Senin, 08 Juli 2013

Kawin Kontrak - Bab 14


Curhat geje egeeennn....
kali ini eke dilanda kebingungan sangat. habis ini puasa, tapi bab-bab di KK akan ada eroronya (biar bagi sebagian orang mungkin gak ero, buat eke itu erooooo... wekekekekekekekekk). jadi apa yang harus eke lakukan? di cut, atau sementara gak aplot dulu? eke tatuuuutttt dosaaaa....
*ketika ngetik sambil galau....





BAB 14
ENDO

“Aku jemput dia sekarang!”
Endo menjawab Diva dengan gusar, tapi kemudian yang terjadi dia semakin kecewa. Dengan kasar dia menutup ponselnya dan menjatuhkan tubuhnya ke sofa. Diambilnya kembali rokok dari saku kemejanya dan menyulutnya untuk yang kesekian kali. Tapi sebanyak apapun dia menghisap semua rokok itu, rasa kalut di hatinya masih terus ada dan semakin membesar setiap waktunya.
Dia mengingat lagi semua kejadian tadi siang dan kembali merasa gusar ketika teringat akan sosok pria yang mengejar Rima. Pria itu sudah membuangnya bahkan menyakitinya, kenapa Rima masih terus bersedia menemuinya. Kenapa dia tidak ingin bersamanya dan lebih memilih Diva? Sekali lagi Endo menyesali dirinya yang tidak langsung berlari mengejar Rima.  
“Sori Sof, tapi aku nggak balik kantor!” ingatan Endo kembali kepada siang tadi disaat Rima berlari semakin menjauh dan dia terjebak bersama Sofi.
“Ndo, kamu mau kemana?” tanya Sofi sembari memegang lengan Endo erat.
Sekali lagi Endo tertahan mengejar Rima. Raut wajah Sofi terlihat sedikit bingung dan juga mengharapkan Endo tetap di sisinya.
“Istriku butuh aku, Sof!”
“Terus aku gimana? Kamu mau ninggalin aku sendirian di sini? Kamu yang ngajak aku, Ndo!” ujar Sofi kesal.
Endo mendengus marah kemudian mengambil ponselnya yang tersimpan di saku celananya. Dia memencet tergesa nomer di ponselnya dan bicara dengan nada kesal dengan seseorang di seberang sana.
“Lukas akan menjemputmu! 10 menit lagi dia sampai, jadi maaf aku harus pergi sekarang!” ujar Endo sembari pergi meninggalkan Sofi sendiri.
Sosok Rima sudah tidak terlihat, bahkan ketika Endo mencarinya di halaman parkir. Dia berusaha menghubungi ponsel Rima, tapi hanya nada sambung saja yang terus menjawab. Begitu juga dengan ponsel Diva.
Hingga akhirnya Diva menghubunginya sore ini, setelah dia berkali-kali mencoba menghubungi Rima dan harus menerima kenyataan bahwa panggilannya tidak diacuhkan. Kenapa Rima melakukan semua itu? Apakah dia masih mencintai pria yang sudah menyakitinya itu? Apakah sosok Rima masih belum bisa menerima dirinya? Apa yang harus dia lakukan lagi?
“Ya Lukas!” jawab Endo ketika mengetahui Lukas menghubunginya.
“Saya sudah dapat semua data soal pria itu, Pak!”
“Katakan!”
“Satrio Tranggono, umur 25 tahun tapi masih belum lulus dari jurusan akutansi. Sepertinya dia terlalu sibuk dengan band yang dia punya, Pak. Informasi terbaru, sedikit mengejutkan,” ujar Lukas.
“Katakan!” Endo mengambil nafas mendengar semua penuturan Lukas di telepon kemudian mengangguk perlahan sebelum membalasnya, “Baiklah, terima kasih atas semua informasimu!”
Sekali lagi Endo menghisap rokoknya kemudian menancapkannya di asbak di depannya. Pikirannya kembali teringat akan Rima dan itu membuat hatinya terasa nyeri. Dia akan melakukan apa saja, apa saja untuk mendapatkan gadis itu. Melakukan apapun, hingga cara yang paling kotor untuk membuat gadis itu tetap bersamanya. Endo memikirkan semua itu, hingga dia tertidur karena kelelahan.
****

Sofi membanting pintu kamarnya kemudian mulai terisak, menangis. Seumur hidupnya, dia hampir tak pernah ditinggalkan, dan Endo kali ini meninggalkannya. Sekali lagi dia mempertanyakan semua perasaan Endo kepadanya. Kalau dia memang tidak menginginkan Sofi, kenapa Endo harus terus memberi harapan pada Sofi? Bahkan lebih beberapa hari ini. Endo menatapnya seakan penuh harap, menerima semua ajakannya dan juga menyemangatinya untuk mengejar cintanya. Sofi mengambil ponselnya dan menekannya kasar, kemudian menelpon seseorang.
“Kau bilang mereka dijodohkan!” teriak Sofi saat seseorang menerima panggilannya.
“Mereka tidak pernah pacaran dan tiba-tiba menikah. Lagipula gadis itu juga masih memiliki kekasih saat mereka hampir menikah. Kemudian dia tampak menjauhi kekasihnya saat mereka menikah. Dia juga bukan berasal dari keluarga yang tingkat ekonominya seperti dirimu dan Endo!” jawab seorang wanita setengah ketakutan di seberang sana mendengar suara Sofi.
“Maksudmu, wanita itu memanfaatkan Endo?” tanya Sofi penasaran.
“Mungkin saja, aku tidak tahu,” jawab wanita itu lagi.
Sofi terdiam mencerna semua perkataan informannya.
“Kau bilang Endo pernah bertunangan dulu,” ujar Sofi
“Hampir bertunangan, dia memutuskan meninggalkan tunangannya saat pesta kejutan pertunangannya. Keluarga tunangannya masih menganggap mereka bertunangan sampai Endo menikahi wanita itu. Kemudian mereka akhirnya mulai berusaha membatalkan merger-nya dengan salah satu anak perusahaan milik Endo.”
“Tunangannya ini, apa aku mengenalnya? Siapa dia?”
“Sepertinya tidak. Dia salah satu adik kelas Endo ketika SMA. Salah satu Ratu di SMA-nya, Tiara Hakim.”
“Baik, kirimkan aku segera nomer gadis itu.”
Sofi menutup ponselnya kemudian berpikir keras. Jadi Rima selama ini memanfaatkan keberadaan Endo. Meninggalkan kekasihnya dan langsung menikahi Endo yang jauh lebih kaya dan sukses. Dan Endo bersedia menikahi gadis seperti itu. Semua itu membuat Sofi merasa sangat geram. Suara pesan masuk membuatnya terkejut dan sederet nomer muncul di layarnya. Dengan beberapa sentuhan, nomer itu kini sudah tersambung dengan ponsel Sofi.
“Halo, Tiara?”
****

Endo terbangun saat hari sudah menjelang malam. Badannya terasa sedikit linu karena dia tertidur di Sofa. Bau rokok masih memenuhi badannya dan juga penampilannya sungguh acak-acakan. Dia melihat jam yang tertera di ponselnya dan sudah menunjukkan jam 8 malam. Endo terkejut dan segera bangkit dari sofa, memperhatikan seluruh ruangan di apartemennya dan masih menemukan bahwa dirinya masih sendiri saat ini. dengan gusar dia menelpon Diva kembali.
“Dia baru saja turun dari mobilku!” sentak Diva saat Endo menanyakan Rima dangan kasar di telepon.
“Kenapa malam sekali!”
“Masih untung ku antarkan! Inget, selesaikan malam ini masalah kalian!”
Endo segera berlari menuju pintu depan dan melihat sosok Rima yang hampir saja mendekati pintu apartemen ketika dia membukanya. Baik Rima maupun Endo sama-sama tampak terkejut. Tak lama Rima tertunduk kemudian terlihat mencari-cari sesuatu di belakang Endo.
“Ya, dia sudah datang. Makasih, Di!” ujar Endo sembari menurunkan ponselnya.
Ketegangan di wajah Endo sedikit mengendur ketika melihat Rima berdiri di hadapannya. Sementara Rima masih terdiam di depan Endo. Dari jarak sedekat ini, Endo bisa melihat mata Rima yang sembab dan juga hidungnya yang memerah. Apa Rima baru saja menangis? Apa dia menangisi pria keparat itu?
“Kamu nggak masuk?” tanya Endo bingung.
Rima terlihat sedikit kebingungan dan itu membuat Endo tersadar bahwa sosoknya menghalangi pintu masuk. Dengan segera Endo memberi ruang untuk Rima melewati pintu dan ketika tanpa sengaja kulit mereka bersentuhan, hati Endo terasa berdesir. Suasana di dalam ruangan begitu sepi dan ada bau rokok terasa memenuhi ruangan. Rima menatap cukup lama pada sebuah asbak yang penuh dengan puntung rokok berada tepat di pinggir meja. Beberapa abunya tampak bertebaran di sekelilingnya.
“Bajumu…,” Rima menoleh mendengar suara Endo yang tiba-tiba muncul. Endo terdiam kemudian berbicara lagi, “Bajumu beda dengan yang tadi.”
 “Aku pinjam Diva,” jawab Rima singkat.
“Kamu…” Endo menarik nafas sejenak, “Kenapa panggilanku nggak dijawab?”
 “Aku…”
“Jadi kalau telpon dari pria itu kamu mau mengangkat, tapi enggak dari aku?”
Rima mengernyit mendengar perkataan Endo barusan.
“Pria siapa?” tanya Rima bingung.
“Cowok brengsek yang sudah ninggalin kamu! Kenapa kamu masih mau hubungan sama dia!” suara Endo meninggi.
 “Aku nggak tahu apa maksudmu, Ndo!” ujar Rima sengit.
“Terus, kenapa kamu tadi mau ketemuan sama dia?”
“Aku nggak pernah mau ketemuan sama dia! Aku dijebak sama Lea!”
“Kenapa kamu nggak bilang sama aku? Kenapa harus Diva yang tahu lebih dulu?”
“Jadi menurut kamu aku salah?” nada Rima mulai meninggi.
“Aku suamimu, Rim!”
“Terus kenapa kamu jalan sama Sofi?”
Endo menelan ludah. Dia menatap Rima seakan tidak percaya.
“Kamu ngikuti aku sama Sofi, Rim?” tanya Endo lirih.
“Maaf, itu nggak sengaja, dan nggak akan pernah aku ulangi lagi!”
Tidak.
Semua itu terasa seperti angin segar di telinga Endo. Apakah Rima cemburu? Apa itu juga tanda bahwa Rima juga memiliki perasaan yang sama dengan Endo? Wajah Rima memerah dan matanya mulai berkaca-kaca, dan itu membuatnya segera memalingkan diri dan hendak beranjak pergi. Sebuah tarikan di lengan Rima menahannya. Endo mendekat dan berdiri tepat di belakang Rima. Endo merasakan kehangatan dari punggung Rima yang mulai merangsek mengisi dingin di dadanya, berusaha melepaskan semua ketegangan yang Endo rasakan.
“Jangan pernah temui pria manapun lagi,” bisik Endo di belakang telinga Rima. Merasakan belaian rambut Rima di kulit wajahnya.
Tak ada penolakan.
Rima membiarkan Endo dan membuat Endo memeluk tubuh tubuh Rima lembut. Memberikan belaian lembut di lengan Rima yang Endo genggam. Endo merasakan tubuh Rima bergerak pelan, dan samar-samar terdengar suara isakan, membuat Endo memeluk tubuh Rima lebih erat. Begitu ketakutan untuk melepasnya.
“Itu bukan urusanmu, Ndo!” ujar Rima sembari berusaha melepas pelukan Endo, tapi Endo semakin erat memeluk Rima.
“Aku suamimu, Rim,” ujarnya lagi.
“Sofi…”
“Dia cuma temanku dan juga rekanan bisnisku. Semuanya itu nggak lebih.”
“Itu bukan urusanku, Ndo. Kamu bebas memilih siapapun yang mau kamu dekati. Aku nggak lebih cuma sandera hutang keluargaku,” jawab Rima ditengah isak tertahannya. Lengan Endo merasakan tetesan air mata Rima mulai menetes.
Endo merasa menjadi pria yang paling lemah ketika merasakan air mata Rima menetes melewati lengannya. Sebuah sentakan dan Endo membalik tubuh Rima. Mendorongnya hingga memunggungi dinding kemudian mengurung Rima dengan tubuhnya. Dengan cepat Endo mencium bibir Rima lekat. Merasakan setiap sentuhannya, merasakan setiap kelembutannya  sebelum akhirnya melepas dan menatap wajah Rima dengan pandangan sedih.
“Aku cinta kamu, Rim! Berapa kali harus kubilang baru kamu percaya? Bahkan aku sudah mengatakannya semenjak kita masih sekolah. Aku menikahimu karena aku mau kamu jadi istriku. Apapun caranya yang penting kamu di sampingku, Rim. Apa yang harus aku lakuin supaya kamu percaya kalau aku bener-bener cinta sama kamu?” sentak Endo hampir putus asa.
“Aku nggak pantes buat kamu, Ndo. Cewek seperti Sofi lebih kelihatan sepadan jalan sama kamu,” jawab Rima separuh terengah, setelah mendapatkan serangan yang tiba-tiba.
“Sofi cuma teman. Dia sama sekali bukan apa-apa!”
“Bohong!” teriak Rima
“Nggak!” balas Endo.
“Berhenti memberiku harapan, Endo! Berhenti beri aku harapan dan…” Rima mulai terisak lebih keras dan itu membuat Endo terdiam.
“Dan apa?”
Rima menatap Endo dengan matanya yang sudah dibanjiri air mata. Rima menggigit bibir bawahnya, berharap bisa menahan tangisnya.
“Aku tahu, kalau aku cuma…” sebuah isakan, “…cuma mainan untukmu. Pengisi waktu kosongmu. Bahkan cuma sandera dari hutang keluargaku.”
“Tidak!” tukas Endo.
“Aku tahu kalau Sofi jauh lebih baik dari aku. Kamu tenang aja, keluargaku akan tetep bayar semua hutang kami meskipun kamu nggak jadi suamiku lagi. Kami…”
“Nggak!” tukas Endo lebih keras.
“Berhenti menolak semua kenyataan itu! Sudah kubilang, berhenti membuatku berharap!”
“Karena itu semua bukan kenyataan! Kenyataannya aku mencintaimu, Rim! Cuma kamu! Kalau kamu mau aku berhenti berhubungan dengan semua wanita di dunia ini akan kulakukan! Kalau kamu meminta aku membenci semua wanita di dunia ini, juga akan kulakukan!”
“Bohong! Lepaskan aku dan kamu bisa dapetin lagi semua hidup kamu, Ndo!” teriak Rima histeris.
Endo tercengang. Hatinya terasa tertembak pistol hampa ketika Rima memintanya meninggalkannya.
“Kalau satu-satunya cara membuatmu berada di sisiku adalah memperkosamu dan menghancurkan semua orang di sekelilingmu sampai kamu tak bisa kemanapun kecuali kembali ke aku, maka akan kulakukan. Aku akan melakukan cara tergelap sekalipun demi membuatmu terus berada di sisiku,” ujar Endo dingin, menatap mata Rima tajam. Membuat bayangan ketakutan di wajah Rima dan itu membuat Endo menyesal kemudian memeluknya,”Tahukah kamu kalau aku bersedia melakukan semua itu? Aku begitu takut kehilanganmu, Rim.
Selama bertahun-tahun merindukanmu, mencoba menggantikanmu, tapi semua itu sia-sia. Rasanya begitu menyakitkan dan lebih menyakitkan saat kamu menolakku seperti saat ini. Katakan Rim, apa yang harus aku lakukan supaya kamu bersedia menerimaku? Apa yang harus kulakukan?”
Rima terdiam dan itu membuat Endo semakin frustasi. Hingga dia merasakan sebuah pelukan hangat melingkar di punggungnya. Merasakan bahwa Rima menyandarkan badannya lebih erat ke dadanya.
“Aku mencintaimu Rima, cuma kamu!” ujar Endo sembari memeluknya erat.
Rima mempererat pelukannya.
“Aku juga, Ndo,” jawab Rima lirih.
Jawaban yang membuat Endo terkejut. Ditengadahkannya wajah Rima dan terlihat wajah yang bersemu merah dengan bekas air mata.
“Katakan sekali lagi,” pinta Endo.
“Aku juga cinta kamu, Ndo,” jawab Rima malu-malu.
Endo mencium bibir Rima cepat setelahnya. Menciumnya lama dan begitu dalam. Tangannya membelai wajah Rima dan juga memeluknya secara bersamaan. Semua beban berat yang selama ini terasa menumpuk di hatinya seakan menguap. Menyisakan rasa manis dari bibir Rima yang masih terus dia pagut, seakan-akan tak akan puas sampai seluruh bibir itu larut di dalam mulutnya. Sampai sebuah suara perut yang lapar menghentikan itu semua.
Sialnya suara itu berasal dari perut Endo.
Mereka berdua terdiam kemudian tertawa bersama.
“Maaf,” ujar Endo.
Rima tersenyum kemudian mengusap perut Endo.
“Aku juga belum makan malam. Biar kumasak sesuatu untuk makan malam kita,” ujar Rima sembari melepas pelukan Endo dan berjalan ke arah dapur.
“Tadi aku sudah masak nasi, malam ini kamu mau makan telur dadar?” tanya Rima dari arah dapur. Tangan Rima sibuk mengambil penggorengan dan menyalakan kompor.
“Ya, terserah kamu,” jawab Endo yang datang dan memeluk Rima dari belakang. Membuat sebuah getaran di tangan Rima.
Pelukan itu baru terlepas saat mereka duduk di meja makan dan menyantap makan malam mereka. Endo menatap Rima sembari memakan maka malamnya dan itu membuat Rima salah tingkah. Beberapa kali dia menjatuhkan sendok dan juga menumpahkan air karena salah tingkah. Semua tingkah yang membuat Endo selalu tersenyum dan juga semakin tak mampu mengalihkan pandangannya dari Rima.
“Jadi sekarang kita pacaran?”
Endo terkejut mendengar suara Rima yang tiba-tiba.
“Untuk apa pacaran?” tanya Endo dan itu membuat raut wajah Rima berubah menjadi sangat kecewa. Endo tersenyum, “Kita sudah menikah.”
Rima tertegun mendengarnya danwarna merah mulai menyebar di wajahnya.
“Kenapa?”
 “Apanya?”
“Anu…kenapa kamu nggak mau bicara sama aku beberapa hari yang lalu? Apa aku punya salah?” tanya Rima cemas sembari terus menatap piringnya.
Endo menelan ludah getir.
“Itu…aku… maaf, Rim!”
Rima menatap Endo heran dan dia bisa melihat semburat merah muncul di wajah Endo.
“Aku…kamu… kamu boleh bilang aku cowok mesum atau suka berpikiran ngeres!” ujar Endo panik.
“Maksudmu, Ndo?” tanya Rima bingung.
“Aku…” Endo mengambil nafas kemudian menatap mata Rima langsung, “…aku terus memikirkanmu dan seringkali hampir kehilangan kendali atas diriku untuk tetap…membiarkanmu.”
Wajah Endo semakin bersemu merah.
“Aku nggak ngerti, Ndo!” ujar Rima semakin bingung.
“Ini soal komitmen awal kita. Aku bersedia menunggumu hingga kamu siap. Sayangnya, beberapa hari kemarin, aku seringkali hampir kehilangan kendali diriku untuk tidak menyentuhmu…lebih.”
Endo menelan ludah sementara Rima tercenung. Wajahnya terlihat sedikit terkejut dan semburat merah muncul juga di wajah Rima.
“Aku sudah selesai,” ujar Rima salah tingkah.
“Aku juga,” sambung Endo sembari membawa piringnya ke arah Rima yang sedang mencuci perkakasnya.
Mereka berdua kemudian mencuci dalam diam. Ketika pada akhirnya saling berpandangan, mereka saling tersenyum dan terkekeh.
Betapa Endo merindukan wajah bahagia Rima. Membuat seluruh hatinya seakan meleleh. Membuat seluruh waktu setelahnya terasa begitu indah. Membuatnya ingin selalu menyentuhnya, berada di dekatnya dan melihat Rima tersenyum sepanjang hari. Betapa semua itu begitu menyenangkan.
“Kurasa lebih baik kita siap-siap untuk istirahat. Ini sudah larut malam,” ujar Rima malu-malu.
Endo menuruti Rima dan berjalan ke arah kamar mereka.
“Kamu atau aku dulu yang ke kamar mandi?” tanya Rima lagi.
“Kamu,” jawab Endo sembari membelai rambut Rima yang terasa halus.
Sial.
Dorongan hasrat itu tiba-tiba memuncak setelah sekian lama Endo menahannya. Segera setelah Rima memasuki kamar mandi, Endo meringkuk di atas ranjang. Berusaha mengendalikan dirinya dari dorongan hasrat yang memaksanya. Rima masih belum menyatakan kesediaannya dan dia tidak mau merusak hari ini. Membuatnya menahan libidonya yang semakin memuncak.
“Endo, kamu nggak apa?”
Endo tekesiap mendengar suara Rima. Dia segera berbalik dan melihat sosok Rima dengan wajahnya yang masih separuh basah, kerah piyamanya yang juga basah dan terlihat menampilkan lekuk tubuh Rima lebih jelas dari biasanya. Kenapa semua terlihat sangat jelas malam ini?
“Aku ke kamar mandi dulu!” ujar Endo sembari bergegas ke kamar mandi.
Guyuran air cukup membuatnya tersadar dan meredam hasratnya kepada Rima, tapi ternyata itu semua tidak bertahan lama. Saat dia keluar dari kamar mand dan melihat Rima yang berdiri menata selimut, hasratnya kembali muncul perlahan. Memaksanya untuk menyentuh Rima. Apalagi ketika Rima memberikan senyumannya yang indah kepada Endo. Sedikit saja, Endo ingin menyentuh gadis yang sudah memporak-porandakan hati dan juga seluruh pertahanannya.
Dengan perlahan Endo meraih tangan Rima dan membelainya dengan ujung ibu jarinya. Ketika pandangan Rima tertuju kepada mata Endo, di saat itulah Endo mencium lembut bibir indah Rima. Bibir yang selalu dia harapkan untuk tersenyum dan memanggil namanya. Sedikit saja Endo ingin menikmati kulit Rima lebih lama. Rima memejamkan matanya dan membiarkan Endo melumat bibirnya lembut. Membiarkan Endo menyusuri lengan dan juga wajahnya dengan kedua tangannya. Kemudian sesuatu yang tak pernah Endo bayangkan terjadi. Rima membalas ciumannya. Membalasnya sama seperti yang Endo lakukan.
Dan itu buruk.
Itu membuat hasrat Endo semakin besar dan bertindak serakah. Membuat libido Endo semakin memuncak. Membuatnya ingin menyentuh Rima lebih dari yang dia lakukan sekarang. Dan itu terlarang bagi Endo saat ini. Endo mendorong Rima menjauhinya dan membuat Rima sedikit terkejut.
“Maaf, sepertinya lebih baik aku tidur di luar sekarang,” ujar Endo sembari tersenyum kemudian bergegas menuju pintu keluar kamarnya.
“Endo!” panggil Rima cepat dan itu menghentikan langkah Endo.
Endo menoleh ke arah Rima dan gadis itu mendatanginya perlahan. Membuat jantung Endo berdetak lebih cepat dari biasanya. Dan ketika gadis itu sudah berada di dekatnya, dia terlihat kebingungan dan wajahnya yang memerah semakin merah. Membuat hasrat Endo semakin sulit untuk dibendung.
“Rima, kamu masih ingat soal pembicaraan kita tadi kan?”
Rima mengangguk pelan dan tidak berani menatap Endo.
“Jadi lebih baik aku keluar sekarang,” lanjut Endo.
Sebuah tarikan di lengan baju Endo menahan langkah Endo. Endo melihat tangan Rima yang sedikit gemetar memegang lengan bajunya.
“Rima, akan sulit mengakhirinya kali ini apabila aku sudah memulainya, meskipun kamu menolak seperti sebelumnya,” ancam Endo.
Tapi yang terjadi malah tidak seperti harapan Endo. Rima semakin mempererat genggamannya dan berusaha menghentikan getaran tangannya.
“Rima, aku sudah memperingatkanmu. Kalau kita bersama lebih lama lagi, aku tidak bisa menahannya. Apa kamu yakin?” sekali lagi Endo memperingatkan Rima.
Sebuah anggukan kecil dan perlahan meruntuhkan semua pertahanan terakhir Endo. Membuat Endo menendang pintu kamar untuk menutupnya dan menarik Rima ke atas ranjang kemudian menciumnya beringas. Membuat Rima tak mampu melawan sama sekali.
“Sial, apa ini benar maumu, Sayang? Setelah ini meskipun kamu menolak, aku nggak akan menghentikannya!” sekali lagi Endo memperingatkan.
Rima mengambil nafas dalam dan memberikan jawabannya.
****
   

15 komentar:

  1. jengrik..uploadnya next chapternya pas abis buka aja hihihi...

    BalasHapus
  2. tereng tereng haha horeee makasih ya mba rike sayang :D

    akhirnya rima menyadarinya juga haha seneng deh , endo oh my god kamu keren haha :D

    mba saran aja nii yaa, publishnya pas buka puasa aja kan udah ga dosa tuh eh mksudnya ga bikin batal hhe

    BalasHapus
  3. kentang......pas mau uhuk2 bersambung.....gitu dong rim ngk usah muna lagi wakakaka thanks mbk ike ;)

    BalasHapus
  4. Eaaaaaaa....akhirnya sadar jg si rima..kayanya si rima yg G̲̮̲̅͡åк̲̮̲̅͡ tahan jauh2 dr endo..hahahaa :p
    Aduuuuhh. G sbar ngu bab 15, mumpung sblum puasa mba ike ayo cpt d post..wakakakaa
    Thks y mba

    BalasHapus
  5. asiiiikkk akhirnya ada lanjutannya! tapi kenapa di stop pas lagi seruuu heheheh.
    iya mba, di post chapter selanjutnya abis buka puasa aja yaa biar ga batal :P
    makasi banyak mbaaa :)
    -fina

    BalasHapus
  6. Aduhhh...jangan di tahan dong uploadnya lagi kentang mbak rike..

    Benerr tuh uploadnya abis buka aja yah...yah...yah *kedipkedip*

    BalasHapus
  7. post skrg aja jeng.. mumpung belum puasa. wkekekekkee....

    BalasHapus
  8. hah apaaan nih.
    awas aj g jd uhuk2 karna ad gangguan.
    ckckck

    BalasHapus
  9. makasih mbak rike.. nanti postingnya malam aja mbak.. ^_^

    BalasHapus
  10. Jawabanya adalah iya...iya...iya aku mau Ndo
    ckckckkc


    bersambungya itu lho yang bikin kepo selama 1minggu ke depan
    tq mbak
    betul tuh kata jeng shin haido mumpung belum puasa

    BalasHapus
  11. Waduuuuhhhhh,,kentaaaaaanggggggGggggG......
    Wah,,wah,,Sofi mulai brtndak,,siap2 skit atiiii lht klakuannya...
    Mba Ikeeeee part pcarannya dbykn yaakkzzz,, xxixixi *maksa*

    BalasHapus
  12. Hehehe,...akhirnya,bs jujur sm hati apa yg d mau I,mbk puasa ttp update kan??? D tunggu y klanjutan e

    BalasHapus
  13. mba ike kok kentang? hiks benerr.

    yahh udah mau puasa nihh..eh puasanya kan lusa
    part selanjutnya update besok aja mbaa, kan besok belom puasa jd gapapa hihi *maksa* :p

    BalasHapus
  14. yeyyy.........smoga jadi deh.
    mbak di next chap jgn smpe mreka ada yg ganggu y, kasihan endonya ntar klo batal lgi. *sok ngatur ne y. :D
    hehehee

    smangat mbak..
    ^_^

    BalasHapus
  15. Asyyik... Akhir Πγª Rima pasrah jga. Tpi jgn tiba2 pingsan lgi yach. Heheh.

    BalasHapus