenapa aku harus merasa sebal seperti saat ini? Dan yang paling penting, kenapa hatiku harus sakit melihat ini semua?  
“Itu bukan darahku,” jawab Endo sembari menarik tangannya kemudian melirik ke arahku, “Sofi, aku…”
“Jadi kita antar Rima pulang dulu baru kembali ke kantor, Ndo?”
Aku tercekat mendengar ucapan Sofi barusan. Mereka akan kembali ke kantor, berdua saja tanpa diriku? Meninggalkanku sendiri di rumah? Di saat setelah aku mendapatkankejadian seperti ini? Apa bersama Sofi lebih menyenangkan dibanding dengan bersamaku? Semua pertanyaan itu terus menerus muncul dan seakan berteriak di kepalaku.
“Nggak perlu, aku sudah dijemput sama Diva di depan,” jawabku tiba-tiba secara spontan. Bahkan aku sama sekali tidak tahu, apa Diva sudah menjemputku atau belum.
“Apa? Kamu sama Diva? Kapan kamu janjian sama Diva?”  tanya Endo bingung
“Anu…tadi waktu Tio mengejar aku di kamar mandi,” jawabku kebingungan.
“Aku yang anter kamu pulang, Rim!” ujar Endo.
Aku tertunduk, sama sekali tidak berani menatap Endo. Diantarkan pulang kemudian ditinggalkan sendiri. Sepertinya Diva jauh lebih menyenangan untuk saat ini. Apalagi dengan adanya Sofi, entah kenapa itu membuat hatiku terasa nyeri.
“Nggak perlu, Ndo! Aku tadi sudah telpon Diva, minta tolong. Kamu balik ke kantor sama Sofi aja.” jawabku sembari menyentak pegangan Endo.
Wajahku terasa panas.
“Waa… syukurlah kalau begitu. Kita bisa tenang kembali ke kantor,” ujar Sofi.
Mataku mulai pedih.
“Tapi…”
Bye semua, aku pergi dulu.”
Aku berlari menjauh sebelum Endo mulai menarik tanganku lagi. sembari setengah berlari, aku mengambil ponselku dan menghubungi Diva. Bulir-bulir air mata mulai keluar dari mataku ketika nada tunggu terdengar di ponselku. Kenapa aku harus menangis?  
“Aku baru sampai parkiran depan Mall! Kamu dimana?” tanya Diva cemas.
“Tunggu di situ, aku sudah di depan Mall,” jawabku.
Dengan bergegas aku berlari mencari mobil Diva dan menemukannya terparkir beserta Diva yang menatapku cemas di sampingnya. Aku langsung menghamburkan pelukan dan tangis kepada Diva dan itu membuat Diva semakin cemas. Tanpa banyak bicara, Diva menuntunku ke dalam mobilnya.
****
“Iya, dia sekarang di rumahku, Ndo. Nggak perlu dijemput, nanti biar aku yang antar,” Diva menghela nafas, ”Endo, aku yang nanti antar Rima sendiri pulang ke apartemenmu!”
Diva menutup ponselnya kemudian menatapku yang meringkuk di sofanya. Dia mengambil ponselku yang tergeletak di meja kemudian tersenyum sebelum meletakkannya kembali. Tak lama aku melihat Diva menatapku sembari tersenyum mengejek.
“Apa?” tanyaku kesal.
“Sudah selesai nangisnya?” tanya Diva sembari memamerkan deretan giginya yang putih, “Pakai acara hape di silent segala.”
“Kayaknya aku sakit deh, Di. Pake acara nangis segala!”
Diva menoyor keningku dan melotot tajam.
“Masih ngeles aja nih bocah! Jelas-jelas kamu cemburu ngeliat Sofi sama Endo dua-duaan!”
“Asal!” jawabku.
“Minta ampun, munak, ah!” ejek Diva.
Aku terdiam menatap nanar ke arah dinding di depanku. Mataku masih terasa perih dan juga bengkak.
“Aku nggak tahu, Di. Setelah Endo pergi, aku sudah janji nggak akan ingat sama dia lagi. Aku tahu kalau aku nggak cocok sama dia, jauh sebelum para nenek sihir itu dateng dan ngeroyok seperti orang gila waktu kita masih SMA. Tapi dia datang dan maksa aku jadi istrinya beberapa waktu yang lalu. Meyakinkan aku seakan-akan dia punya perasaan sama aku, tapi di saat yang sama ketakutanku terus muncul, juga cewek itu. Aku…aku harus gimana, Di?” tanyaku mulai menangis kembali.
Diva menghela nafas, kemudian menggenggam tanganku yang bergetar lembut.
“Jujur sama perasaanmu, Rim. Kalau kamu memang suka sama dia, kamu harus jujur. Jangan bersikap seperti ini. Bersikap seperti anak kecil yang bingung sama keinginannya sendiri. Ini egois, Rim,” ujar Diva pelan.
“Aku egois, Di?” tanyaku lirih.
Diva mengangguk mantap.
“Kamu nggak mau Endo deketin kamu, tapi kamu nggak mau juga Endo deket sama cewek lain. Apa itu namanya kalau bukan egois?”
“Aku bingung, Di. Nggak tahu kenapa semuanya seperti saling bertentangan. Aku bingung sama semua perasaan aku.”
“Pulang, kamu lihat Endo, terus kamu pikir apa mau kamu sama dia. Ayo aku anter pulang sekarang!”
“Aku nginep sini aja ya, Di,” pintaku memohon.
“Nggak sekarang. Ada masalah yang harus kamu bereskan dan nggak boleh kamu tinggal lari lagi.”
“Aku nggak lari, cuma pengen nginep!”
Dan sebuah bantal duduk bersarang tepat di wajahku setelahnya.   
****

28 komentar:

  1. mbak rike salam kenal...akhirnya penantian selama 1minggu terbayar sudah dg baca kawin kontrak 13 tp koq tetep berasa pengen nambah lagi yah...pliiisss mbak rike lagi dong hiks kayanya ga nahan nih klo kudu menggalau menunggu lanjutannya ampe senin lg...berasa ber-abad2...menanti dg sangat bonus posting n suprise dr mbak rike hehehe. thx ya mbak rike buat ceritanya...kecup2 *biar ditambahin postingan bab 14# eeehhh ditimpuk bantal jg ama mbak rike# kabuuurrr nyoook....

    BalasHapus
    Balasan
    1. “Aku akan membunuhmu kalau kau berani mengganggu istriku lagi!” beeuuuuh suka banget sama quote endo yg ini hehehe berasa banget kepemilikannya ama rima.

      Hapus
    2. jiaahhhh kalo berabad-abad eke dah towir benerrr doonggg wakakakakkakakakakakakakaka

      Hapus
  2. wakakakakakkk.. rima malah masuk ke toilet pria.. :D
    mbak rike.. posting KK nya seminggu 2 kali donk mbak.. ya ya ya.. ^_~
    hihiii.. makasih mbak rike.. *peluk cium

    BalasHapus
  3. lagi lagi lagi
    wkwkwk


    rima emang dasar y panik aj mash gokil..

    thanks mb ike

    BalasHapus
    Balasan
    1. wekekekekekekekek... kayak eka tuh
      wakakakakakakakk

      Hapus
  4. mbaaaa.... trims ya.... tp sminggu dua X laaaaa...kepo ne

    BalasHapus
    Balasan
    1. waaakkksss.... eke langsung di bantai suami gara-gara ngetik mulu ntar.. wakakakakakak

      Hapus
  5. Heran!! Ada Чα"̮ cewek sebego n semuna Rima yg masih idup,kirain dah punah #emosi jiwa. •-̶̶•̸Ϟ•̸Ŧђąηk.{^⌣^}.¥ou•̸Ϟ•̸-̶̶•-̶ mbak Rieke. Setuju seminggu tiga x eh dua X juga ngk apa2 "̮ƗƗɐƗƗɐƗƗɐƗƗɐƗƗɐƗƗɐ"̮‎​​ ..

    BalasHapus
    Balasan
    1. sabar nyaahh...sabaaarr...
      heeeekkk seminggu tiga x?
      *mules maning

      Hapus
    2. mbak sehari 1x deh mbak biar tambah mencret mules hahahaha

      Hapus
  6. Wkwkwkwk,..Mengharu biru,mbk makasih y,makin lm mkn keren,syg lama update nya,hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. waaakkkksss tiap senen saaayyy
      wekekekekekekekekekek

      Hapus
  7. wuahhh asikkk mkasih mba rike hahaha

    duhh rima rima kelakuan km makin lucu ya, salah masuk toilet haha. iihh tio nyebelin bnget deh kan rimannya udah ga mau ckck, c lea nyebelin deh *cakar nii haha

    endo ya ampun km tuh lelki impian bnget deh hahaha, diva sahabat yang keren pokonya suka deh. mbanya kok makin bikin aku penasaran sihh hhu ayo rima pertahankan endo semangatttt !!

    BalasHapus
    Balasan
    1. wekekekekekkekkekeekkekek
      semangaaaaatttt

      Hapus
  8. Mbak, krg nih postny.. Udh pnasaran bgt,tpi dptny cma dkit..T--T
    Eh ya mbak, itu ad typo.. Hrusny Sofi mlah jdi Rima..

    BalasHapus
    Balasan
    1. lha yang manaa? kasih...kasihhh... copy di mari dung

      Hapus
  9. Lama2 jengkel plus gondok akut sama rima.... endoooo, tinggalin rima ajà deh.. cari cewek baru...

    BalasHapus
    Balasan
    1. kayak lagu ST 12.
      carii pacaaaarrr baruuuuu

      Hapus
  10. Telaaattttt!!telaaattttttt!!!! Knp g d yg ngsh tw ni udh tyg?? Huaaaaaaaaa.....
    Aiiihhhh,,Endo dtg bak ksatria baja hitam.. Xixixixi
    Hayoooooo akui prsaanmu,,jgn munaakkk yakz Rimaaaaaa
    Mksh Mba Ikeee....

    BalasHapus
  11. setuju postingnya minimal 2 kali seminggu...
    rima kenapa sih suka gk PD dg diri sendiri...
    yakinkn dirimu mba bro, klw endo beneran cinta ma kamu buktinya dia sanggup nunggu selama 10th
    "klw aku drpd nunggu 10 th, mending cari lg yg lain, emang didunia cuma ada rima dong(kan masih ada aku) endo kamu tolol bngt jadi orang * kompor melduk *kabur sebelum ditipuk endo sm bantal jg

    makasih mbg ike...

    BalasHapus
  12. Mka Πγª Rima klo ga mau Endo drebut sma Sofi.. Pke tuch lingerie Πγª .... Heheh.

    BalasHapus
  13. endo ksni aja deh ke plukan q * kabur sblm ditimpuk reader laen mksh mb ike

    BalasHapus
  14. aaaahhh endo emang jantan! hahaha makasi mbaaa. ditunggu chapter selanjutnya secepatnyah! :*
    -fina

    BalasHapus