Minggu, 26 Mei 2013

Kawin Kontrak - Bab 10

Akhirnya muncul lagi di CG alias curhat Gaje
kali ini eke gak bahas macem-macem, cuma mau kasih inpoh kalau senin depan eke mungkin nggak aplot KK dulu. karena eke lagi merencanakan berliburrrr... horeeee....!!!!!
 jadi mohon maap buat sobat semua yang setia mantengin blog eke. semoga sepulang liburan, eke bisa langsung aplot bab 11 (kalo gak malah merana soalnya gaji suami habis buat liburan)
wakakakakakakakakakak....
selamat munikmati!!!!



BAB 10
RIMA


Setelah melewati pagi dengan perasaan kacau karena harus melihat Endo dan pesona bangun tidurnya (lagi), akhirnya aku bisa mengambil nafas lega. Baru saja Endo melangkah pergi dari pintu apartemen setelah memberiku sebuah kecupan selamat tinggal di kening, membuatku kembali teringat dengan saat kami tidur semalam. Endo sama sekali tidak membahas tentang lingerie yang dia belikan untukku setelah aku mengatakan untuk memakainya besok (aku benar-benar panik dan asal saja mengatakan besok. Semoga dia lupa untuk menanyakannya nanti malam) dan dia segera pergi tidur. Itu membuatku sedikit bernafas lega karena malam ini akhirnya aku bisa bebas dari godaan menjelang tidur Endo (dan kembali lagi Hati kecilku mendesah kecewa. Kenapa gadis yang satu ini? Apa tidak cukup setiap malam dia sudah menggerakkan diriku untuk memeluk Endo secara tidak sadar?), tapi membuatku kembali kalang kabut saat di pagi hari, aku sudah memeluk lengan Endo yang berdekatan denganku.  
Kejadian tadi malam membuatku mengerti beberapa hal, pertama, aikido membuat Endo sangat kelelahan (selain terlihat sangat menawan juga, dengan semua keringat di dadanya yang sempurna itu. Aakkss... pikiran apa ini?). Kedua, kelelahan membuat Endo cepat mengantuk. Dan ketiga, mengantuk berarti cepat tidur yang berarti aku bebas dari rayuan malam hari (itu membuatku lebih bisa bernafas lega karena tidak perlu mengalami hati yang selalu bergejolak) . Hari apa kemarin? Aku harus mencatatnya dan merayakan betapa tenangnya malam ketika hari itu.
Dan akhirnya sekarang aku sendiri di apartemen ini, bersiap untuk melakukan hobiku, membersihkan rumah. Tadi pagi aku dan Endo sempat berdebat tentang teknis membersihkan apartemen. Endo memaksaku untuk membiarkan jasa pembersih rumah yang selalu dia sewa seminggu sekali, sementara aku memaksa untuk membersihkan apartemen ini sendiri. Bagaimana bisa dia meminta orang lain membersihkan apartemen ini, sementara aku juga tinggal di tempat ini. Itu sama saja penghinaan terhadap hobiku (hobi yang membuatku terjerat dengan jebakan Tio juga Lea. Oh sial, kenapa aku harus mengingat kedua orang itu lagi?), juga penghamburan uang.
Uang.
Aku melirik kartu kredit yang Endo berikan kepadaku. Dia memperbolehkanku untuk menggunakan kartu itu untuk berbelanja, tapi tidak memberiku uang cash sama sekali. Memangnya dia pikir pasar mau menerima kartu kredit? Bahkan uang dengan nominal besar saja, mereka kadang kesulitan memberikan kembaliannya, apalagi sebuah kartu kredit.
“Kalau gitu, belanja di supermarket!” ingatanku kembali saat Endo mengatakan hal itu tadi pagi.
Bagaimana bisa membeli sayuran harus pergi ke supermarket? Sayuran jauh lebih segar di pasar dan juga lebih murah. Apa dia tidak tahu kalau sayuran itu setelah dipanen, langsung diantarkan ke pasar induk? Apa dia tidak tahu kalau harga sayuran di supermarket bisa melonjak 2 sampai 3 kali lipat harga sayuran di pasar? Aku kembali tidak habis pikir dengan semua pemikiran Endo. Apa dia pikir uang bisa tinggal dipetik saja? kalau dia bisa begitu mudah memetik uang, kenapa dia tidak merelakan saja uang 350 juta hutangku dan membebaskanku dari semua permainan pernikahan ini. Aku terus mempertanyakan semua hal itu sembari berusaha membuat apartemen ini jauh lebih baik.    
Tak terasa aku sudah selesai membersihkan semua sudut apartemen ini. Masih ingat semua kata Diva tentang bagaimana kemampuanku untuk bebersih dan memasak melampaui pemikiran. Aku bisa melakukan kedua hal itu bahkan tanpa berpikir, menurut Diva. Bahkan kedua hal itu seakan meracuniku sekaligus membuatku ketagihan. Membuatku terjebak dalam kegiatan membersihkan apartemen dan kos Lea juga Tio.
Kampret! Haruskah aku teringat mereka lagi?
Aku harus berusaha lebih keras melupakan semua tentang Lea ataupun Tio dan mengalihkan pikiranku dengan mulai mengaduk adonan kue kering. Kemarin apa kata Endo mengenai selera kue-nya? Ah, dia tipe bebas, itu tipe yang tidak masalah dengan semua jenis kue, sedangkan tipe terkekang adalah tipe yang sangat pemilih dengan semua kandungan makanan. Diva awalnya tipe terkekang, tapi lama-lama dia tidak mampu menolak semua rayuan kue kering yang kubuat. Aku kembali teringat akan janji Diva yang akan datang mengunjungiku hari ini. Sebaiknya aku segera bergegas membuat semua kue kering dan menyimpan bagian untuk Endo sebelum Diva membawa semua kue buatanku.
Suara bel saat semua adonan siap dipanggang sedikit mengagetkanku. Masih cukup pagi dan Diva sudah datang? Kupikir dia masih harus berkeliling memberi terapi para pasiennya dulu sebelum datang kemari. Sedikit bergegas aku berlari ke arah pintu masuk dan membukakan pintunya. Seorang pria tersenyum sembari membawakan sebuket besar bunga mawar di depanku. Apa lagi ini? Siapa pria ini?
“Betul ini rumah mbak Rima?”
“Iya saya sendiri,” jawabku bingung.
“Saya mau memberikan bunga ini…”
“Maaf, tapi saya sudah punya suami!” jawabku cepat sebelum pria itu menyelesaikan omongannya.
Pria itu terdiam, sedikit terlihat bingung kemudian tersenyum lebar sebelum akhirnya berusaha menahan tawanya. Sepertinya aku kembali melakukan kesalahan kali ini.
“Ini bukan dari saya mbak, saya cuma kurir.”
Betul kan?
“Oh… dari siapa kalau gitu?” tanyaku sembari berusaha menyembunyikan rasa malu.
“Ini kartu ucapannya ada di dalam bunganya, dan tolong tanda tangan di sini,” jawab pria itu sembari menyodorkan kertas, kemudian memberikan bunga itu kepadaku, “Terimakasih!”
Pria itu segera pergi setelah memerikanku buket besar mawar yang dia bawa. Buket ini sangat besar dan membuaku kesulitan membawanya masuk. Setelah kuletakkan di meja terdekat, aku mulai mengambil amplop kecil yang terselip di antara kerumunan mawar yang mulai menyebarkan wangi. Amplop kecil berwarna putih dengan kartu berwarna putih juga. Di dalamnya hanya ada tulisan tangan singkat,
Semoga hari ini menyenangkan,
                                                           
                                                        Endo
Aku tersipu malu membaca kartu kecil itu. Buket besar mawar itu memperlihatkan tatanan mawar yang begitu banyak dan juga cantik. Apa Endo memilihnya sendiri? Dimana dia membelinya? Kenapa dia memberiku sebuket mawar ini? Semua pertanyaan itu silih berganti muncul di kepalaku. Hatiku terasa berdebar saat aku melihat sekumpulan mawar itu. Membayangkan wajah Endo dan juga senyumannya yang selalu muncul setiap saat bersamaku. Membayangkan semua sentuhannya dan itu membuat tubuhku terasa tersengat arus listrik di tempat yang pernah dia sentuh.
****

“Pinter ngerayu juga dia!” ujar Diva sambil terus mengunyah kue kering buatanku.
Aku tersenyum menanggapi Diva. Diva membolak-balik kartu dari Endo dan memberikannya kembali kepadaku. Sekali lagi Diva mencomot kue kering dari toples dan mengunyahnya pelan. Dia mengangkat kedua kakinya ke atas sofa dan terus mengunyah kue kering.
“Jadi kalian sekarang sudah nikah beneran?” tanya Diva lagi.
“Maksudnya?” tanyaku bingung.
Diva menangkupkan jari dari kedua tangannya kemudian menyentuhkan ujungnya satu sama lain beberapa kali. Membuatku teringat ejekan saat seseorang berciuman.
“Apaan sih?” tanyaku sebal sambil menahan malu.
“Kamu sudah tidur bareng sama dia kan?” tanya Diva.
“Aku sama Endo tidur sekamar terus tiap malem, Di!”
“Kalian sudah...,” Diva membisikkan ke telingaku sebuah kata dan itu membuatku sangat malu. Bagaimana dia bisa bilang omongan seperti itu! Diva meringis memperlihatkan barisan gigi putihnya.
“Jangan bohong, tadi aku lihat ke tempat cucianmu, dan lihat ada lingerie seksi gelantungan di sana! Wowowow, gak nyangka deh Rima bisa pakai baju kayak gitu!” lanjut Diva menggoda.
Sialan!
Aku lupa menyimpan lingerie yang Endo beli kemarin. Semua itu membuat Diva meringis mengejekku dan tidak percaya saat aku mengatakan belum pernah memakai lingerie itu.
“Lagian kalian dah nikah. Sah lagi Rim kalau kamu ngelakuin itu! Dengan atau tanpa lingerie. Wowowow, tapi lingerie itu hot banget ya!” balas Diva.
Betapa aku benci kata ‘wowowow’ itu. Rasanya aku sanggup mencekoki mulut Diva dengan semua kue kering yang ada di toples. Kalau perlu sekalian dengan toplesnya. Aku mengambil nafas dan berusaha menetralkan hawa membunuhku itu. Karena kalau itu terjadi, sebelum aku memasukkan kue kering ke dua di mulut Diva, toples itu sudah terlebih dahulu menyumpal di mulutku
“Di, itu semua nggak mungkin!”
“Kenapa?” tanya Diva penasaran.
Aku menghela nafas dan melemparkan pandanganku ke buket besar mawar di meja.
“Aku nggak mungkin bisa sama Endo. Endo nggak suka sama aku, Di!”
“Teori sapa lagi tuh?”
“Mana mungkin suka, Di! Kamu lihat deh semua cewek yang tiba-tiba jadi penggemar dia. Waktu SMA, waktu latihan karate dulu, trus waktu kemarin di tempat fitnes. Dia nggak mungkin suka aku, Di,”
“Mulai lagi! Kalau dia nggak suka kamu, kenapa dia maksa merit sama kamu? Kalau kamu bukan tipenya, buat apa dia tetep minta kamu jadi istrinya padahal kalian gak ketemu selama 10 tahun? Kalau kamu nggak suka sama dia, kenapa nggak manfaatin keadaan ini sekalian buat porotin Endo?”
“Itu gara-gara rasa bersalah dia aja mungkin, Di. Gara-gara dulu penggemar dia pernah ganggu aku! Lagian kenapa masalah morotin itu muncul lagi? Kamu nonton film apa sih, Di?” tanyaku sebal.
“Teori darimana tuh?” 
Aku melotot mendengar Diva.
“Teori dari Hongkong! Intinya, aku nggak boleh jatuh cinta atau berharap sama Endo!”
Diva menghela nafas keras. Dia menoyor kepalaku keras setelah itu. Membuatku terkejut dan juga kesakitan.
“Itu cuma alasan kamu buat lari dari rasa tidak percaya diri aja! Kamu nggak pede deket sama Endo, kamu nggak pede buat nerima semua perhatian Endo, yang paling penting, kamu nggak pede buat mengakui kalau kamu juga suka banget sama Endo!”
“Diva!” sentakku memprotes.
“Semua itu diperparah sama pengalamanmu sama Tio kemarin. Cowok gak jelas itu dah bikin pede-mu yang jauh di bawah standar aman, semakin jatuh!”
Aku cemberut mendengar semua omongan Diva, tapi hati kecilku berteriak menyetujuinya. Apa benar aku sebenarnya sudah menyukai Endo? Kenapa Tio harus muncul lagi di pembicaraan kali ini?
Kampret!
****
 
“Kamu kenapa?”
Aku terkejut mendengar pertanyaan Endo. Endo melihatku keheranan kemudian menyentuh lembut pipiku (dan itu memuat jantungku berlari marathon lagi. Lama-lama jantungku bisa punya perut sixpack kalau terus menerus harus berolah raga seperti ini). Dia mengerutkan keningnya saat melihatku.
“Aku nggak apa-apa kok!” jawabku yang terpaku tak bisa bergerak saat dia menyentuh pipiku, “memangnya kenapa?”
Endo tersenyum kemudian berbalik dan mengambil gelasnya yang terisi separuh air.
“Enggak, cuma bingung aja dilihat kayak gitu sama kamu. Nggak biasanya,” jawabnya sambil meminum airnya dengan melirik ke arahku.
Aku berkedip, tersadar bahwa aku memang terus melihat ke arahnya semenjak dia pulang beberapa menit yang lalu. Ini semua gara-gara Diva bicara hal-hal aneh tadi siang, dan akhirnya sekarang tanpa sadar aku mencari-cari jawaban dari sosok Endo. Wajahku terasa memerah dan itu membuatku kembali menjadi salah tingkah di depan Endo.
Beberapa hari ini sepertinya mataku mulai menjadi antek dari hati kecilku. Aku selalu menemukan semua sisi menawan Endo dari setiap saat. Mulai saat dia bangun tidur, sebelum tidur, selesai olah raga, selesai mandi (sosok ini yang paling membuatku berdebar hingga rasanya dadaku mau meledak. Bayangan aku mendorong Endo dan menindihnya di atas ranjang selalu datang saat sosok ini muncul. Haish… hati kecilku mulai lagi berusaha mencuci otakku!), dan juga saat merokok.
“Rokok.”
Endo yang sedang duduk di sofa menoleh cepat ke arahku dan kemudian terlihat mencium bajunya.
“Maaf, aku bau rokok?” tanyanya cemas.
“Enggak, maaf cuma bingung aja,” jawabku cepat karena tanpa sadar aku mulai mengucapkan kata-kata yang ada di pikiranku, “Kamu bukannya merokok?”
Endo tersenyum kemudian bersandar santai di sofa.
“Aku merokok di kantor. Kalau di rumah, nanti takut kamu keganggu. Lagian aku juga mau ngurangi rokok kok,” jawabnya sambil mulai memejamkan matanya.
Aku tersipu mendengar jawaban Endo. Kata-kata Diva kembali terdengar bersahut-sahutan di kepalaku. Membuatku merasa makin tersipu dan tanpa sadar sudah duduk di sebelah Endo (astaga, siapa yang menggerakkan kakiku?). Bau parfum Endo tercium, tercampur dengan bau rokok yang samar-samar muncul. Aku bisa melihat lengannya yang kuat menyembul di balik lengan bajunya yang tergulung. Tanganku menarik pelan lengan bajunya dan itu membuat Endo menoleh ke arahku dengan mata yang masih separuh mengantuk.
“Anu… makasih bunganya,” ujarku tersipu.
Dia tersenyum, selalu tersenyum dan membuat hatiku serasa melambung.
“Kamu suka?” tanyanya yang ku jawab dengan anggukan.
Endo melebarkan lengannya hingga ke belakang tubuhku, kemudian merengkuhku cepat dan memberiku ciuman di kening. Membuat jantungku hampir meledak kembali. Rasanya, setiap berdekatan dengan Endo, suplai oksigen ke otakku terlalu lancar dengan cara kerja jantungku yang seperti ini.   
“Boleh aku minta balasannya nanti malam?” bisik Endo.
“Apa?” tanyaku serasa terhipnotis suara Endo.
“Kamu.”
Aku langsung berdiri dan kabur menuju dapur. Berdiri ketakutan di sana dan menyumpahi hati kecilku yang memprotes tindakanku (sedikit lagi hati kecilku akan menguasai bibirku untuk mengatakan, “aku siap, ganteng.”). Aku bisa merasakan wajahku memerah panas karena sangat malu. Sementara Endo terlihat tertawa terbahak di sofa melihat semua tingkahku.
“Mandi aja sana!” teriakku sebal melihatnya tertawa.
“Mau nemani?”
IYA!
“NGGAK!” teriakku.
Endo kembali terbahak dan masuk ke dalam kamar. Aku mengambil nafas lega saat Endo sudah memasuki kamar. Setidaknya semua godaan berbahaya itu menghilang sementara dari mataku. Aku memilih untuk berdiam sementara waktu di dapur, menunggu Endo mandi dan mengganti bajunya sebelum masuk ke dalam kamar untuk bersiap mandi sore. Sembari menunggu aku mulai memasukkan satu persatu kue kering yang tadi siang kupanggang untuk Endo ke dalam toples. Tiba-tiba hatiku terasa tidak tenang. Cukup lama aku berpikir apa penyebabnya, hingga akhirnya aku tersadar.
Sialan, aku lupa!
Aku segera berlari menuju kamar, berharap apa yang kubayangkan tidak terjadi. Berharap Endo melewatkannya dan tidak menemukan apapun. Tapi semua pikiranku salah. Di dalam kamar, aku melihat sosok Endo yang baru saja selesai mandi mengenakan celana panjang kainnya. Rambutnya yang basah masih meneteskan air dan otot punggungnya yang indah, ter-ekspos terang-terangan tanpa ada yang menutupi. Dia berdiri menatap tumpukan baju yang sudah kusetrika tadi siang. Aku yakin dia tidak menatap tumpukan baju itu. Dia menatap salah satunya!
Endo melihat ke arahku yang masih terengah-engah di pintu kamar. Dia tersenyum nakal kemudian mengambil benda yang sedari tadi menjadi fokus perhatiannya. Dengan perlahan dia datang ke arahku kemudian mencocokkan baju di tangannya, di tubuhku.
“Nggak sabar lihat kamu pakai ini nanti malam,” ujarnya sembari meletakkan baju itu di tanganku kemudian mencium pipiku cepat.
Dengan masih bertelanjang dada, dia berjalan ke dapur dan sepertinya menemukan kue kering buatanku. Aku sudah tidak mampu merespon teriakannya yang memuji kue kering buatanku karena terpaku menatap baju di tanganku. Mati-matian aku mensugesti diriku sendiri sembari melihat benda di tanganku.
“Ini bukan baju…ini bukan baju…” bisikku kepada hati kecilku yang kegirangan.
INI LINGERIE!!!
****
    
Endo melihatku bingung malam ini. Kami berdua sudah berada di ranjang dan masih menonton acara televisi kesukaanku (apalagi kalau bukan sinetron). Mata Endo melihat bingung ke arahku dan tak sekalipun melihat ke televisi. Apa yang dia harapkan? Aku memakai jala ikan itu di tubuhku? Sampai di alam mimpi juga aku tak akan memakainya.
“Kenapa?” tanya Endo heran ketika aku menolak memakai lingerie yang dia belikan.
“Itu bukan pakaian, Ndo!”
“Itu baju tidur,” jawab Endo.
Sebut pakaian tidur kalau dia terbuat dari kain katun atau sutra dan biasanya terdiri dari atasan dan bawahan. Kalau dia berbentuk rok, maka sebut itu daster. Tapi lingerie menerawang, bukanlah pakaian tidur. Itu adalah pakaian awal untuk melakukan @#&* (lihat, bahkan aku tak mampu mengucapkan satu kata itu biarpun dalam hati!). Endo terlihat sangat berharap dan meihatku dengan tatapan sayu.
“Kalau kamu mau, pakai saja sendiri!” protesku kesal.
Endo membelalakkan matanya yang berwarna kelabu dan terlihat kebingungan menjawabku. Kalau memang dia mau, maka lebih baik dia sendiri yang memakainya (dan aku tidak yakin, akan tertawa atau malah terbius melihat tubuhnya yang sempurna terlihat di balik lingerie itu.
“Baiklah, dengan satu syarat!”
Hah, apa?!
Aku menelan ludah getir mendengar dia mengatakan hal itu. Endo mau memakai lingerie malam ini? Apapun syaratnya, itu kedengaran lucu. Terlintas ide konyol di kepalaku untuk menyetujui syaratnya.
“Apa?” tanyaku sembari berusaha menahan tawa yang mau keluar.
Seringai itu lagi dan muncul perasaan menyesal di hatiku. Senyumku langsung menguap karena panik. Pasti sesuatu yang buruk mau muncul.
“Malam ini kita berdua ngelakuin %^&*…”
Sebelum sempat kalimat Endo selesai, aku sudah memukul wajahnya dengan bantal. Apa kubilang, membuat kesepakatan dengan Endo itu berarti buruk. Telingaku berdenging ketika mendengar kata terakhir yang dia ucapkan. Kata-kata yang selalu sukses membuatku tak mampu mengulanginya lagi. Sekali lagi, bukannya sok suci, tapi sampai di umurku yang sudah hampir kepala tiga beberapa tahun lagi, aku sama sekali belum pernah menonton film bokep. Endo meringis memegang wajahnya dan itu membuatku merasa bersalah.
“Maaf, kamu nggak apa-apa? Tolong jangan bilang kata-kata itu lagi di depanku,” tanyaku panik.
“Kata apa?”
“S…. itu!”
“S… apa?”
“Ya yang itu! Jangan dibahas lagi bisa?”
“Maksud kamu, Se*$?”
Sekali lagi telingaku berdenging seakan secara otomatis menyensor perkataan Endo. Endo tertawa terbahak melihat wajahku yang memerah setelah mendengar kata-kata itu (mau gimana lagi? Itu terasa tabu bagiku! Biarpun memalukan setua ini masih belum mengerti tentang *^&^  itu!). Endo mendekatkan wajahnya ke wajahku dan mulai berbisik (oh, aku benci bisikan darinya! Itu menghancurkan lakban yang dengan susah payah kurekatkan di mulut hati kecilku).
“Seks bagi kita sekarang itu legal, Sayang,” ujarnya berbisik di telingaku.
Darahku terasa mendidih ketika kata-kata itu terdengar jelas di telingaku dan tanpa ada sensoran sama sekali karena terlalu mendadak. Kata-kata itu membuat seluruh tubuhku terasa kaku tak mampu bergerak. Bahkan ketika Endo mulai mencium leherku dan terus menjalar ke bibirku. Melumat bibirku perlahan dengan bibirnya yang terasa begitu lembut. Saar-samar aku merasakan rasa mint dari odol dan juga sedikit bau tembakau di hidungku. Pelan bisa kurasakan lidahnya menelusup ke dalam bibirku dan aku sangat menikmati semua itu. Dia mendorongku lembut hingga aku tertidur di bawahnya yang masih terus mencium leherku kembali (aku bisa merasakan tali yang kuikatkan kuat di tubuh hati kecilku terlepas dan dia kembali menari salsa). Tubuhnya secara perlahan menekan tubuhku yang terbaring di bawahnya. Aku merasa sangat menikmatinya. Semua sentuhannya itu begitu terasa menyenangkan bagiku dan membuat seluruh ototku terasa jauh lebih rileks. Dan ketika aku merasakan sesuatu yang menonjol menusuk pahaku, kesadaranku kembali dan mengambil alih seluruh syarafku. Secara reflek kakiku menekuk dan menendang perut Endo hingga dia terpelanting ke pinggir ranjang.
Apa yang kulakukan?!
“Maaf, itu otomatis!” teriakku panik, terutama setelah melihatnya memegang perutnya yang baru saja kutendang.
Aku memegang lengan Endo dan berharap dia baik-baik saja. Semua itu terjadi cepat dan sangat refleks. Bagaimana bisa aku menendang pria ini begitu keras? Endo tersenyum sembari mengusap perutnya (aku bisa merasakan perutnya begitu keras. Terbuat dari apa otot pria ini? Kawat baja?). Dia mendekatiku kembali dan mengusap rambutku.
“Kita bisa ulangi lagi dari awal?”
Apanya yang dari awal? Tidak bisa, ini tidak boleh terjadi (dan diam kau hati kecil! Aku masih punya banyak persediaan lakban untuk menutup mulutmu yang terus protes itu!).
“Gawat, ini sudah malam! Kamu bisa terlambat besok. Selamat tidur!” aku berteriak panik kemudian segera tidur dan menutup tubuhku dengan selimut sampai di atas kepala.
Bisa kurasakan Endo merebahkan dirinya di sampingku dan mulai tertidur tak lama kemudian. Suara dengkurannya yang halus menandakan dia sudah berada di alam mimpi. Aku menarik nafas lega, walaupun jantungku masih terus berdetak kencang. Kemudian semua rasa nyeri muncul di dadaku ketika mengingat kejadian barusan.
Rasa apa ini?
****

29 komentar:

  1. wakakakaka......yah gagal uhuk2 lagi, thanks mbk ike :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. dirimu iki bahagia apa kecewa ne? wakakakakakakak

      Hapus
  2. Huaaaaaa,,, Rimaaaa jahaatttt.. Knp Endo ditendaaanggggg??? *pukul2 rima*
    Kasihan khn Endoooo,, *peluk Endo*
    Aiiihhhhh,,Mba Ikeeeee knp bataaallllll??? Hukz,,hukz...
    Mksh Mba Ikeeee(wlw g ikhlas krn gatot,,xixixi)
    :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. tanya tuh Rima, cogan kok di tendang. ekekekekekekekeekek

      Hapus
  3. Nmbah mbak!!!
    Kentang bgt sih..:'(
    Kn ntar mau lburan, mkany post skrg aj.. Yah?:(
    Pleaseeee:(:'(

    BalasHapus
    Balasan
    1. wekekekekekeekk... bisa-bisa kalo aplot sekarang cuma tulisan BAB 10 aja mbak. wekekekekekeek....
      *ketika liburan jadi alesan kehabisan ide. wakakakakakakak...
      mbaakkk... ayooo bikin cerpen lagi. atau sekalian cerber...kangen bacanya lagiiii

      Hapus
    2. Eh, ak ga prnah bwt crita mbak..x_x
      Ak editor.. Hehehe
      Slah org ni kykny..:P

      Hapus
    3. Yg bkin cerpen ntu mba meyke,mba baskom slh org,wakakakakka

      Hapus
    4. Wakakakakakakak =))=))=))

      Hihihihi

      Hapus
    5. wakkkksss...akuuuhhh maaaaluuuuuu....
      wakakakakakakakakakak...
      mbak, kalo gitu sekalian dung gimana cerita ini dari pandangan seorang editor.

      ecileeehhhhh gaya beneeerrrrrrrr

      Hapus
    6. Bgus dong pstiny.. Mkany mnta nmbah.. Xixixi

      Tpi kn editor krjaanny prbaikin naskah.. Hahaha.. Kyk pnyny mbak santhy gtuu.. Hahaha

      Hapus
  4. Ah rima aq kuciwa sama kau (logat batak bah aq ngomong)
    Slahin mba ike aj deh,coz dy yg yg bkin crita,jd slahin dy aj G̲̮̲̅͡åк̲̮̲̅͡ jdi2 MLnya *toyor nong
    Wakakakakaka
    Thks mba ike :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. bah, kenapa pula kao kuciwa sama Rima. Itu perempuan pemalu.. adodo...wekekekekekekeek
      *toyor nene juga

      Hapus
  5. Jiaaaahhh mba Ike kok gatot sih???
    Kentang banget...
    We want more we want more
    *bawaspandukmuterinHI

    Astaga, Rima Rima parah bgt nih ahh sifat kurang pedenya...
    Jaim tuh, padahal udh mau juga kan??
    Cinta juga sama Endo...

    BalasHapus
    Balasan
    1. wekekekekeekeekeek
      gak papa kentang.
      lumayan buat sop-sop-an
      wekekekekekekekek

      Hapus
  6. Wakakakak, Rima, lucuuuuuu banged sihhhh.....si Endo nya dibawa sini aja deh kalo gak mau, wkwkkwwkw

    BalasHapus
    Balasan
    1. boleh-boleh. ongkir tanggung costumer ya... wekekekeekekek

      Hapus
  7. hmm..antara dua nih.. Jengrik yang takut menggamblangkan prosesi "ehem-ehemnya" atau emg di KK pure hanya sebatas cipokan dan g sampe belah duren binti jebol gawang...wkwkwkwk..


    Kabuuurrr aahh,,sblum dtagih masalah yg kmren..wkwwkwwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. weksss....
      eke jadi inget lagi!
      POTO..POTO...POTO....!!!
      *Demo

      Hapus
    2. *balas DEMO :
      Kasiin dulu bab "uhuk-uhuknya" baru aq kirimin potonya..

      Gimana??? Adil kan aq?? :smirk

      Hapus
  8. rimaaaa kl nggak mau Endo kirim ke aku aja barang bagus kok ditolak hheheheheh ^ ^

    BalasHapus
    Balasan
    1. waaa... ini minta kirim juga...
      wekekekekekekekk

      Hapus
  9. kentang mbaaaa!! huhu. kasian banget Endo ditendang gitu..buat aku ajalah Endo nya kalo Rima nolak muluu haha

    BalasHapus
  10. Kaphannn posstttiingggaannn bbabbb 11 nyahhhh???T___T

    BalasHapus
  11. Jengrik @ Ane pesen Part eleven ya... Puhlisssss :)) .. Abiz liburan kudu ada ide yg LBH hot ya hahaa ... Wkwkwkk makasih jengrik :D

    BalasHapus
  12. mbak....
    kangen Endo,kpn lanjutannya? hehe...

    BalasHapus
  13. mbak bab 11 dan seterus nya manaa???????????//
    mau mbakkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk hikssssssssssssssssssssssss(menangis semlman).................................

    BalasHapus
  14. Endo tidur panjang G̲̮̲̅͡åк̲̮̲̅͡ bangun2....jd blm bs crita dy :p

    BalasHapus