Selasa, 14 Mei 2013

Kawin Kontrak - Bab 8

Holaaaaa.... jumpe lagi...
di curhat Geje eke....
kali ini eke bakalan bahas event yang namanya Cerminalias Cerpen Mingguan.
bukan..bukan di blog ini, api di blog punya jeng +Shin Haido apalagi kalau bukan My own drama story.
jadi para pembaca curhat geje eke, yang mungkin juga suka nulis cerpen, kalian bisa kirim cepen kalian sesuai dengan tema yang tersedia tiap minggunya.untuk minggu ini temanya soal 'cinta lama yang datang kembali ketika masing-masing dah punya pasangan' untuk syarat dan ketentuannya bisa lihat di sini
bonusnya, cerpen kalian bakal di baca sama blog cerita paling nge-HITZZZ saat ini. wakakakakakkakakakakak....
selain itu, buat yang belum pernah mampir ke sana, semua eke saranin buat baca cerita di sana macem KSDH atau SIYA. eke kasih jempuooolll buat cerita ntu.
eh ada cerpe eke lho yang dah nangkring di sana untuk tema mingguan cermin kemarin. mampir ke sini ya... muaaaahhhhh
ai yop yu olll mai reader



BAB 8
ENDO

Ini keterlaluan.
Mungkin lebih tepatnya sangat keterlaluan.
Endo sangat mengerti bahwa Rima sangat pemalu, tapi dia menggodanya hingga batas akhir yang mampu diterima Rima. Kemudian inilah yang harus dihadapinya, wanita cantik itu pingsan di ranjangnya. Kenapa dia lebih memilih pingsan dibandingkan meronta ketakutan? Kenapa dia harus pingsan di ranjangnya? Kenapa dia tidak pingsan ketika Endo menggendongnya tadi? Kenapa dorongan gairah ini terasa sangat menyiksa?
Endo segera berlari menuju kamar mandi dan menyiram tubuhnya dengan air yang keluar dari shower. Dia berharap suhu air yang terasa dingin itu mampu menyadarkan semua pikiran mesumnya. Air itu mulai membasahi rambutnya, tubuhnya, dan juga celananya yang masih terpasang di sana. Mulai saat ini, dia harus lebih bisa mengontrol semua hal yang bisa saja membahayakan Rima karena dorongan perasaannya yang menggebu. Air dari shower masih terus mengucur dan menenangkan pikiran Endo yang mulai goyah semenjak dia menatap Rima sebelum pesta pernikahan mereka.
Endo tercekat melihat sosok itu keluar dari kamar rias. Selama ini dia selalu terkunci dengan pesona Rima, tapi kali ini dia seakan tak mampu berkutik menerima semua pesona itu. Semua keindahan itu terasa sangat nyata di mata Endo, dan dia tidak mampu menolaknya lagi. Rima seakan-akan menyerangnya dengan senapan mesin yang mampu memberondongnya berkali-kali tanpa henti dan meruntuhkan semua pertahanannya.
Begitu pula kali ini, saat sosok indah itu tertidur di atas ranjangnya. Ranjang yang akan mereka tempati berdua mulai hari ini. Endo berjalan keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang masih basah kuyup. Air menetes dari rambutnya yang pendek, kemudian terjatuh di dadanya yang bidang dan mengalir melewati alur perutnya. Dia mengambil handuk yang tersampir dan mengusap rambutnya yang basah. Sekali lagi dia menatap Rima yang masih tertidur, tak sadarkan diri. Dia mampu melakukan apapun pada Rima saat ini. Dia mampu melakukan itu semua, tapi dia memilih untuk tidak melakukannya.
Diusapnya lembut kepala Rima, dengan perlahan dilepaskannya semua jepit yang tersisa di rambut Rima. Begitu perlahan karena takut membangunkannya, kemudian memberikan ciuman yang sangat lembut di ujung bibirnya. Cukup itu saja saat ini.
****

“Aku akan makan malam di restoran dengan Rima,” jawab Endo pada Diva yang sedang menelponnya.
“Aku tahu Diva! Lagipula dia istriku, aku berhak melakukan itu,” Endo memprotes omongan Diva di seberang sana.
Sepupunya kembali menjadi seorang pengganggu di saat Endo ingin menikmati suasana apartemennya bersama Rima. Seperti biasa, Diva mengamuk, meminta Endo untuk tidak menyentuh Rima, apalagi secara paksa. Dia tahu itu, dia bukan binatang, walaupun semua dorongan itu memaksanya untuk maju. Endo mendengus keras kemudian menutup telepon dari Diva karena kesal mendengar semua ocehannya. Dia berbaring di ranjangnya kembali memikirkan semua yang terjadi hari ini.
Suara pintu kamar mandi membuat Endo terkejut dan melirik ke arah kamar mandi. Dia melihat Rima yang terlihat malu-malu mengintip dari balik pintu. Endo tersenyum memperhatikan sikap malu-malu Rima.
“Bisa keluar dulu? Aku mau ganti baju,” pinta Rima malu-malu.
“Mau kubantu?”
“TIDAK!” jawab Rima tegas dan juga ketakutan.
Endo terkekeh, kemudian bangun dari ranjangnya dan melangkah keluar kamar. Dia menutup pintu kamarnya sedikit keras untuk menandakan pada Rima bahwa dia sudah keluar. Dari luar, Endo bisa mendengar suara pintu kamar mandi yang terbuka dan suara langkah kaki yang berjalan cepat. Betapa itu suara yang sangat menyenangkan.
Endo melangkah menuju sofa di depan dapur, kemudian mencoba memejamkan matanya sejenak. Kepalanya terasa berat karena selama beberapa hari ini dia tidak bisa tidur, memimpikan hari ini. Itu sedikit memalukan karena dia bertingkah seperti anak kecil yang merindukan hari wisata sekolah. Satu helaan nafas, kemudian Endo mulai mendengkur.
Di dalam mimpinya, dia melihat Rima tersenyum kepadanya di sebuah taman. Lambat laun mereka semakin mendekat dan tiba-tiba mereka berdua sudah berada di dalam kamar. Rima mendorong pelan tubuh Endo ke atas ranjang dan mencium leher Endo lembut. Endo merasa sangat nyaman dan mulai memeluk Rima erat. Rima di dalam mimpinya meliuk di atas dadanya dan mulai membuka satu persatu kancing baju Endo. Sampai ketika Rima akan membuka kancing celana Endo, muncul Devi berteriak menghalangi dan menarik Rima menjauh, menghilang dari mimpinya.
“Sialan!” teriak Endo sembari terbangun dari mimpinya.
PRANG…
Endo melihat Rima sangat terkejut hingga menjatuhkan panci yang dia bawa. Rima berdiri ketakutan di pojok dapur sembari menatap Endo bingung. Endo merasa sangat bersalah karena telah mengagetkan gadis itu, dia hendak berdiri dan baru menyadari selimut yang menutup tubuhnya. Sepertinya Rima yang menyelimutinya ketika dia tertidur. Ditatapnya gadis yang ketakutan itu dengan perasaan bersalah, dan bayangan tentang mimpinya membuat darahnya kembali berdesir.
“Maaf, aku mengagetkanmu. Kupikir lebih baik kita makan di rumah daripada pergi ke restoran,” jawab Rima ketakutan. Dia segera mengambil panci yang tadi terjatuh akibat keterkejutannya di lantai.
Endo segera berlari mendekati Rima dan membantunya membereskan kekacauan yang terjadi. Sekali lagi Rima merasa sedikit ketakutan berada di dekat Endo dan Endo sangat memaklumi hal itu. Kalau saja dia bisa memeluk Rima dan meminta maaf, pasti itu akan dia lakukan.
“Maaf, tadi gara-gara mimpi,” ujar Endo menyesal.
“Mimpi buruk?”
“Sangat! Hampir bisa dibilang menyebalkan,” ujar Endo merasa sedikit kesal mengingat mimpinya barusan. “Jadi, kamu masak apa?”
Rima tersenyum kemudian membuka panci lain yang berada di atas kompor. Bau wangi masakan mengingatkan Endo akan masakan rumahan yang dulu sering dia makan bersama keluarganya.
“Aku tadi lihat ada telur dan tomat di kulkas. Kupikir Bali Telur bisa jadi makanan yang mengenyangkan malam ini. Tinggal menunggu nasinya matang,” jelas Rima sembari menunjuk ke arah rice cooker yang mengeluarkan asap tebal.
“Telurmu.”
“Hah?”
“Itu telur milikmu yang kamu berikan di awal pertemuan kita,” ujar Endo. Rima menelan ludah getir. Sepertinya teringat sesuatu kembali. “Masih mau makan di rumah, atau kita pergi ke restoran sekarang?”
“Tidak, aku tidak apa-apa. Telur itu bukan masalah, apapun cerita yang pernah ada bersamanya!” jawab Rima sambil tersenyum getir. “Atau kamu mau makan di restoran?”
Endo menggeleng kemudian mengambil beberapa piring dan juga peralatan makan di laci yang tergantung. Dengan cekatan Endo menata meja makan untuk mereka berdua. Rima berusaha melarang Endo melakukan itu, tapi Endo tak peduli. Dia menyuruh Rima mengawasi lagi masakannya sedangkan dia mulai menata beberapa gelas dan juga air minum. Semua tertata cepat dan ketika sudah terhidang semua di meja, mereka mulai makan. Suara berdenting sempat mengisi keheningan di antara mereka berdua.
“Jadi, kamu pintar masak ya?” tanya Endo tiba-tiba.
Rima sedikit terkejut dan menggeleng cepat.
“Tidak, itu semua cuma masakan biasa,” jawabnya malu.
“Ini enak, sepertinya lebih baik kalau kita selalu makan di rumah.”
Sekali lagi Rima tersipu malu.
“Bicara tentang rumah mungkin kita akan pindah ke rumah kita sendiri sekitar beberapa bulan lagi”
“Lha? Tempat ini?” tanya Rima bingung.
“Ini apartemen, bukan rumah, Rima. aku sudah menyiapkan sebuah rumah untuk kita tinggal.”
Endo melirik ke arah Rima dan melihat gadis itu kembali tersipu. Apa yang dia pikirkan di balik sikapnya yang malu-malu itu? Apakah dia tersiksa tinggal bersamanya? Apakah dia membenci Endo? Sekali lagi semua pertanyaan itu menyiksa pikiran Endo.
“Aku minta maaf,” ujar Endo kembali memecah keheningan di antara mereka.
“Untuk apa?”
“Untuk tidak bisa membawamu bulan madu. Pekerjaan di kantor memaksaku untuk terus masuk meskipun aku komisarisnya.”
Wajah Rima bersemu merah dan itu sedikit membuat hari Endo melayang. Bisakah dia berharap dari reaksi Rima yang seperti itu?
“Jadi, nanti malam kamu tidur dimana?” tanya Rima menyelidik dengan cemas.
Endo meminum air di gelasnya kemudian menatap Rima menggoda. Gadis itu menampilkan kembali wajahnya yang penuh kecemasan dan Endo sangat menyukai hal itu. dia sangat suka melihat wajah Rima yang penuh ekspresi. Dia sangat tergila-gila akan hal itu dan dia sangat merindukan wajah Rima seperti yang ada di dalam mimpinya.
“Menurutmu, suami dan istri apa harus tidur terpisah?” jawab Endo separuh menggoda.
Rima terkejut dan membuat dia tanpa sengaja menjatuhkan sendok dan garpunya. Itu membuat kesenangan tersendiri di hati Endo.
“Apa tidak ada kamar lain? Atau aku akan tidur di sofa, atau…”
“Aku tidak akan memaksa,” ujar Endo sedikit kecewa mendengar pernyataan Rima. “Aku akan menunggu sampai kamu sendiri siap, tapi aku minta kesempatan untuk kita lebih dekat.”
“Kesempatan?”
“Biarkan aku menjadi suamimu sampai saat dimana kamu membuangku.”
Rima terdiam mendengar perkataan Endo barusan. Endo bisa melihat mata gadis itu berkaca-kaca karenanya.
“Aku…aku…,”
Belum sempat Rima menyelesaikan perkataannya, suara dering ponsel milik Endo sudah menginterverensi. Endo mengambil ponsel yang berada di kantung celananya dan melihat nama Lukas tertulis di layarnya.
“Sori, aku harus mengangkat telpon ini,” ujar Endo yang dibalas anggukan Rima.
Endo sudah berdiri meninggalkannya sendiri di meja makan dan mulai bicara dengan Lukas. Sekali lagi dia harus disibukkan dengan masalah pekerjaan di saat dia harusnya bisa bersantai. Endo berjalan menuju ruang kerjanya sambil terus bicara kepada Lukas.
“Anda kenal dengan wanita bernama Sofi?” tanya Lukas tiba-tiba
“Sofi?”
“Dia tadi datang ke kantor dan menanyakan anda. Dia juga menanyakan bagaimana cara menghubungi anda.”
“Kau bilang apa?”
“Saya bilang, nanti saya sampaikan kepada anda dan anda yang akan menghubungi dia terlebih dahulu. Dia memberikan nomer yang bisa dihubungi kepada saya. Apa perlu saya kirim sekarang?”
“Tidak perlu, besok saja berikan padaku di kantor.”
Endo menutup ponselnya dan mengambil rokok yang ada di dalam laci mejanya. Tak lama dia meletakkan kembali rokok itu ke dalam lacinya karena terlalu takut akan aroma rokok yang nantinya menempel di tubuhnya. Dari sela-sela pintu ruang kerjanya, Endo bisa melihat Rima yang masih sibuk membersihkan dapur. Gadis itu terlihat sangat sibuk dan begitu bersemangat membersihkan semua sudut dapur dan terlihat puas ketika dia sudah menyelesaikan semua pekerjaannya. Sebuah senyum tersungging di bibir Endo ketika dia membayangkan wajah Rima yang ketakutan akan waktu tidur yang segera tiba.
****
10 tahun yang lalu
“Kalau kamu cemberut terus seperti itu, tidak akan ada yang berani menyapa!”
Endo melihat ke arah seorang gadis yang berdiri di depannya. Gadis itu bertubuh pendek dan mengingatkannya akan sosok Rima. Endo kembali menyumpahi dirinya yang terus mengingat Rima. Setelah kelulusannya kemarin, gadis itu tiba-tiba menghilang, bahkan Endo tidak tahu cara menghubungi dia. Sepupunya – Diva – menolak memberi tahu semua tentang keberadaan Rima. Apa yang sebenarnya terjadi dengan gadis itu? Kenapa dia tidak pernah memberitahu apapun tentang dirinya sama sekali. Membuat Endo hampir mati karena rasa penasaran. Apalagi saat ini ketika dia harus kuliah di kota yang jauh dari tempat Rima berada tanpa tahu cara menghubungi gadis itu. Ini semua terasa bagai siksaan bagi Endo.
Seandainya saja Ayahnya masih hidup, dia tidak perlu melakukan ini semua. Endo masih bisa memakai waktunya untuk mengenal Rima lebih jauh. Paling tidak mencari tahu bagaimana cara menghubungi gadis itu, apa kesukaannya dan kenapa tiba-tiba dia menjauhi Endo kemudian menghilang. Tapi semua ini terjadi, Ayahnya meninggal dan dia harus segera menggantikan posisi Ayahnya untuk menanggulangi masalah yang bisa saja terjadi karena kekosongan tampuk kepemimpinan. Ibunya sama sekali tidak bisa di harapkan dalam hal ini. Wanita itu hanya seorang wanita biasa yang hanya tahu cara mengurus anak dan suami, bukan sebuah perusahaan besar. Endo adalah satu-satunya orang yang bisa diandalkan sebagai pewaris semua perusahaan Ayahnya.
“Hei, kamu bisu?”
Endo kembali menoleh ke arah Gadis itu. Gadis kurang ajar, dia diam karena memang tidak mau bicara dengan siapapun tak terkecuali dia. Endo memilih untuk meninggalkan gadis itu sendiri sementara gadis itu terus mengejarnya.
****
  
“Namaku Sofi!” ujar gadis itu sekali lagi saat ini di depannya.
Selama berhari-hari Endo berusaha menghindari semua orang, tapi gadis yang satu ini selalu mengejarnya. Dia hampir kehabisan akal bagaimana cara menghindari wanita satu ini. Tiba-tiba gadis yang bernama Sofi ini sudah duduk di sebelahnya. Saat Endo bermaksud berdiri untuk meninggalkannya, Sofi menarik tangan Endo keras. Walaupun tubuhnya kecil, Sofi mampu menarik Endo supaya duduk kembali.
“Tunggu, aku sudah capek mengejar kamu kemana-mana! Bisa kita duduk aja? Aku cuma mau ngobrol!” ujar Sofi memohon kepada Endo.
“Aku nggak ada urusan sama kamu!” jawab Endo ketus.
“Hah, kamu bisa bicara ternyata. Aku kira selama ini kamu bener-bener nggak bisa bicara!”
Endo mendengus keras. Sofi adalah sosok yang paling tidak ingin ditemui Endo dari semua orang saat ini. Sosoknya begitu mirip Rima, apalagi ketika dia membelakangi Endo. hati Endo serasa tersayat setiap mengingat Rima yang saat ini mungkin sudah melupakan dirinya.
“Kamu mau apa?” tanya Endo sebal dan di bahas senyuman Sofi.
“Makasih karena kamu sudah nolongin aku!”
Endo mengangkat alisnya sebelah mata, kebingungan dengan semua omongan gadis itu. Sofi terbahak melihat semua kebingungan di wajah Endo.
“Sebenarnya, aku juga mau minta tolong lagi.”
“Aku nggak mau!” jawab Endo singkat.
“Dengar, ini bisa jadi menguntungkan kita berdua. Sungguh!”
Pertolongan macam apa yang bisa menguntungkan mereka berdua? Tapi perkataan Sofi membuat Endo menahan semua langkahnya untuk beranjak pergi. Sofi melihat kesempatan yang diberikan Endo dan mulai menarik nafas untuk menyatakan maksudnya.
“Dengar, aku tidak mau sombong, tapi aku sedikit kesulitan dengan semua penggemar yang berusaha mendekatiku. Dan ketika salah satu dari mereka mencoba menyatakan perasaan padaku, aku menolak dengan mengatakan sudah punya pacar…er…itu kamu!”
Sialan! Gadis ini sama dengan semua gadis lain yang berusaha mendominasi Endo. Mengaku sebagai kekasihnya dan membuat dia menjadi sosok seorang playboy ketika ada gadis lain yang berbohong. Apa itu yang membuat Rima menjauhinya? Endo bersiap beranjak kembali menjauhi Sofi, tapi Sofi memegang erat lengannya lagi.
“Tunggu! Ini nggak seperti yang kamu pikirkan! Aku lihat kamu juga sepertinya kesulitan menolak semua wanita yang sedang gencar mendekatimu! Makanya aku mau buat kesepakatan!”
“Apa lagi maksudmu!” sentak Endo marah. Sofi tak bergeming menatap Endo.
“Kita pura-pura pacaran! Semua supaya tidak ada yang mendekati kita. Aku cuma butuh ketenangan saat kuliah. Semua ini kulakukan demi perusahaan keluargaku yang membutuhkanku nanti ketika lulus. Kamu sosok yang sempurna sebagai sosok penolak semua pengganggu itu. Dan aku, juga tidak mengecewakan sebagai sosok ‘pacar’!” Sofi mengangkat kedua tangannya dan menggerakkan jari telunjuk dan kelingkingnya membentuk tanda petik.
Endo melihat gadis itu dari ujung kepala hingga ujung kakinya. Benar-benar postur yang sangat mirip dengan Rima. Wajah gadis itu juga cantik dan kulitnya yang putih mengingatkannya kembali akan Rima. Sial, bayangan tentang Rima terlihat sangat nyata di sosok gadis itu.
“Aku tidak butuh kamu untuk menolak semua perempuan!” tolak Endo sinis.
Sofi tertawa mengejek.
“Kamu pikir aku nggak lihat betapa terganggunya kamu yang sibuk menghindar di semua tempat, membuang semua surat cinta picisan ke tempat sampah yang jauh dari kampus dan bingung menghadapi sikap cewek-cewek yang satu kelompok denganmu ketika mengerjakan tugas? Dengar, kesepakatan ini bisa sangat menyelamatkan kehidupan kampus kita. Tolong, aku cuma mau ketenangan, kamu juga kan?”
Endo menghela nafas sebal mengingat semua yang dikatakan Sofi adalah kebenaran. Dia tidak ingin menjalin hubungan dengan siapapun saat ini, terutama ketika hatinya masih terpaku dengan Rima.
“Aku akan ninggalin kamu kalau kamu ngejar cewek atau maupunya pacar yang satu kampus, tapi tolong bantu aku selama kamu masih kosong!” Sofi memohon penuh harap pada Endo dan tatapan itu kembali mengingatkan Endo kepada Rima.
“Terserah!” jawab Endo menyerah
Sofi mengepalkan tangannya bahagia.
****

Sebuah pelukan di pinggang membuat Endo sedikit terkejut dan menoleh ke arah sumbernya. Sofi terkekeh ketika Endo menatapnya dengan pandangan dan senyuman yang dingin seperti biasa. Sofi sudah terbiasa dengan semua pandangan itu. Bahkan semua itu sudah jauh lebih baik daripada saat mereka pertama bertemu. Sudah 3 tahun mereka bersama dan saat ini, Sofi adalah satu-satunya wanita yang dekat dengan Endo. Bahkan menjadi satu-satunya orang yang bisa memberikan cintanya kepada Endo.
Setelah hampir dua tahun mereka berpura-pura pacaran, pada saat awal tahun ketiga mereka, dia menyatakan perasaannya yang sesungguhnya kepada Endo. Endo memang tidak menjawab apapun, tapi dia tidak melarang Sofi melakukan semua yang ingin dia lakukan. Endo menjadi sosok kekasih sebenarnya bagi Sofi. Menerima semua pelukannya, menerima semua rengkuhannya di lengan Endo yang kuat, menerima semua ajakan kencan Sofi, bahkan menerima ciuman Sofi di bibirnya ketika mereka sedang berdua menikmati sore yang indah di pantai.
Tapi ada satu hal yang tidak Sofi ketahui dari semua penerimaan Endo. Endo tak kuasa menolak semua bayangan Rima yang selalu muncul ketika bersama Sofi. Semakin lama dia bersama dengan Sofi, semakin dia merasa bahwa Rima yang berada di dekatnya. Menganggap semua pelukan dan rengkuhan yang diberikan Sofi dilakukan oleh Rima, menganggap semua kencan yang dilalui bersama Sofi adalah kencan yang dia dambakan bersama Rima, dan ketika Sofi menciumnya sore itu, dia membayangkan Rima yang mengecup lembut bibirnya. Endo frustasi dan hampir gila dengan semua perasaannya pada Rima ahirnya tak kuasa membiarkan sosok Rima muncul di Sofi. Membiarkan semuanya terjadi hanya untuk memuaskan hatinya yang frustasi akan Rima.
“Bisa nggak sesekali kamu yang ngajak aku kencan?” tanya Sofi sebal ketika dia sekali lagi harus menanyakan kesediaan Endo untuk berkencan. Dan sekali lagi Endo hanya tersenyum kecil untuk menjawabnya. Membuat Sofi harus menyimpulkan sendiri arti senyuman itu.
Sofi menyentuh wajah tampan Endo dan kembali mencium bibir indah Endo dan sekali lagi dia merasakan nyeri di hatinya ketika melihat wajah Endo yang selalu terdiam. Seakan menganggap bahwa ada ataupun tidak ciuman itu,tetap sama saja bagi Endo.
“Sebenernya gimana perasaan kamu ke aku, Ndo?” tanya Sofi sedih.
Sofi merasakan kekosongan dalam hatinya. Dia memberikan semua cintanya untuk Endo, tapi hatinya selalu ragu akan cinta Endo kepadanya. Endo memberikan semua yang dia mau, tapi itu semua karena dia memintanya. Sofi merasa dia selalu mengejar Endo, tapi dia tidak tahu apakah Endo menunggunya atau tidak. Dan sekali lagi Endo hanya terdiam mendengar pertanyaan Sofi.
“Ndo, aku sayang kamu,” ucap Sofi lirih, berharap Endo tersadar, “Tapi kenapa aku meragukan semua perasaan kamu.”
“Maksudmu Sof?”
“Kamu, apa pernah kamu berpikir untuk berinisiatif terhadap semua cinta kita? Aku ngerasa kayak pacaran sama robot. Robot yang merespon semua kenginan aku, tapi nggak pernah berinisiatif apapun terhadapku. Bahkan aku nggak tahu ini semua cinta kita atau hanya aku…
Ndo, tolong kasih aku kepastian. Aku tahu kalau dulu aku bilang mau menunggu kamu, tapi aku nggak kuat Ndo!”
Endo hanya terdiam, tak mampu menjawab semua perkataan Sofi. Di hatinya hanya ada Rima, dan dia menganggap Sofi sebagai pengganti Rima. Bahkan dia selalu menatap Sofi dan mencari sosok Rima di sana. Endo tidak sampai hati mengatakan semua itu kepada Sofi yang begitu baik kepadanya. Meskipun itu berarti bahwa dia adalah seorang pengecut. Sofi mulai menangis dan menyadari sosok di hadapannya tidak akan pernah mengatakan apapun tentang perasaannya.
“Lebih baik kita putus, Ndo! Makasih buat semuanya,” ujar Sofi sembari berlalu meninggalkan Endo sendiri sore itu.
Sebulan kemudian Endo mengetahui berita bahwa Sofi sudah memiliki seorang kekasih dari pembicaraan teman-temannya. Seorang pria yang berasal dari angkatan di bawahnya. Tapi hati Endo tidak merasa sakit mendengar berita itu. Dia hanya merasa kosong kembali seakan kehilangan sosok Rima untuk kedua kalinya.
****

Endo terbangun di tengah malam, dia terkejut melihat posisi tidurnya yang memeluk Rima dari belakang. Dalam posisi sedekat ini, dia bisa mencium wangi rambut dan juga kulit Rima. Wajah Rima yang tertidur dalam pelukannya begitu terasa menenangkan. Setelah selama 10 tahun mencoba menjalin hubungan yang baru dengan beberapa wanita, dia masih terus merindukan sosok Rima. Sampai saat malam ini ketika Rima sudah berada di dalam pelukannya, dia merasakan ketenangan di dalam hatinya.
Rima bergerak dan menggumam tidak jelas di dalam tidurnya. Membuat Endo segera memejamkan matanya, berpura-pura untuk tidur. Tapi ternyata Rima hanya menggeser sedikit kepalanya dan masih tetap tertidur. Sebuah tarikan di lengan Endo membuat Endo terkejut dan kembali berdebar. Rima memeluk erat tangan Endo yang memeluk perutnya. Meskipun itu tidak Rima sadari, tapi sudah membuat perasaan Endo sangat senang malam ini. Sekaligus berdebar ketika Endo merasakan gairahnya kembali merambat naik.
Di tempat lain di sebuah apartemen yang baru saja ditempati, Sofi duduk menatap kosong ke arah jendela kamarnya. Pikirannya teringat kembali akan sore yang paling dia sesali sampai saat ini. Sore dimana dia meninggalkan Endo. Seandainya saja dia bisa jauh lebih bersabar, maka Endo akan terus bersamanya. Dia tak perlu mengulang semuanya seperti saat ini. Tapi kali ini Sofi akan jauh lebih bersabar menghadapi semua tantangan di depannya.
Sofi menghela nafas pelan kemudian tersenyum, mencoba memejamkan matanya dan mengingat kembali saat bersama Endo.
****


28 komentar:

  1. wah.. asyik nih jadi Rima.. wkwkwkw... mau donk punya suami kyk Endo..... hihihihihihihihih.... bibirku gak bisa ilang seringainya tiap baca KK nih jeng... bery good jobbb... hihihih.. :kecup Endo: ayoo MP nya ditunggu....

    BalasHapus
  2. wah,...makin bagus aja nih mbk ceritanya,semakin penasaran,...di tunggu y mbk klanjutannya

    BalasHapus
  3. Howaaaaa salah posting
    waakakakakakkakak
    koplaaaakkkkkk

    BalasHapus
  4. Wakakakakakakka rima gokil, bodoh ah, msh aj ngeles sana sni, boong sana sni ,iiihhhkk jitak2 rima
    Potato queeeeennnnn..... Lagi dunnnkkk
    Mba cin moga2 bab 9 MPnya,aseeeekkk
    Kn dh beli lingerie.wakakakak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ulang komeng ah, untuk bab 8.hahahhaaa
      Aikhhh kasian endo ku ŜãÝåňĢ, g bsa lupain rima, cup2 skrg udh dpt kn ndo rimanya...senengnyaaaaa
      itu si sofi bakal jd pengganggu tu kayanya..

      Hapus
    2. lempar Ririn pake bom.
      wekekkekekekekekekekek
      *masih kena sindrom salting alias salah posting

      Hapus
  5. wakakakaka ngakak.com tiap hari aja mbk salah pos :) potato queen....pokoknya bab 10 hrs uhuk2* emot kabur
    thanks mbk iko

    BalasHapus
    Balasan
    1. sambit nene pake klompen.
      wekekekekekek nyooohh lanjutannya

      Hapus
  6. Mau dong jd Rima...... Mba, thank u, makin suka ama ceritanyaaaa, lagi dunkkkkk......

    BalasHapus
  7. kapan MP nyaaaaaaaaaaaaa... *mewek minta MP (molen pisang)

    BalasHapus
    Balasan
    1. ngok... MP???
      Makin Penasaran pastinya aaa...
      wakakakakakakakaak

      Hapus
  8. Mba Ikeeeee,,Vie mw Endooooo,,mw Endoooo dkrm krmh Vie skrg bs gaaa??mauuuuuuu.... Hukz....
    *ngeceeessss*...
    Mksh Mba Ikeeeeee...

    BalasHapus
  9. Malang bener nasibmu ndo...saat MP malah ditinggal pingsan Rima. Haha...mandi air dingin terusss

    BalasHapus
  10. Pengganggu mulai berdatangan inih kayaknyaaa ihhhhh..

    BalasHapus
    Balasan
    1. hajaaarr pake obat nyamuk semprot. weekekekekekekek

      Hapus
  11. Sabar ya Ndo.. Kuatkn iman mu brsma istri Ɣªήğ lugu ÷ polos, pemalu. Klop dech... Bsa2 tiap mlm Endo mandi air dingin nich..Heheh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. mumpung ledeng masih nancep. wakakakakakakaakak

      Hapus
  12. Whooooaaaa..... mkn seru aj..endo nakal banget.. suka dehhh... kpn nihh si rima MP (makan pisang) kiiikkkiiik.....

    BalasHapus
  13. Mbak,lanjutin dong!!! Penasaran abissss :(

    BalasHapus
  14. lanjutkan yo mba.... seru banget, bikin gregetan hehe
    oh ya mba, mba rike tahu emailnya mba maria chrisna? aku mau kirim ke emailnya buat daftar ke blognya tp gak tau apa emailnya....

    BalasHapus
    Balasan
    1. wekekekekek sudah ada lanjutannya
      waahh... aku lupa imelnya.
      coba hubungi via watty sama G+ aja. kalo gak salah nicnamenya ada di bab KK sebelum ini

      Hapus